Badan Pangan Dunia dan Unicef mengingatkan bahwa Yaman dan anak-anaknya berada di jurang malapetaka kemanusiaan. Kekurangan bantuan pangan dan obat-obatan hingga penghentian konflik harus menjadi prioritas semua pihak.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Kondisi kekurangan gizi dan kelaparan di Yaman berada pada titik mengkhawatirkan. Jutaan warga, termasuk anak-anak, mengalami kondisi kekurangan gizi yang parah dan memiliki risio kematian tinggi sehingga membuat Yaman bergerak menuju kondisi malapetaka kemanusiaan.
Dalam data Program Pangan Dunia (WFP) dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) disebutkan, lebih dari 500.000 kasus kekurangan gizi akut pada anak balita (berusia di bawah lima tahun) terjadi di Yaman selatan. Dua lembaga ini juga tengah menyurvei kondisi anak-anak di Yaman utara. Mereka berasumsi, kondisi serupa, yakni kekurangan gizi akut dan risiko kematian yang tinggi, terjadi di wilayah ini.
”Kita berada pada kondisi menghitung mundur menuju malapetaka,” kata David Beasley, Kepala WFP, di hadapan 15 anggota Dewan Keamanan (DK) PBB di New York, Rabu (11/11).
Dia mengatakan, WFP beberapa kali pernah mempresentasikan kemungkinan terjadinya bencana kemanusiaan di Yaman kepada anggota DK PBB. Mereka juga pernah memperingatkan kemungkinan terjadinya bencana kemanusiaan yang lebih parah di negara itu.
”Jika kita memilih untuk berpaling, tidak ada keraguan dalam benak saya bahwa Yaman akan jatuh ke dalam kelaparan yang menghancurkan hanya dalam beberapa bulan mendatang,” kata Beasley kepada 15 anggota DK PBB.
Sejak 2014, Yaman dicengkeram konflik antara pemberontak Houthi yang didukung Iran dan pemerintah yang disokong koalisi militer pimpian Arab Saudi. Konflik tak berujung ini, berdasarkan catatan PBB, telah membuat Yaman sebagai negara dengan krisis kemanusiaan terbesar di dunia. Sebanyak 80 persen dari 24 juta rakyat Yaman bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup. Pandemi Covid-19 dan kekurangan dana bantuan memperburuk kondisi di sini.
Rabu (11/11), koalisi militer pimpinan Arab Saudi menyatakan berhasil mencegat dua kapal sarat bahan peledak di Laut Merah selatan yang diduga diluncurkan oleh kelompok pemberontak Houthi yang berada di Hudaidah, Yaman. Arab Saudi secara teratur menuduh Houthi berada di balik serangan rudal ke wilayahnya.
Data Unicef juga menunjukkan, peningkatan 15,5 persen kekurangan gizi akut pada kelompok usia yang rentan menyebabkan 98.000 jiwa berada pada tingkatan riziko kematian yang tinggi. Kondisi itu bisa dihindari apabila kelompok paling rentan ini menerima perawatan dengan segera.
”Data yang kami keluarkan hari ini menegaskan bahwa kekurangan gizi akut di antara anak-anak mencapai tingkat tertinggi yang kami lihat sejak perang dimulai,” kata Lise Grande, koordinator kemanusiaan PBB untuk Yaman.
Kebutuhan Dana Bantuan Mendesak
Memburuknya situasi kemanusiaan di Yaman, menurut pernyataan PBB, tidak terlepas dari belum berhentinya konflik dan kondisi ekonomi yang terus memburuk. Pandemi Covid-19 menambah tekanan terhadap keseluruhan situasi dan membawa populasi yang sudah tidak berdaya ini ke tepi jurang malapetaka. Program bantuan pangan darurat juga terganggu karena bantuan dana seret.
Pada pertengahan September lalu, Beasley mengungkapkan, lembaga yang dipimpinnya membutuhkan dana sekitar 4,9 miliar dollar AS atau sekitar Rp 72 triliun untuk memberi makan 30 juta warga dunia yang masuk dalam kategori risiko kematian tinggi. Secara global, jumlah orang yang berada di ambang kelaparan adalah 270 juta dan mayoritas berada di kawasan Timur Tengah dan Afrika.
Juli lalu, PBB juga mengeluarkan peringatan bahwa satu dari sembilan orang di dunia akan kelaparan. Pandemi dan situasi iklim yang berubah memperburuk tren yang sudah semakin memburuk.
Khusus untuk Yaman, PBB hanya bisa mencukupi separuh dari permintaan bantuan yang dibutuhkan, yaitu 1,43 miliar dollar AS dari kebutuhan total 3,2 miliar dollar AS dan diterima pada pertengahan Oktober lalu. Sebulan sebelumnya, PBB telah mengumumkan pengurangan bantuan krisis pada 300 pusat kesehatan. Kondisi itu juga berdampak pada pengurangan atau bahkan penutupan lebih dari sepertiga program kemanusiaan di Yaman.
Grande mengatakan bahwa beberapa negara donor Arab, termasuk Arab Saudi, gagal memenuhi janji mereka untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan karena mengalami masalah ekonomi akibat pandemi. Dia memperingatkan, jika perang tidak diakhiri sekarang, seluruh dunia, termasuk PBB, akan menyaksikan situasi yang tidak akan bisa diubah. ’Yaman berisiko kehilangan seluruh generasi anak-anak yang masih kecil,” kata Grande.
Kondisi di bangsal anak-anak di Yaman, bukti dari krisis itu, sangat jelas. Anak-anak dalam kondisi kurus, menangis lemah walau ibu dan keluarga mereka mencoba menenangkan mereka.
Banyak orangtua memilih merawat anak-anak mereka yang kekurangan gizi ke klinik ataupun rumah sakit karena khawatir risiko penularan Covid-19.
”Malnutrisi di sini dan di Yaman telah menjadi bencana besar dan ada peningkatan signifikan dalam persentase anak-anak yang kekurangan gizi,” kata Fahad Al-Qudsi, dokter anak yang bertugas di Rumah Sakit Joumhouri, Sana’a. Kondisi ini terjadi karena Yaman kekurangan obat-obatan serta nutrisi yang tepat untuk ibu hamil. (AFP/REUTERS)