UE Alami Krisis Politik akibat Penolakan Polandia-Hongaria atas Anggaran UE
Polandia dan Hongaria memicu kemarahan di Brussels dan krisis politik baru di Uni Eropa setelah dua negara itu mengganjal rencana adopsi anggaran UE 2021-2027 dan paket stimulus pemulihan pandemi yang telah disepakati.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
BRUSSELS, SELASA — Uni Eropa kembali mengalami krisis politik setelah Polandia dan Hongaria, Senin (16/11/2020), memveto anggaran belanja UE untuk tujuh tahun ke depan serta rencana pemulihan dari pandemi Covid-19. Nilai paket anggaran jangka panjang dan pemulihan pascapandemi itu sebesar 1,8 triliun euro.
Para pemimpin UE mengira, perselisihan mengenai anggaran UE tahun 2021-2027 dan rencana stimulus terkait pandemi Covid-19 itu telah selesai pada pertemuan puncak secara maraton selama empat hari dan empat malam pada bulan Juli lalu. Mereka juga telah menyelesaikan perbedaan dengan Parlemen Eropa mengenai prioritas pengeluaran dan anggaran senilai 1,1 triliun euro serta paket stimulus sebesar 750 miliar euro.
Namun, Polandia dan Hongaria tetap menentang keras menyepakati usulan anggaran itu. Mereka menilai usulan tersebut tidak sejalan dengan aturan hukum UE.
Bertalan Havasi, Kepala Biro Pers Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban, Senin (16/11/2020), mengatakan bahwa PM Orban telah menulis surat kepada Kanselir Jerman Angela Merkel, Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel berisi sikap dirinya untuk memveto anggaran UE dan paket stimulus untuk pemulihan dari pandemi.
”Tidak ada kesepakatan sampai tercapai kesepakatan atas semua hal,” tulis Orban dalam surat tersebut.
Di Warsawa, Menteri Kehakiman Polandia Zbigniew Ziobro menyatakan dalam konferensi pers, Senin kemarin, bahwa ”tidak ada persetujuan terhadap mekanisme (di UE)” dan bahwa mekanisme seperti itu ”secara radikal membatasi kedaulatan Polandia”.
Para pejabat UE bersikukuh pada mekanisme baru yang menghubungkan penegakan hukum dengan pendanaan anggaran UE agar mereka memiliki perangkat dalam menghadapi pemerintahan seperti yang dijalankan PM Polandia Mateusz Morawiecki dan PM Hongaria Viktor Orban. Kedua pemerintahan itu dituding UE telah mengikis kebebasan peradilan dan kebebasan media.
”Kami telah kehilangan banyak waktu mengingat gelombang pandemi kedua dan kerusakan ekonomi yang parah,” kata Michael Clauss, Duta Besar Jerman untuk UE. ”Sangat penting bahwa seluruh paket sekarang diadopsi dengan cepat. Jika tidak, UE akan menghadapi krisis yang serius.”
Jerman saat ini memegang jabatan Presiden bergilir UE dan ingin menyelesaikan perdebatan mengenai anggaran dan langkah pemulihan dari pandemi sebelum masa jabatan negara itu sebagai Presiden UE habis pada akhir tahun ini. Masalah itu selanjutnya bakal dibahas oleh para menteri urusan Eropa dalam pertemuan negara-negara UE melalui konferensi video, Selasa (17/11/2020) ini.
Pertemuan puncak
Pertemuan tersebut digelar untuk mempersiapkan bahan agenda bagi pertemuan puncak para pemimpin Uni Eropa yang dijadwalkan pada Kamis (19/11/2020) mendatang. ”Kami sekarang akan melanjutkan konsultasi intensif kami dengan semua pihak yang terlibat,” kata Clauss.
Pendanaan dari anggaran tahun 2021-2027 dan paket stimulus itu sangat dibutuhkan Eropa yang saat ini dihadapkan pada tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Anggaran itu akan berlaku mulai 1 Januari mendatang. Para pejabat UE berharap kesepakatan terkait anggaran dan paket stimulus tersebut dapat dicapai dalam beberapa pekan mendatang.
Beberapa pengamat politik menyebut ancaman yang dilontarkan Hongaria dan Polandia saat ini hanyalah gertakan. Sebab, dengan memveto keseluruhan anggaran, anggaran untuk dua negara itu bisa dipotong besar. Dua negara bekas negara komunis di Eropa Tengah tersebut biasa menerima dana anggaran dari UE lebih besar daripada dana yang mereka setorkan sebagai anggota UE.
Menurut Warsawa dan Budapest, mereka menentang anggaran dan paket stimulus UE itu justru untuk menghormati supremasi hukum. Dalam pertemuan, Senin kemarin, dubes kedua negara itu di UE memveto setiap usulan lanjutan terkait anggaran jangka panjang dan penanggulangan pandemi itu.
Veto oleh Polandia dan Hongaria itu pun sontak memicu kemarahan di Brussels. Manfred Weber, pemimpin kelompok kanan-tengah di Parlemen Eropa, menyatakan, ”Jika Anda menghormati supremasi hukum, tidak ada yang perlu ditakuti. Menyangkal seluruh pendanaan krisis Eropa dalam krisis terburuk sejak beberapa dekade adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab.”
Namun, Pemerintah Hongaria mengaku tidak menyesal dan bergeming dengan sikap dan keputusannya. ”Hongaria telah memveto anggaran,” kata Zoltan Kovacs, juru bicara PM Viktor Orban, dengan alasan bahwa paket itu harus mencerminkan kesepakatan yang dicapai pada Juli lalu.
”Kami tidak dapat mendukung rencana dalam bentuknya saat ini untuk mengaitkan kriteria negara hukum dengan keputusan anggaran.”
PM Polandia Mateusz Morawiecki telah mengancam akan memveto hasil pertemuan itu pada pekan lalu. Pada Senin kemarin, Menteri Kehakiman Polandia Zbigniew Ziobro, yang terkenal sebagai sosok dengang garis-garis pemikiran keras, kembali terlibat dalam krisis ini. ”Pertanyaannya, apakah Polandia akan menjadi sasaran perbudakan politik dan terlembaga,” kata Ziobro.
”Karena ini bukanlah sebuah aturan hukum, tetapi benar-benar bersifat kelembagaan, perbudakan politik, pembatasan radikal atas kedaulatan,” lanjut Ziobro.
Para diplomat senior Eropa mengatakan, tidak ada keraguan dari negara-negara lain yang setuju untuk melonggarkan ketentuan aturan hukum atas rencana persetujuan terhadap anggaran itu. Sebagian melihat langkah Polandia dan Hongaria itu dilakukan semata demi anggaran yang lebih besar bagi keduanya.
”Kami akan melihat apakah Budapest dan Warsawa sedang mencari jaminan dan apakah ini dapat diterima,” kata seorang sumber dari kalangan diplomat Eropa.
Ia melihat kondisi saat ini atas UE bukanlah sebuah ”krisis politik yang serius”. Jika Polandia dan Hongaria itu terus bertahan dengan sikap mereka, kedua negara tidak dapat dikeluarkan dari UE. Namun, demikian peringatan yang disampaikan seorang diplomat Eropa lainnya, negara anggota UE lainnya harus mencari cara lain untuk membangun politik anggaran blok itu.
Kesepakatan yang muncul dari pertemuan tingkat tinggi pada Juli lalu merencanakan anggaran 2021-2027, yang disebut Kerangka Keuangan Multi-tahunan. Nilainya sebesar 1,1 triliun euro ditambah dengan rencana pemulihan atas pandemi Covid-19 sebesar 750 miliar euro.
Parlemen Eropa menilai jumlah anggaran itu tidak mencukupi. Namun, Parlemen Eropa kemudian menerima kesepakatan baru yang diusulkan pada pekan lalu dengan tambahan anggaran sebesar 16 miliar euro.
Pertemuan awal pekan ini dilakukan untuk menandatangani hal itu sekaligus membahas rencana untuk mengizinkan UE menerbitkan surat utang bersama dan mengumpulkan dananya sendiri. (AP/AFP/REUTERS)