Jepang-Australia Siap Tanda Tangani Pakta Pertahanan untuk Hadapi China
Pakta pertahanan dengan Australia itu bakal menjadi pakta pertahanan keamanan pertama bagi Jepang setelah Jepang menandatangani persetujuan pasukan keamanan dengan Amerika Serikat tahun 1960.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
TOKYO, SELASA — Dua negara dengan kekuatan militer yang signifikan sekaligus negara sekutu Amerika Serikat di Asia, Jepang dan Australia, akan memperkuat hubungan mereka dengan pakta pertahanan keamanan. Pakta pertahanan keamanan ini merupakan upaya kedua negara dalam menghadapi China yang kian agresif di Asia dan merambah ke Pasifik.
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga dan PM Australia Scott Morrison akan menandatangani pakta pertahanan keamanan bersejarah yang disebut dengan Kesepakatan Akses Resiprokal itu, Selasa (17/11/2020), di Tokyo, Jepang. Pakta pertahanan keamanan itu akan menetapkan kerangka hukum yang legal bagi pasukan keamanan masing-masing.
Dengan pakta tersebut, pasukan keamanan kedua negara dapat saling berkunjung dalam kerangka pelatihan dan operasi militer bersama.
Proses pembahasan pakta pertahanan keamanan itu tidak mudah. Proses perundingannya saja membutuhkan waktu hingga enam tahun, dan masih harus diratifikasi terlebih dahulu oleh parlemen kedua negara.
Pakta pertahanan dengan Australia itu bakal menjadi pakta pertahanan keamanan pertama bagi Jepang setelah Jepang menandatangani persetujuan pasukan keamanan tahun 1960 yang memperbolehkan AS mendirikan pangkalan militernya di dalam dan sekitar wilayah Jepang. Di pangkalan militer itu, AS menempatkan kapal perang, pesawat tempur, dan ribuan tentaranya. Pakta tersebut merupakan aliansi militer yang mendasari seluruh operasional keamanan regional.
Ketika menelepon Suga, Presiden terpilih AS terpilih Joe Biden menjanjikan komitmen untuk tetap mempertahankan hubungan yang dekat dengan Jepang.
Pengaruh China
Selama ini, Jepang dan Australia berupaya mencari cara mempererat hubungan dan kini hampir terwujud. Alasannya, kedua negara sama-sama khawatir dengan China yang kian agresif di kawasan, termasuk militerisasi di Laut China Selatan, manuver di kepulauan Laut China Timur, dan manuver-manuver militer lain yang dilakukan di negara-negara kepulauan di Pasifik.
”Akan sangat membantu jika negara lain ikut aktif dalam kegiatan militer dan operasi di wilayah regional karena AS sudah terlalu kewalahan,” kata Grant Newsham, peneliti fellow di Forum Jepang untuk Studi Strategi.
Untuk menghadapi China, Suga seusai dilantik bulan lalu langsung berkunjung ke Vietnam dan Indonesia untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara mitra di kawasan Asia Tenggara. Suga kemudian mengikuti pertemuan tingkat menteri luar negeri dari Jepang, Australia, AS, dan India—empat negara yang masuk dalam kelompok Quad—di Tokyo. China menganggap sekumpulan negara itu sebagai NATO mini di Asia.
Jepang memilih mempercepat kerja sama dengan Australia terlebih dahulu karena India masih terlihat ragu-ragu untuk memperdalam hubungan bilateral. Kerja sama pertahanan ini didorong sejak keduanya sepakat bekerja sama tahun 2007.
Pada tahun 2013, Jepang dan Australia juga sepakat untuk berbagi pasokan militer dengan tambahan amunisi pada tahun 2017. Meski Jepang tidak mau berperang lagi setelah Perang Dunia II, Pasukan Bela Diri Jepang adalah salah satu militer terbesar dan paling modern di Asia. Jepang memiliki pesawat tempur siluman, kapal induk pengangkut helikopter, kapal selam, dan baru-baru ini juga membuat kendaraan amfibi dengan dibantu korps marinir AS.
Australia juga termasuk salah satu negara dengan kekuatan militer di kawasan regional yang penting. Australia mempunyai kendaraan amfibi yang bisa dibawa kapal induk dan dikirim untuk menjalani misi ke luar negeri. (REUTERS)