Palestina Berencana Memulihkan Koordinasi dengan Israel
Otoritas Palestina berencana menormalisasi koordinasi dengan Israel yang terhenti setelah PM Israel Benjamin Netanyahu akan menganeksasi sebagian wilayah Tepi Barat. Hamas menolak.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
TEPI BARAT — Otoritas Palestina berencana memulihkan koordinasi dengan Israel serta melanjutkan kerja sama sipil dan keamanan yang ditangguhkan sejak Mei lalu. Keputusan memulihkan koordinasi itu diambil Otoritas Palestina setelah mereka menerima surat yang menyebutkan kesiapan Israel berkomitmen pada perjanjian yang telah ditandatanganinya.
Pengumuman rencana normalisasi koordinasi kedua negara disampaikan Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh, Selasa (17/11/2020) malam, ketika melakukan pembicaraan dengan Dewan Luar Negeri yang berbasis di Amerika Serikat. Pada saat yang sama, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo juga tengah melakukan kunjungan ke Israel.
”Kami akan melanjutkan kontak dengan Israel tentang masalah keuangan, tentang masalah kesehatan, tentang masalah politik. Bagi kami, ini adalah langkah yang sangat penting ke arah yang benar,” kata Shtayyeh.
Keputusan penghentian koordinasi Palestina-Israel diambil oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas setelah PM Israel Benjamin Netanyahu berencana merealisasikan pencaplokan wilayah Tepi Barat, Juli lalu. Rencana itu disetujui Presiden AS Donald Trump meski ditentang oleh masyarakat internasional karena dianggap akan memupus solusi damai dua negara.
Saat memutuskan menghentikan semua bentuk koordinasi dengan Palestina, Abbas saat itu menyatakan bahwa pemerintahnya tidak lagi terikat oleh semua perjanjian dan kesepahaman dengan rakyat Amerika dan Israel serta semua kewajibannya, termasuk yang berkaitan dengan persoalan keamanan.
Penangguhan koordinasi Abbas memiliki dampak yang signifikan, termasuk mengatur pemindahan pasien Palestina ke rumah sakit Israel.
Selain berdampak pada warga Palestina secara langsung, keputusan penghentian koordinasi di antara kedua pemerintahan membuat Otoritas Palestina kehilangan sejumlah sumber pendapatan, termasuk menerima transfer pajak yang dikumpulkan Israel dengan mengatasnamakan mereka.
Kehilangan sumber keuangan ini membuat Otoritas Palestina harus memotong gaji aparatur sipil negara atau pegawai negeri di tengah pandemi Covid-19 yang juga menerpa negara itu.
Normalisasi koordinasi Palestina dan Israel membuka jalan pengiriman transfer pajak senilai 3 miliar shekel atau sekitar 890 juta dollar Amerika Serikat dari Israel kepada Otoritas Palestina. Namun, sejauh ini belum ada konfirmasi dari kedua pihak apakah normalisasi koordinasi akan secara otomatis mengakibatkan transfer pajak akan dibuka kembali atau tidak.
Menteri Urusan Sipil Otoritas Palestina Hussein Al Sheikh tidak mengonfirmasi hal itu. Dia hanya menyebutkan bahwa ada komitmen lisan dan tertulis yang diterima dari Pemerintah Israel soal normalisasi ini.
”Kami akan melanjutkan hubungan dengan mereka seperti sebelum keputusan penangguhan koordinasi itu keluar,” kata Al Sheikh, Selasa malam.
Seorang pejabat Pemerintah Israel mengatakan, realisasi normalisasi koordinasi kedua pihak sudah di ambang pintu.
”Kami sudah sangat dekat,” kata pejabat yang enggan disebut namanya itu, mengutip pertukaran pesan antara Menteri Pertahanan Israel dan pejabat pada Otoritas Palestina.
”Satu hal yang pasti, yang membantu Palestina memutuskan hal itu adalah kemenangan Biden pada pemilu Amerika,” katanya.
Walau demikian, rencana normalisasi koordinasi Palestina-Israel itu dipersepsikan berbeda oleh Kelompok Hamas, yang menjalankan Jalur Gaza. Mereka mengutuk keputusan Otoritas Palestina menormalisasi koordinasi dengan Israel.
Dalam pernyataannya, Hamas menyebut bahwa keputusan itu sebagai sebuah pengkhianatan atas upaya rekonsiliasi kelompok Hamas di Gaza dan Fatah di Tepi Barat. Hamas menyatakan, pemerintahan presiden AS terpilih Joe Biden tidak akan mengakhiri pendudukan Israel yang telah berusia setengah abad di wilayah Palestina.
Kantor PM Israel mengeluarkan pernyataan bahwa Netanyahu dan Biden telah melakukan pembicaraan melalui telepon dan presiden terpilih menegaskan kembali komitmennya yang dalam terhadap negara Israel dan keamanannya. Keduanya sepakat segera bertemu untuk membahas banyak masalah.
Israel sendiri menunda rencana mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat sebagai imbalan perjanjian normalisasi hubungan dengan tiga negara Arab, yaitu Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Qatar. (AFP/Reuters)