Pengunjuk Rasa Thailand Memanjat Monumen Demokrasi Bangkok
Thailand selama berbulan-bulan dilanda demonstrasi besar yang dipimpin mahasiswa untuk menentang pemerintah dan monarki.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
BANGKOK, MINGGU — Pengunjuk rasa pro-demokrasi Thailand memanjat Monumen Demokrasi di Bangkok, Sabtu (14/11/2020) malam, dan membentangkan spanduk raksasa bertuliskan slogan antipemerintah.
Thailand selama berbulan-bulan mengalami demonstrasi besar-besaran yang dipimpin mahasiswa. Aksi menentang pemerintah dan monarki kali ini pun didengungkan secara masif lewat kelompok hip hop Thailand yang membidik monarki dengan lagu baru mereka.
Para demonstran menuntut konstitusi baru dan perubahan pada cara keluarga kerajaan bertindak. Mereka pun mendesak Perdana Menteri Prayut Chan-Ocha yang naik ke tampuk kekuasaan dalam kudeta 2014 untuk mengundurkan diri.
Beberapa ribu orang menghadiri rapat umum bertema karnaval yang dijuluki ”Mob Fest” di Monumen Demokrasi, persimpangan utama di Bangkok, Sabtu. Sore harinya, siswa sekolah menengah dan pengunjuk rasa lainnya menulis di spidol dan pesan dengan cat semprot di atas seprai putih raksasa.
”Kamu telah mencuri masa depanku yang cerah,” demikian bunyi salah satu pesan. ”Demokrasi akan menang.”
Seorang desainer grafis Bangkok, Pearl (25), menyaksikan sekelompok pengunjuk rasa menggunakan tangga untuk memanjat menara tengah Monumen Demokrasi setinggi 3 meter. Hal itu dilakukan saat sejumlah musisi tengah beraksi di tengah aksi itu. ”Ini adalah tindakan simbolis dari kebebasan berbicara,” katanya.
Para pengunjuk rasa menyanyikan lagu ”Les Miserables” versi Thailand, ”Do You Hear the People Sing?”. Para penonton mengangkat tangan memberi hormat tiga jari—referensi budaya pop untuk film Hunger Games.
Sebelumnya mereka berbalik dan melakukan gerakan yang sama seperti iring-iringan mobil kerajaan yang lewat. Secara terpisah, Raja Maha Vajiralongkorn dan Ratu Suthida sedang dalam perjalanan untuk membuka jalur kereta baru di tempat lain di kota itu. Ribuan pendukung royalis mengenakan pakaian warna kuning untuk menunjukkan dukungan.
Kelompok hip-hop Thailand Rap Against Dictatorship memulai debut lagu terbaru mereka ”Reform” di depan penonton langsung pada protes hari Sabtu malam. Grup ini merilis klip video musik pada Jumat (13/11/2020).
Klik itu telah ditonton 1,4 juta kali dengan tampilan gambar dan video dari aksi protes para mahasiswa sebelum-sebelumnya.
Ikon musik budaya kontra telah lama membuat jengkel pihak berwenang Thailand. Dua anggota band, Dechathorn Bamrungmuang ”HockHacker” dan Thanayut Na Ayutthaya ”Eleven Finger”, ditangkap dan didakwa melakukan penghasutan pada Agustus. Namun, kemudian mereka dibebaskan dengan jaminan.
”Anda berpesta dengan pajak kami, jadi kami tidak lagi bisu. Tidak, kami tidak akan merendahkan diri, ini salam tiga jari kami,” kata penyanyi rap band dalam lagu baru mereka.
Dechathorn mengatakan lagu itu terinspirasi oleh kurangnya respons pemerintah terhadap gerakan protes dan kegagalan untuk bertindak atas tuntutannya. ”Ya, saya takut ditangkap lagi, itulah mengapa kata-kata dalam lagu itu datang dari massa protes,” kata Dechathorn kepada AFP.
”Kami mengajukan pertanyaan daripada hanya mengutuk pemerintah dalam lagu ini,” kata Nutthapong ”Liberate P” Srimuong seraya menambahkan, dia berharap hal itu membawa agenda reformasi ke khalayak yang lebih luas.
Kantor Nasional Buddhisme Thailand minggu ini mengeluarkan perintah yang melarang biksu dan samanera menghadiri protes massal. Namun, larangan itu tidak menghentikan dua biksu untuk naik ke atas panggung.
”Para pemimpin agama Buddha telah memperingatkan jika kita berpartisipasi, mereka akan mengambil gelar kita dan mengusir kita keluar dari agama. Mereka juga harus melakukan itu kepada Sang Buddha,” kata seorang biksu kepada kerumunan. ”Saya berhak menggunakan jubah oranye saya sebagai tameng bagi orang-orang.”
Siswa sekolah menengah yang sebelumnya marah dan menyebut diri mereka gerakan Siswa Buruk berkumpul di luar kementerian pendidikan Thailand. Mereka lalu bergabung dengan aksi demonstrasi utama. Mereka ingin Menteri Pendidikan Nataphol Teepsuwan mengundurkan diri.
”Dia telah gagal untuk mereformasi sistem pendidikan sehingga dia mati bagi kami,” katnya kepada AFP saat dia meletakkan bunga ke dalam peti mati kayu di sebelah foto menteri.
Para siswa menyerukan perombakan sistem sekolah, kurikulum, aturan ketat, kode pakaian, dan standar potongan rambut. (AFP)