Meski Dunia Terkoneksi, Respons Pandemi Tidak Terkoordinasi
Koordinasi dan kerja sama menjadi kunci melawan pandemi Covid-19 yang menyebar dengan cepat tanpa mengenal batas negara.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Koordinasi dan kerja sama antarnegara dalam menghadapi pandemi sangat lemah. Kenyataan ini terjadi juga di kawasan Asia Tenggara.
JAKARTA, KAMIS — Pandemi Covid-19 yang kini melanda dunia, pada beberapa aspek, telah memperlihatkan lemahnya koordinasi dan kerja sama antarnegara atau multilateral. Padahal, untuk menghadapi wabah yang menyebar cepat tanpa mengenal batas negara, dua hal itu menjadi sangat penting.
Demikian benang merah yang disampaikan sejumlah pakar kesehatan dalam acara virtual ”The Inevitability of Pandemic: Is Asia Pacific Prepared?” yang diadakan Singapore Press Club, Kamis (12/11/2020).
Leong Hoe Nam, pakar penyakit menular dari Rumah Sakit Mount Elizabeth Novena, Singapura, menegaskan, dunia bisa saja terkoneksi satu sama lain, tetapi tidak terkoordinasi ketika menghadapi pandemi. Sementara di satu sisi patogen menyebar dengan cepat tanpa mengenal batas negara.
Setiap negara pasti melakukan sesuatu untuk menekan kasus pandemi Covid-19, tetapi upaya negara-negara itu untuk berjejaring dalam respons pandemi, termasuk kolaborasi dengan pihak swasta, masih lemah. Salah satu hal yang bisa dikerjasamakan dalam kerangka itu ialah logistik kesehatan.
Lance Little, Board Member Asia Pacific Medical Technology Association, menambahkan, tidak hanya lemah dalam kolaborasi dan kerja sama antarnegara, banyak negara juga lemah dalam kolaborasi di dalam negerinya sendiri.
Berulang kali Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mendorong para pemimpin dunia untuk bekerja sama dan bertindak bersama dalam melawan pandemi. ”Ini bukan cuma pilihan yang cerdas. Ini pilihan yang benar dan ini satu-satunya pilihan yang ada,” ujarnya dalam Aspen Security Forum, Agustus.
Menurut Tedros, pandemi telah menekan sistem kesehatan semua negara hingga pada batasnya. ”Dunia membelanjakan miliaran dollar AS uangnya untuk mengantisipasi potensi serangan teroris. Namun, pandemi telah mengingatkan, jika kita tidak berinvestasi dalam kesiapsiagaan pandemi dan krisis iklim, dunia akan terdampak hebat,” ujarnya.
Ning Zhou, Associate Professor Kardiologi di Rumah Sakit Tongli, Wuhan, China, sekaligus penyintas Covid-19, mengatakan, yang paling penting ialah investasi dalam tes. ”Tes sebanyak mungkin orang yang memiliki gejala atau kontak dengan orang positif dan isolasi mereka yang sakit,” kata Ning.
Sementara Anna Ong Lim dari Perhimpunan Penyakit Menular Anak Filipina berpendapat, negara dengan tes Covid-19 yang masif memiliki respons yang baik dalam penanggulangan pandemi.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Laboratorium Indonesia Aryati mengatakan, kesiapan laboratorium sebagai aspek fundamental dalam respons pandemi di Indonesia sangat beragam. Adapun target tes PCR sebanyak 40.000-50.000 sehari belum tercapai. ”Kita sedang menuju ke sana,” ujarnya.
Kasus di Asia Tenggara
Sementara itu, hingga kemarin, total kasus Covid-19 yang telah dilaporkan oleh negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN) mencapai hampir satu juta kasus dengan Indonesia menjadi pemuncak negara dengan total kasus Covid-19 terbanyak disusul oleh Filipina.
Pada Rabu, Kamboja menghentikan semua acara pemerntahan di ibu kota negara dan provinsi tetangganya selama dua minggu untuk mencegah penyebaran Covid-19 meluas setelah sejumlah kasus positif terkait dengan Menteri Luar Negeri Hongaria Peter Szijjarto yang berkunjung ke negara itu pada 3 November.
Szijjarto terdiagnosis positif ketika tiba di Thailand. Semua jadwal Szijjarto di ”Negeri Gajah Putih” pun dibatalkan dan ia terbang pulang ke Hongaria pada 4 November. Duta Besar Hongaria untuk Thailand dan Kamboja pun kemudian didiagnosis positif Covid-19.
Sejauh ini, Kamboja telah menggelar tes pada lebih dari 1.000 orang kontak dalam kunjungan Szijjarto dan empat di antaranya ditemukan positif, yaitu Duta Besar Hongaria untuk Kamboja, pengawal Szijjarto asal Kamboja, seorang anggota parlemen, dan seorang pejabat senior di Kementerian Pertanian.
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen tidak mau menyatakan status darurat, bahkan ketika ia dan sejumlah anggota kabinetnya harus menjalani karantina.
Sementara itu, Direktur Divisi Penyakit Menular Departemen Pengendalian Penyakit Thailand Sopon Iamsirithaworn menginformasikan, seorang diplomat Hongaria di Bangkok yang duduk di mobil yang sama dan makan malam bersama Szijjarto terdiagnosis positif Covid-19. Diplomat berusia 53 tahun ini pun kemudian diisolasi.
Di Manila, Kementerian Kesehatan Filipina melaporkan 1.407 kasus baru Covid-19 dalam sehari dan 11 kasus meninggal baru. Kasus meninggal baru ini yang terendah selama hampir tiga bulan terakhir. Kasus baru ini membawa total kasus Covid-19 di Filipina menjadi 402.820 kasus dan 7.721 kasus meninggal.
Sementara negara dengan kasus tertinggi di Asia Tenggara, yakni Indonesia, kembali melaporkan 4.173 kasus Covid-19 baru dan tambahan 97 kasus meninggal, Kamis (12/11). Total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 452.291 kasus dengan 14.933 kasus di antaranya meninggal. (AP/REUTERS/ADH)