Resmi Ditandatangani, RCEP Jadi Penopang Pemulihan dari Korona
Kesepakatan RCEP akan meningkatkan akses pasar dengan tarif dan kuota dihapuskan atas lebih dari 65 persen barang yang diperdagangkan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
HANOI, MINGGU — Lima belas negara, Minggu (15/11/2020), secara resmi menandatangani kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP). Pakta perdagangan terbesar di dunia dari sisi produk domestik bruto itu diharapkan menjadi penopang proses pemulihan Asia Tenggara dan negara-negara yang terlibat di dalamnya dari tekanan akibat pandemi Covid-19.
Kesepakatan RCEP ditandatangani oleh 10 anggota ASEAN, ditambah dengan China, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Australia. Pakta itu menyangkut pasar 2,2 miliar orang dengan ukuran gabungan 26,2 triliun dollar AS atau 30 persen dari PDB dunia. Pakta ditandatangani dalam rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-37 ASEAN yang digelar secara virtual di Hanoi, Vietnam.
”Saya senang mengatakan bahwa setelah delapan tahun kerja keras, mulai hari ini, kami secara resmi telah menyelesaikan negosiasi RCEP untuk ditandatangani,” kata Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc.
”Kesimpulan dari negosiasi RCEP, perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia, akan mengirimkan pesan yang kuat yang menegaskan peran utama ASEAN dalam mendukung sistem perdagangan multilateral, menciptakan struktur perdagangan baru di kawasan, memungkinkan fasilitasi perdagangan yang berkelanjutan, merevitalisasi rantai pasokan yang terganggu oleh Covid-19 dan membantu pemulihan pascapandemi,” ujarnya lagi.
Kesepakatan RCEP itu akan meningkatkan akses pasar dengan tarif dan kuota dihapuskan atas lebih dari 65 persen barang yang diperdagangkan. Lewat RCEP, bisnis akan dapat diprediksi dengan aturan asal umum dan peraturan yang transparan.
Kemitraan itu juga akan mendorong perusahaan untuk berinvestasi lebih banyak di kawasan ini, termasuk membangun rantai pasokan dan layanan, serta untuk menciptakan lapangan kerja. Perjanjian itu memiliki 20 bab, 17 lampiran, dan 54 jadwal komitmen yang mencakup akses pasar, aturan dan disiplin ilmu, serta kerja sama ekonomi dan teknis.
”Penandatanganan Perjanjian RCEP merupakan peristiwa bersejarah karena mendukung peran ASEAN dalam memimpin perjanjian perdagangan multilateral sebesar ini, terlepas dari tantangan global dan regional dan negosiasi selama delapan tahun,” kata Dato Lim Jock Hoi, Sekretaris Jenderal ASEAN.
”RCEP akan memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan untuk pemulihan yang cepat dan kuat bagi bisnis dan masyarakat di wilayah kami, terutama selama krisis pandemi Covid-19 saat ini,” katanya lagi.
RCEP memperkuat ambisi geopolitik regional China yang lebih luas di sekitar Prakarsa Sabuk dan Jalan.
India absen selama penandatanganan virtual. Pemerintah India menarik diri dari perjanjian tahun lalu karena kekhawatiran tentang barang-barang murah China yang memasuki negara itu. India dapat bergabung di kemudian hari jika memilih untuk ikut terlibat di dalam kemitraan itu.
Kesepakatan untuk menurunkan tarif dan membuka perdagangan jasa di dalam blok itu juga tidak termasuk Amerika Serikat di dalamnya. Kemitraan itu dipandang sebagai alternatif yang dipimpin China.
”RCEP memperkuat ambisi geopolitik regional China yang lebih luas di sekitar Prakarsa Sabuk dan Jalan,” kata Alexander Capri, seorang pakar perdagangan di National University of Singapore Business School, merujuk pada proyek investasi khas Beijing yang memproyeksikan infrastruktur dan pengaruh China yang mencakup dunia. ”(RCEP) ini semacam elemen pelengkap,” tambah Capri.
Di tengah negara-negara yang masih berjuang melawan pandemi Covid-19, penandatanganan kemitraan itu diharapkan bakal membantu mengurangi biaya ekonomi pemulihan.
Covid-19 telah mengingatkan kawasan itu mengapa perdagangan penting dan pemerintah lebih bersemangat dari sebelumnya untuk memiliki pertumbuhan ekonomi yang positif.
”Covid-19 telah mengingatkan kawasan itu mengapa perdagangan penting dan pemerintah lebih bersemangat dari sebelumnya untuk memiliki pertumbuhan ekonomi yang positif,” kata Deborah Elms, Direktur Eksekutif Asian Trade Centre, sebuah konsultan yang berbasis di Singapura sambil menambahkan, ”RCEP dapat membantu mewujudkannya.”
Hal terpenting dari penandatanganan RCEP adalah kemitraan itu harus membantu mengurangi biaya dan membuat hidup lebih mudah bagi perusahaan. Lewat kemitraan itu, mereka mengekspor produk ke mana pun di dalam blok tanpa memenuhi persyaratan terpisah untuk setiap negara.
Perjanjian tersebut menyentuh kekayaan intelektual, tetapi perlindungan lingkungan dan hak tenaga kerja bukan bagian dari pakta.
Kesepakatan itu juga dipandang sebagai cara bagi China untuk menyusun aturan perdagangan di kawasan itu. Hal ini setelah AS di bawah Presiden Donald Trump membuat Washington menarik diri dari pakta perdagangannya sendiri, Kemitraan Trans-Pasifik (TPP).
Meskipun perusahaan multinasional AS akan dapat memperoleh keuntungan dari RCEP melalui anak perusahaan di negara-negara anggota, para analis mengatakan kesepakatan itu dapat menyebabkan presiden terpilih Joe Biden memikirkan kembali keterlibatan Washington di wilayah tersebut.
Ini bisa membuat AS melihat manfaat potensial bergabung dengan kesepakatan penerus TPP, Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP), kata Rajiv Biswas, kepala ekonom APAC di IHS Markit.
”Namun, ini diperkirakan tidak akan menjadi masalah prioritas langsung, mengingat tanggapan negatif yang cukup besar terhadap negosiasi TPP dari banyak segmen pemilih AS karena kekhawatiran hilangnya pekerjaan AS ke negara-negara Asia,” tambahnya.
Media Pemerintah China, CGTN, dalam tajuk rencana terbarunya menyatakan China lebih menekankan diplomasi dan dialog daripada konfrontasi. Penyelesaian RCEP, dan lebih banyak kesepakatan perdagangan serupa, adalah buktinya. Disebutkan bahwa RCEP adalah langkah maju yang sangat besar untuk integrasi ekonomi di Asia.
Di tingkat diplomatik, perjanjian ini penting karena mereka menjunjung tinggi norma perdagangan multilateral. Ditegaskan, kesepakatan itu lebih signifikan mengurangi upaya Amerika Serikat untuk memisahkan China dari perekonomian global. (AFP/REUTERS)