Putra Mahkota Saudi Siapkan Balasan Keras terhadap Pelaku Serangan di Jeddah
Arab Saudi termasuk menjadi negara yang rutin menjadi sasaran serangan teroris. Negara itu telah melakukan reformasi besar-besaran pada sektor keamanan. Namun, kekerasan masih terjadi di negara itu.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
RIYADH, JUMAT — Arab Saudi berjanji membalas sekeras mungkin terhadap kelompok-kelompok ekstrem yang berada di balik serangan di Jeddah, hari Rabu lalu. Tekad ini dilontarkan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman, Kamis (12/11/2020). Kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu.
Serangan tersebut terjadi kala Arab Saudi mengenang para korban Perang Dunia I di Jeddah. Peringatan dihadiri perwakilan Perancis, Inggris, Yunani, Italia, dan Amerika Serikat. Selepas serangan yang melukai sedikitnya dua orang itu, NIIS mengaku bertanggung jawab.
NIIS menyebutnya sebagai pembalasan atas penerbitan karikatur yang menghina Nabi Muhammad di majalah Perancis, Charlie Hebdo. NIIS menyebut serangan itu ditujukan kepada Konsul Perancis di Jeddah. Kelompok ekstrem tersebut tidak menunjukkan bukti untuk klaim mereka.
NIIS juga mengklaim serangan di Irak serta rangkaian teror di Perancis dan Austria. Dalam kasus terakhir serangan teror, Presiden Perancis Emmanuel Macron menolak mengecam penerbitan karikatur itu.
”Kami akan terus menangkal semua kelompok ekstrem... tindakan-tindakan dan gagasan-gagasan (mereka),” kata Pangeran Mohammed dalam pidatonya pada sidang Dewan Shura, lembaga tertinggi penasihat pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
”Kami akan terus melibas dengan keras siapa pun yang ingin mengganggu keamanan dan stabilitas kita,” ujar Pangeran Mohammed, seperti tertuang dalam teks pidatonya yang dirilis kantor berita Arab Saudi (SPA). Ia menyatakan, mereka yang melancarkan tindakan-tindakan kekerasan bakal menerima ”hukuman yang pedih dan keras”.
Serangan di Jeddah tersebut terjadi dua pekan setelah seorang warga Arab Saudi melukai satpam pada konsulat Perancis di Jeddah. Pangeran Mohammed, atau yang dikenal dengan panggilan sesuai inisial namanya, MBS, berkomitmen untuk terus melawan ekstremisme serta menolak dan mengecam semua jenis terorisme.
Ia menyebut, teror terus menurun di Arab Saudi sejak reformasi keamanan pada 2017. Ia memperingatkan, siapa pun akan mendapatkan hukuman berat dan menyakitkan jika melakukan terorisme atas nama jihad.
MBS juga mendesak siapa pun untuk berhenti mengolok-olok simbol agama dan kepercayaan pihak lain. Sebab, tindakan itu bisa menjadi alasan bagi tindakan ekstremisme dan terorisme. Sejak menjadi putra mahkota, MBS berusaha mengubah negara dari citra konservatif garis keras menjadi lebih moderat. ”Ekstrimisme tidak ditoleransi lagi di Arab Saudi,” ujarnya.
Untuk melunakkan negaranya, MBS, antara lain, memangkas kewenangan polisi Syariah, mengizinkan penonton pria dan wanita bercampur kala menyaksikan konser, film, atau hiburan lain. Keputusannya menyenangkan kaum muda Arab Saudi.
Korban
Arab Saudi termasuk menjadi negara yang rutin menjadi sasaran serangan teroris. Pada 18 Oktober 2020, NIIS menganjurkan para simpatisan dan milisinya menyerang aneka fasilitas perminyakan Arab Saudi. Kelompok militan tersebut beralasan, fasilitas itu disebut dipakai untuk kepentingan kafir.
Sebagai produsen minyak mentah terbesar, Arab Saudi memang mengekspor minyak besar-besaran. Dari rata-rata 10 juta barel minyak bumi yang disedot Arab Saudi setiap hari, hampir 8 juta barel diekspor ke Eropa, Amerika, dan Asia Timur.
Sebelum itu, serangan teror di Arab Saudi amat beragam. Serangan tersebut, antara lain, berupa bom mobil dekat Masjid Nabawi di Madinah pada 2016 dan bom bunuh diri di Mekkah pada 2017. Ada pula baku tembak dengan milisi NIIS di Riyadh pada 2017.
Selepas insiden di Riyadh dan Mekkah, MBS memerintahkan reformasi besar-besaran pada sektor keamanan. Banyak pejabat dicopot dan aparat diperiksa karena dinilai gagal mencegah rangkaian teror. (AP/AFP/REUTERS)