Penyimpanan Calon Vaksin Korona dari Pfizer Jadi Tantangan Negara-negara Asia
Faktor penyimpanan menjadi tantangan calon vaksin Covid-19 produksi Pfizer di negara-negara di Asia. Cuaca panas dan suhu tinggi di negara-negara tropis sering kali diperparah oleh infrastruktur yang buruk.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
TOKYO, RABU — Calon vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Pfizer Inc dapat menjadi terobosan menggembirakan bagi dunia yang masih dalam cengkeraman pandemi Covid-19. Namun, calon vaksin yang menunjukkan efektivitas di atas 90 persen berdasarkan hasil uji klinis fase III ini menjadi tantangan di Asia yang beriklim tropis dan memiliki wilayah kepulauan.
Dunia bersorak pada awal pekan ini ketika Pfizer Inc mengumumkan tingkat efektivitas calon vaksin Covid-19 yang dikembangkan bersama dengan BioNTech SE itu. Namun, para ahli kesehatan memperingatkan bahwa vaksin itu—jika disetujui—bukanlah senjata pamungkas bagi kondisi pandemi Covid-19 saat ini.
Salah satu yang dijadikan perhatian adalah materi genetik yang membuatnya perlu disimpan pada suhu minus 70 derajat celsius (-94 F) atau di bawahnya.
Persyaratan tersebut merupakan tantangan yang dinilai berat bagi negara-negara di Asia serta di tempat-tempat seperti Afrika dan Amerika Latin. Cuaca panas dan suhu tinggi di negara-negara tropis sering kali diperparah oleh infrastruktur yang buruk. Kondisi-kondisi itu dinilai dapat menyulitkan untuk menjaga kondisi vaksin tetap prima selama pengiriman ke daerah perdesaan dan pulau-pulau.
Persoalan pengiriman itu dinilai sangat vital untuk dipastikan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 70 persen orang harus diinokulasi untuk mengakhiri pandemi. Benua Asia sendiri adalah rumah bagi lebih dari 4,6 miliar atau tiga perlima dari populasi global.
”Persyaratan penyimpanan di suhu di minus 70 derajat (celsius) itu persyaratan yang besar. Kami tidak memiliki fasilitas seperti itu,” kata Menteri Kesehatan Filipina Francisco Duque kepada Reuters. ”Kami harus menunggu dan melihat sekarang. Teknologi yang digunakan Pfizer adalah teknologi baru. Kami tidak memiliki pengalaman dengan itu, jadi risikonya bisa tinggi.”
Pfizer menyatakan bahwa pihak perseroan telah mengembangkan rencana dan alat logistik secara terperinci. Langkah itu dipastikan guna mendukung pengangkutan vaksin, penyimpanan, dan pemantauan suhu secara berkelanjutan. ”Kami juga telah mengembangkan inovasi pengemasan dan penyimpanan agar sesuai dengan tujuan di berbagai lokasi di mana kami yakin vaksinasi bakal digelar,” demikian pernyataan Pfizer.
Bagi negara-negara di Asia yang ekonominya lebih tinggi, seperti Korea Selatan dan Jepang, calon vaksin Pfizer itu juga diakui menjadi tantangan. ”Penyimpanan akan menjadi tantangan besar bagi kami,” kata Fumie Sakamoto, manajer pengendalian infeksi di Rumah Sakit Internasional St Luke di Tokyo.
”Saya tidak yakin seberapa siap pemerintah kita dalam menjaga penyimpanan. Rumah sakit di Jepang biasanya tidak memiliki freezer ultradingin, tetapi saya pikir sudah saatnya kita mulai memikirkan logistik untuk vaksin.”
Pfizer menyataan bahwa pihak perseroan telah mengembangkan rencana dan alat logistik secara terperinci guna mendukung pengangkutan vaksin, penyimpanan, dan pemantauan suhu secara berkelanjutan.
Jepang termasuk di antara tiga negara di Asia Pasifik yang telah mengumumkan kesepakatan pasokan untuk vaksin Pfizer/BioNTech. Tokyo telah menandatangani kesepakatan untuk 120 juta dosis, sementara Australia telah mengamankan 10 juta dosis. Adapun China telah mengamankan 10 juta dosis untuk Hong Kong dan Makau.
PHC Corp Jepang, perusahaan yang memasok freezer medis, mengatakan kepada Reuters bahwa permintaan atas produknya itu telah melonjak 150 persen tahun ini. Perseroan pun berupaya meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan.
Kwon Jun-wook, pejabat di Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (KDCA) Korsel, mengatakan bahwa pihaknya ingin melihat bagaimana vaksinasi berkembang di negara lain terlebih dahulu. Pihaknya pun akan meninjau rantai pasokan vaksin itu kelak secara menyeluruh.
Korsel baru-baru ini mengalami masalah penyimpanan di tempat pendingin. Negara itu dilaporkan harus membuang sekitar 5 juta dosis vaksin flu karena tidak disimpan pada suhu yang disarankan.
Sebuah studi tahun 2018 menemukan hanya seperempat dari 2.200 klinik swasta yang disurvei memiliki lemari es medis. Sebanyak 40 persen klinik kesehatan menggunakan lemari es rumah tangga untuk menyimpan barang-barang medis.
Ditangguhkan di Brasil
Secara terpisah dilaporkan bahwa regulator kesehatan Brasil menyatakan telah menangguhkan uji klinis calon vaksin Covid-19 yang dikembangkan China, yakni CoronaVac, yang dikembangkan Sinovac Biotech China. Penangguhan itu dilakukan setelah ditemukan insiden yang merugikan pada sukarelawan uji coba calon vaksin itu.
Regulator kesehatan Brasil, Anvisa, mengatakan telah ”memutuskan untuk menghentikan studi klinis vaksin CoronaVac setelah insiden merugikan yang serius” yang melibatkan penerima sukarelawan pada 29 Oktober 2020. Pihak Anvisa tidak memberikan rincian insiden karena terkait peraturan privasi. Namun, insiden dapat berupa kematian, efek samping yang berpotensi fatal, cacat serius, rawat inap, cacat lahir, dan ”peristiwa signifikan secara klinis” lainnya.
Penangguhan itu menjadi sebuah pukulan bagi Sinovac. Dalam pernyataan resminya, pihak Sinovac Biotech menyatakan keyakinannya dengan tingkat keamanan vaksin yang dikembangkan perusahaan. Sinovac mengatakan, insiden itu ”tidak terkait dengan vaksin” dan menambahkan bahwa pihaknya akan ”terus berkomunikasi dengan otoritas Brasil mengenai masalah itu.”
Pusat kesehatan masyarakat yang mengoordinasikan uji coba vaksin di Brasil, Butantan Institute, mengatakan pihaknya ”terkejut” dengan keputusan Anvisa. Lembaga itu ”sedang menyelidiki secara rinci apa yang terjadi” dan ”siap membantu badan regulator Brasil untuk memberikan klarifikasi yang diperlukan tentang setiap insiden merugikan dalam uji klinis.” (AFP/REUTERS)