Joe Biden terus mendapat dukungan dari sekutu negara itu di luar negeri. Negara mitra mengharapkan relasi dengan Amerika Serikat kembali membuahkan harapan positif.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
TOKYO, KAMIS — Meski masih ada penolakan di dalam negeri atas kemenangannya dalam pemilu Amerika Serikat, Joe Biden terus mendapat dukungan dari sekutu negara itu di luar negeri. Penolakan di luar negeri membuat sejumlah pakar keamanan dan intelijen khawatir.
Lewat telepon pada Kamis (13/11/2020), Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga memberi selamat kepada Biden. Ia menyampaikan, Jepang siap bekerja sama dengan AS terkait Indo-Pasifik. AS dan Jepang punya konsep berbeda soal Indo-Pasifik. Suga menekankan pentingnya persekutuan AS-Jepang di tengah perkembangan global kiwari.
Selain itu, ia juga membahas isu Senkaku dan penculikan warga Jepang oleh Korea Utara. Jepang dan China berebut Senkaku, pulau yang menurut Beijing bernama Daioyudao. Biden dinyatakan mendukung Jepang pada masalah itu. Adapun masalah penculikan telah menjadi perhatian hampir seluruh PM Jepang selama puluhan tahun. Selepas Perang Dunia II, Korut menculik sejumlah warga Jepang lalu dipaksa mengajarkan aneka teknologi dan pengetahuan kepada Korut.
Sebelum lewat telepon, Suga sudah memberi selamat kepada Biden melalui media sosial pada Minggu (8/11/2020). Suga termasuk salah satu pemimpin dunia yang menyelamati Biden setelah proses penghitungan suara sementara menunjukkan kemenangan capres AS dari Partai Demokrat itu. Ironinya, calon petahana Donald Trump dan para pendukungnya tidak kunjung mengaku kalah sampai sekarang.
Menteri Pertanahan, Transportasi, dan Infrastruktur Jepang Kazuyoshi Akaba meluapkan kekesalan atas penolakan Trump itu melalui media sosial. ”Presiden yang sedang menjabat menuding ada kecurangan pemilu dan menyatakan tidak akan menyerah. Apakah hanya saya yang melihat kediktatoran di sini? Ke mana teladan demokrasi pergi,” tulisnya di media sosial.
Eropa
Bukan hanya Jepang yang telah memberi selamat pada Biden. Inggris,Jerman, Perancis, dan Uni Eropa yang merupakan sekutu AS juga sudah memberi selamat kepada Biden. Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell berharap, hubungan UE-AS membaik kala AS di bawah Biden. ”Bukan rahasia, selama empat tahun terakhir keadaan menjadi rumit,” ujarnya.
Trump membuat AS berselisih dengan Eropa pada banyak hal. Trump menuding Eropa tidak menyediakan anggaran pertahanan memadai sehingga AS harus menanggung beban itu. Trump juga memicu perang dagang dengan mengenakan tarif bea masuk baru sehingga produk Eropa di AS lebih mahal.
Borrell berharap UE bisa segera mengundang Biden dalam telekonferensi dan membahas perubahan iklim. Walakin, ia mengajak semua pihak menunggu presiden terpilih AS dilantik pada 20 Januari 2021.
Sementara menunggu presiden terpilih dilantik, Trump tetap menjabat. Sejumlah pakar keamanan dan intelijen AS khawatir karena Trump tidak kunjung memulai proses peralihan kekuasaan. Keputusan Trump itu membuat Biden tidak kunjung dilibatkan dalam taklimat harian intelijen. Lewat pengarahan itu, presiden dan wapres mendapat perkembangan terbaru atas aneka isu. Berbekal asupan informasi dari berbagai lembaga intelijen sipil dan militer itu, presiden bisa membuat keputusan.
Dalam periode di antara pemilu dengan pelantikan, presiden yang akan digantikan biasanya mulai memberi akses taklimat itu kepada presiden pengganti. Para Presiden AS telah menjalankan tradisi itu selama puluhan tahun. Bahkan, Bill Clinton melakukan itu meski George W Bush masih menanti kemenangannya ditetapkan pengadilan. Padahal, pemilu 2000 yang dimenangi Bush disebut sebagai salah satu pemilu terketat karena selisih surat suara penentu kemenangan tidak sampai 1.000 lembar.
”Musuh tidak akan menanti proses peralihan selesai. Joe Biden seharusnya segera menerima taklimat harian intelijen. Dia harus tahu ancaman terbaru dan mulai menyusun rencana menghadapinya. Ini bukan tentang politik, melainkan masalah keamanan dalam negeri,” kata mantan Ketua Komite Intelijen DPR AS Mike Rogers.
Politisi Republikan, partai yang mengusung Trump di pemilu 2020, itu khawatir musuh AS memanfaatkan proses transisi kekuasaan di AS. Apalagi, AS harus membuat beberapa keputusan penting terkait keamanan dalam negeri dan internasional.
AS, antara lain, sedang berunding dengan Rusia soal pengendalian persenjataan nuklir. Jika Trump tidak membawa AS menyetujui kesepakatan baru, Biden hanya punya waktu 16 hari sejak dilantik untuk membuat keputusan terkait kesepakatan itu. Sebab, kesepakatan itu akan berakhir pada awal Februari 2021.
Lewat kesepakatan itu, AS-Rusia berusaha membahas jenis senjata nuklir yang harus dikendalikan. Biden juga harus membuat keputusan soal nuklir Iran dan Korut.
Sebagai senator dan wapres AS, Biden pernah punya pengalaman dan pengetahuan panjang soal keamanan dan luar negeri.Walakin, setelah pensiun sebagai wapres AS pada Januari 2017, Biden tidak mendapat perkembangan terbaru. Karena itu, ia perlu dilibatkan lagi dalam taklimat harian intelijen.
Kala ditanya soal akses pada taklimat itu, Biden menyebut pengarahan itu penting. ”Walakin, saya bukan presiden yang menjabat sekarang. Hanya boleh ada satu presiden dan dia akan menjabat sampai 20 Januari,” ujarnya.
Seorang senator Republikan, James Lankford, menyebut masalah itu akan segera selesai. ”Kalau tidak, saya akan bertindak, apa pun hasil pemilu,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa wakil Biden, Kamala Harris, juga harus mendapat pengarahan. Sampai dilantik sebagai Wapres AS, Harris berstatus sebagai senator dan karenanya dapat diberikan akses kepada informasi sensitif seperti taklimat intelijen. (AP/REUTERS)