Meraba Politik Luar Negeri AS Era Biden
Dari beberapa nama dalam daftar calon anggota kabinet Presiden terpilih AS Joe Biden terlihat ada kecenderungan pragmatis dalam kebijakan luar negeri AS era Biden yang berbeda dari era Donald Trump.

Dalam foto bertanggal 9 November 2020 ini, Presiden terpilih AS Joe Biden berpidato di The Queen theater di Wilmington, Delaware, AS.
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuding China lebih suka apabila Joe Biden menang pemilu. Trump tidak pernah menunjukkan bukti tudingannya. Namun, memang ada sejumlah pelobi China dalam daftar calon anggota kabinet Biden.
Setelah penghitungan sementara menunjukkan dirinya mempunyai cukup suara untuk terpilih, Biden mulai bersiap memimpin AS. Ia menyusun tim peralihan kekuasaan hingga daftar calon anggota kabinet. Dalam daftar itu, antara lain, ada Antony Blinken dan Michele Flournoy.
Bersama Susan Rice, Blinken disebut sebagai calon menteri luar negeri (menlu). Blinken juga disebut-sebut sebagai calon penasihat keamanan nasional. Adapun Flournoy digadang-gadang menjadi calon menteri pertahanan.
Baca juga: Trump Menang, China Senang
Blinken, Flournoy, dan Rice bekerja bersama Biden sejak hampir 30 tahun lalu. Kala Barack Obama menjabat Presiden AS dan Biden menjadi wakilnya, tiga orang itu berada di pemerintahan.
Selepas pensiun dari pemerintahan Obama pada 2017, Blinken dan Flournoy mendirikan WestExec. Lembaga konsultan ini, antara lain, menawarkan jasa pendampingan kepada perusahaan-perusahaan AS yang akan memperluas usaha di China. WestExec menawarkan jasanya di tengah perang dagang AS-China yang dipicu Trump.

Foto tanggal 22 Februari 2010 ini memperlihatkan Direktur Jenderal Pertahanan untuk Kebijakan AS Michele Flournoy (kiri) berbicara dengan Letnan Jenderal Marinir John Paxton, Direktur Operasi pada Staf Bersama di Capitol Hill, Washington DC, AS.
Sebagai mantan Wakil Menlu AS, Blinken berpengalaman berurusan dengan China. Sementara Rice lebih dikenal karena menduduki sejumlah jabatan dan membuat keputusan-keputusan terkait Afrika.
Tidak hanya diisi pelobi China, daftar calon anggota kabinet Biden juga diperkuat Thomas Donilon, salah satu bakal calon direktur Badan Pusat Intelijen AS (CIA). Ia dikenal sebagai salah satu orang yang berperan dalam menyusun doktrin Penyeimbangan Ulang Pasifik (Pacific Rebalance). Dalam doktrin yang dikenalkan pada era Obama itu, AS menargetkan menyiagakan hingga 60 persen armadanya di Pasifik sebagai respons atas kebangkitan China.
Baca juga: Perempuan-perempuan Dalam Radar Biden
Donilon juga pernah disorot sebagai salah seorang pejabat tinggi AS era Obama yang secara terbuka mengkritik China. Ia menyokong Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang disebutnya sebagai sisi ekonomi dari doktrin Penyeimbangan Ulang Pasifik.
Pragmatis
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Evan A Laksmana, mengatakan, terlalu dini untuk menduga arah kebijakan luar negeri Biden. Penyebabnya, antara lain, orang-orang yang akan mengurus kebijakan luar negeri pemerintahan Biden masih diseleksi.
Dari nama-nama yang beredar, menurut Evan, ada kecenderungan pragmatis. Karena itu, tidak mudah mengharapkan wujud kebijakan luar negeri AS akan fokus pada isu-isu terkait nilai universal, seperti demokrasi dan hak asasi manusia. Bahkan, bisa disebut bahwa sebagian pihak hanya bermimpi jika mengharapkan AS di bawah Biden akan fokus pada hal-hal itu terkait watak kabinetnya yang pragmatis.

Rice, misalnya, tak selalu kaku menolak intervensi militer AS di negara lain. Pada era Bill Clinton, ia tidak sepakat dengan intervensi militer di Rwanda. Namun, di negara lain, selepas genosida Rwanda, ia setuju intervensi militer asing. Bersama Blinken, Rice banyak terlibat dalam penyusunan kesepakatan nuklir Iran. Blinken juga terlibat dalam kebijakan AS di Pakistan dan Afghanistan.
Baca juga: Biden Bentuk Tim Transisi
”Cukup banyak ’Orang Asia’ dalam daftar calon anggota kabinet Biden,” ujar Evan.
”Orang Asia” yang dimaksud Evan adalah orang-orang yang mempunyai rekam jejak pernah membuat kebijakan atau intensif berhubungan dengan masalah Asia.
Meski demikian, kebijakan luar negeri mungkin bukan prioritas utama Biden selepas dilantik pada 20 Januari 2021. Dalam berbagai kesempatan, Biden terus menyatakan bahwa fokusnya kala mulai memerintah adalah pemulihan AS dari dampak Covid-19. Dengan kata lain, urusan dalam negeri akan menjadi prioritas Biden.

Mobil-mobil terlihat mengantre di area parkir Stadion Dodger di Los Angeles, California, AS, Sabtu (14/11/2020). Pengendara atau orang berada di dalam mobil-mobil itu akan mengikuti tes Covid-19.
Kalaupun menjadi perhatian, bentuk politik luar negeri (polugri) AS di bawah Biden akan mirip pada era Obama atau Clinton. Nama-nama yang digadang mengisi jabatan terkait penerapan polugri pada era Biden adalah orang-orang yang terlibat dalam polugri AS pada era Obama dan Clinton.
Hal itu berarti kemungkinan akan ada perbedaan kebijakan luar negeri AS era Biden dari bentuk yang ditawarkan Trump. ”Akan ada perubahan mendasar, antara lain, di area nuklir, perdagangan internasional, dan kestabilan sektor keuangan,” tulis Huang Jing, pakar hubungan internasional Universitas Budaya dan Bahasa, Beijing, di Nikkei Asia Report.
Baca juga: Layanan dan Keamanan Nomor Satu Bagi Pemimpin Negara Adidaya
Tidak akan mengejutkan apabila AS di bawah Biden akan kembali aktif dalam forum multilateral. Menurut Huang, keterlibatan di forum itu merupakan salah satu unsur kekuatan dan kepemimpinan AS.
Washington juga perlu bekerja sama dengan Beijing untuk kestabilan sistem keuangan global dan pemulihan akibat Covid-19. Meskipun digambarkan bermusuhan amat sengit, faktanya adalah China berada di peringkat kedua dalam daftar pemberi utang kepada AS. Beijing juga memiliki dollar AS terbanyak. AS-China sama-sama rugi kalau sistem keuangan global tidak stabil.

Foto tanggal 4 Desember 2013 ini memperlihatkan Presiden China Xi Jinping berjabat tangan dengan Wakil Presiden AS Joe Biden di Gedung Balai Agung Rakyat, Beijing, China.
Selanjutnya, seperti dicontohkan kala dunia memutuskan memerangi cacar, perlu kerja sama kekuatan besar untuk bisa membasmi pandemi global. Di tengah pandemi Covid-19, AS-China dan negara-negara lain perlu bekerja sama mencari cara pemulihan global.
Isu Timur Tengah
Untuk kawasan Timur Tengah, Biden hampir dipastikan akan kembali menekankan solusi dua negara dalam konflik Palestina-Israel dan pentingnya digelar perundingan langsung di antara mereka. Ia juga akan mendorong rekonsiliasi di kawasan Arab Teluk antara Qatar dan Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab, serta mendorong Arab Saudi mencapai solusi damai di Yaman.
Pada era AS di bawah Biden, peta kawasan Teluk dan Timur Tengah akan berubah, terlebih jika Biden menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran tahun 2015. Hal itu akan berdampak menurunkan ketegangan hubungan Qatar dengan negara Arab tetangganya dan meredakan pula hubungan tegang Turki dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).
Baca juga: Kemenangan Biden Hidupkan Harapan Normalisasi Hubungan Palestina AS
Bahkan, tidak menutup kemungkinan negara-negara Arab Teluk memilih bekerja sama dengan Iran untuk mewujudkan kawasan aman dan damai di kawasan Teluk dengan dukungan pemerintahan Biden. Perubahan peta itu memang tidak segera terjadi, tetapi butuh minimal satu tahun setelah Biden berkuasa.

Seorang warga Palestina membaca halaman muka koran Al-Quds dengan judul dalam bahasa Arab yang berarti ”Joe Biden Presiden Baru AS” di depan bangunan Kubah Batu di kompleks Masjidil Aqsa di Kota Tua Jerusalem, Minggu (8/11/2020).
Namun, peneliti pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hamdan Basyar, ragu bahwa AS di bawah Biden akan mengubah kebijakan terhadap Iran dan Timur Tengah. Bagi AS, Iran tetap akan dipandang sebagai musuh.
Baca juga: Washington Larang Perusahaan AS Berinvestasi di China
Selain itu, para calon menlu AS di bawah Biden juga dikenal sebagai pendukung Israel. Saat menjabat Wakil Tetap AS untuk PBB, Susan Rice dikenal sebagai pendukung Israel garis keras. Sementara Donilon pada 2012 pernah hanya khusus mendatangi Israel—dan tidak mendatangi negara lain di sekitar Israel—untuk berdiskusi dengan Benjamin Netanyahu.
Adapun Blinken pernah menyebut Biden tidak akan mengaitkan dukungan militer AS untuk Israel pada isu-isu sensitif, seperti pendudukan Israel di Tepi Barat dan Lembah Jordania. Dengan kata lain, AS di bawah Biden akan tetap membuat Israel memiliki peralatan perang tercanggih dan tidak akan menghentikan pasokan senjata ke sekutu terdekatnya di kawasan Timur Tengah itu.
AS di bawah Biden mungkin juga tidak akan terang-terangan menganulir keputusan Presiden Donald Trump mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel dan pemindahan kantor kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem. Namun, Biden secara de facto akan membekukan keputusan Trump tersebut dengan terus menekankan kota Jerusalem Timur harus diselesaikan melalui perundingan final dan pentingnya ada solusi yang rasional atas isu Palestina. (AP/REUTERS)