Raja Salman Minta Dunia Bersikap Lebih Keras kepada Iran
Riyadh tampaknya waspada terhadap janji presiden terpilih AS, Joe Biden, untuk meninjau kembali pakta nuklir dengan Iran.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
RIYADH, KAMIS — Raja Arab Saudi, Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, Kamis (12/11/2020), mendesak negara-negara di dunia untuk mengambil sikap tegas terhadap musuh bebuyutannya, Iran. Desakan itu muncul seiring meningkatnya kemungkinan bahwa presiden terpilih Amerika Serikat, Joe Biden, akan berusaha menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan Teheran.
Riyadh tampaknya waspada terhadap janji Biden untuk meninjau kembali pakta nuklir antara negara-negara besar dan Iran itu. Kesepakatan penting itu dinegosiasikan ketika dia menjabat sebagai wakil presiden di masa kepemimpinan Barack Obama.
”Kerajaan meminta komunitas internasional untuk mengambil sikap tegas terhadap rezim Iran,” kata Raja Salman dalam pidato tahunannya kepada Dewan Syura, badan penasihat pemerintah tertinggi Saudi, Kamis dini hari.
”Sikap tegas ini harus menjamin bahwa rezim Iran dicegah memperoleh senjata pemusnah massal, pengembangan program rudal balistiknya, dan mengancam perdamaian dan keamanan.”
Pernyataan Raja Salman muncul hanya sehari setelah pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), memperingatkan bahwa persediaan uranium yang diperkaya Iran telah meningkat menjadi lebih dari 12 kali batas yang diizinkan.
Hal itu berdasarkan pada kesepakatan 2015 sejak Presiden Donald Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan itu. Raja Salman tidak secara langsung menyebut Biden dalam pidatonya.
Amerika Serikat secara sepihak keluar dari kesepakatan pada Mei 2018. Langkah itu diikuti dengan memberikan ”tekanan maksimum” terhadap Iran, termasuk sanksi sepihak yang melumpuhkan, yang disambut baik oleh Riyadh.
Kekuatan Sunni Arab Saudi dan Syiah Iran terkunci dalam pergumulan selama puluhan tahun atas supremasi di Timur Tengah. Kedua negara juga berada di pihak yang berlawanan dalam konflik regional, mulai dari Suriah hingga Yaman.
Pihak IAEA memperingatkan pada Rabu (11/11) bahwa penjelasan Iran atas keberadaan bahan nuklir di situs yang tidak diumumkan di negara itu tidak dapat dipercaya. Pihak IAEA belum mengidentifikasi situs yang dipermasalahkan.
Namun, sumber-sumber diplomatik telah mengindikasikan kepada AFP bahwa situs itu berada di Distrik Turquzabad di Teheran, yang sebelumnya diidentifikasi oleh Israel sebagai situs yang diduga sebagai tempat aktivitas nuklir rahasia.
Para pengamat memperingatkan bahwa tindakan Iran dapat memicu perlombaan senjata nuklir di Timur Tengah. Penguasa de facto Kerajaan Arab Saudi, Putra Mahkota Mohammad bin Salman, menyatakan pada 2018 bahwa jika Iran mengembangkan bom nuklir, Riyadh juga akan menyusul langkah itu secepat mungkin.
Badan-badan intelijen AS dilaporkan sedang memeriksa upaya Arab Saudi, yang memiliki cadangan bijih uranium yang sangat besar, untuk membangun kapasitasnya memproduksi bahan bakar nuklir yang dapat membantu kerajaan itu mengembangkan bom. Hal itu diturunkan oleh New York Times dalam sebuah laporannya pada Agustus lalu.
Dalam pidatonya, Raja Salman juga mengecam pemberontakan terkait Iran di negara tetangga mereka, Yaman, karena berulang kali menembaki warga sipil di kerajaan dengan pesawat nirawak dan rudal balistik. Arab Saudi memimpin koalisi militer melawan kubu pemberontak dalam konflik lima tahun terakhir.
Konflik itu telah menewaskan puluhan ribu orang dan mengusir jutaan orang dari tempat tinggal mereka. Perserikatan Bangsa-Bangsa menggambarkan konflik tersebut sebagai bencana kemanusiaan terburuk di dunia.
Raja Salman juga menegaskan kembali dukungannya untuk solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina. Dia tidak membahas kesepakatan normalisasi baru-baru ini antara Israel dan sekutu Saudi, mulai dari Bahrain, Uni Emirat Arab, hingga Sudan.
Terlepas dari hubungan klandestinnya dengan Israel, Arab Saudi telah menolak untuk secara resmi mengakui negara Yahudi itu tanpa resolusi untuk masalah Palestina. Pidato Raja Salman itu digelar hanya beberapa hari sebelum KTT G-20 digelar pada 21-22 November mendatang.
Konferensi itu akan digelar oleh Arab Saudi selaku tuan rumah mengingat pemerintah negara itu sebagai ketua G-20 tahun ini. (AFP)