Orang Nomor Dua Al Qaeda Tewas di Tangan Intelijen Israel
Salah seorang tokoh Al Qaeda dikabarkan tewas oleh intelijen Israel. Pembunuhan terjadi di jalanan kota Teheran, Iran.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
WASHINGTON, SABTU — Abdullah Ahmed Abdullah, orang kedua kelompok Al Qaeda yang dituduh mendalangi pengeboman dua kedutaan besar Amerika Serikat, dibunuh intelijen Israel dalam sebuah operasi di Iran tiga bulan lalu. Selain menewaskan Abdullah, operasi intelijen Israel ini juga menewaskan putri Abdullah, Miriam.
Laporan tentang tewasnya Abdullah pertama kali dipublikasikan oleh The New York Times, Jumat (13/11/2020). Empat pejabat di kalangan intelijen menyebutkan bahwa operasi intelijen Israel untuk membunuh Abdullah merupakan perintah Pemerintah AS yang telah melacak pergerakannya di Iran selama bertahun-tahun.
Dalam laporannya, The New York Times menyebutkan, Abdullah yang memiliki nama alias Abu Muhammad al-Masri ditembak mati oleh dua pria yang menggunakan sepeda motor di sebuah jalan di kota Teheran, Iran, 7 Agustus lalu. Abdullah atau Masri tengah berkendara dengan putrinya pada Jumat malam itu ketika tiba-tiba dua pengendara sepeda motor berhenti di samping mobilnya dan menembakkan senjata api ke arah mobil yang ditumpanginya.
Pembunuhan itu terjadi dalam kondisi geopolitik yang dinamis di Timur Tengah, terutama di tengah upaya AS mendamaikakn Israel dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah. Akibatnya, kematian Masri tidak dikonfirmasi hingga beberapa bulan sejak kematiannya.
Bahkan, kematian Masri, orang nomor dua dalam kelompok teroris ini, terkesan ditutupi. Media-media Iran mengidentifikasi korban sebagai Habib Daoud, seorang profesor sejarah asal Lebanon, dan putrinya yang berusia 27 tahun, Maryam. Saluran berita Lebanon, MTV, dan akun media sosial yang terafiliasi dengan Pasukan Garda Revolusi Iran menyebut Daoud sebagai anggota kelompok Hezbollah, organisasi militan yang didukung Iran di Lebanon.
Salah satu pejabat intelijen mengatakan bahwa nama Habib Daoud adalah nama samaran yang diberikan oleh pejabat Iran kepada Masri untuk menutupi jejak kematiannya. Pada bulan Oktober, mantan pemimpin Jihad Islam Mesir, Nabil Naeem, yang menyebut Masri sebagai teman lama, mengatakan hal yang sama kepada saluran berita Saudi, Al Arabiya.
Kelompok Al Qaeda hingga saat ini belum mengumumkan perihal kematian tersebut. Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh, membantah isi pemberitaan The New York Times tentang pembunuhan Abdullah atau Masri yang terjadi di jalanan ibu kota Iran, Teheran.
Khatibzaden balik menuding bahwa artikel ini mencoba mengaitkan Iran dengan kelompok Al Qaeda, sebuah kelompok teroris, dengan informasi palsu yang dilakukan intelijen Pemerintah AS. ”Taktik Presiden Donald Trump agar Iran terkesan menakut-nakuti sudah menjadi rutinitas,” kata Khatibzadeh, dikutip dari kantor berita IRNA.
Para petinggi yang membawahkan bidang keamanan dan intelijen AS sejauh ini belum mengeluarkan pernyataan, termasuk dugaan keterlibatan AS dalam operasi ini. Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih juga tidak segera menanggapi permintaan komentar. Begitu juga dengan Pemerintah Israel.
Status paling dicari
Masri ditetapkan oleh Biro Penyidik Federal (FBI) sebagai orang yang paling dicari oleh Pemerintah AS karena mendalangi pengeboman dua kedutaan besar AS, yaitu di Nairobi, Kenya, dan Dar es Salaam, Tanzania, tahun 1998. Sebanyak 224 orang meninggal akibat ledakan itu dan ratusan lainnya terluka. FBI memberi hadiah 10 juta dollar AS bagi siapa saja yang bisa memberikan informasi mengenai keberadaannya.
Dikutip dari laman Combating Terrorism Center, Masri yang terlahir dengan nama Abdullah Ahmed Abdullah lahir pada Juni 1963 di Gharbia, daerah di hilir Sungai Nil, Mesir. Masri sebelum ikut serta dalam kegiatan terorisme sempat menjadi pesepak bola profesional di sebuah klub sepak bola Mesir.
Masri dalam sejumlah dokumen yang ditemukan pada beberapa fasilitas Al Qaeda disebut bergabung dengan Osama bin Laden sejak awal pendirian organisasi teroris tersebut. Dia, dalam salah satu catatan, berada pada urutan ketujuh daftar keanggotaan kelompok ini ketika didirikan, tepat berada di atas anggota Dewan Syura, Saif al-Adl.
Setelah Osama bin Laden tewas di tangan pasukan AS di Pakistan, Al Qaeda dipimpin oleh Ayman al-Zawahiri, yang pernah memimpin kelompok Egypt Islamic Jihad (EIJ) sebelum berkoalisi dengan jaringan Al Qaeda. Masri menjadi orang nomor dua di Al Qaeda setelah wakil Al Qaeda sebelumnya, Khair, tewas dalam sebuah serangan di Idlib, Suriah.
Para pejabat intelijen negara-negara Barat menyatakan bahwa para pemimpin Al Qaeda menjalani status tahanan rumah di Iran. Masri diketahui telah menjalani status itu sejak 2003. Namun, menurut beberapa pejabat intelijen AS, Masri telah hidup bebas di pinggiran kota Teheran sejak 2015. Semua hal ini dibantah Iran.
Masri dan Saif al-Adl diketahui tengah membimbing putra Osama bin Laden untuk bisa memimpin organisasi itu kelak.
Menurut dokumen sangat rahasia yang diproduksi oleh Pusat Kontra Terorisme Nasional AS pada 2008, Masri adalah ”perencana operasional yang paling berpengalaman dan cakap bukan di AS atau penahanan Sekutu”. Dokumen tersebut menggambarkan dia sebagai ”mantan kepala pelatihan” yang ”bekerja erat” dengan Adl. Hamza bin Laden kemudian menikahi putri Masri, Miriam. (REUTERS)