Pemerintah Korea Selatan mengingatkan Amerika Serikat pentingnya pembicaraan untuk melucuti senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas hubungan AS-Korut akan berbeda dengan pandangan Presiden AS terpilih, Joe BIden.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
WASHINGTON, RABU — Pemerintah Korea Selatan mengingatkan Presiden Amerika Serikat terpilih, Joe Biden, perlunya memberi perhatian yang lebih terhadap permasalahan denuklirisasi Korea Utara dan perdamaian di Semenanjung Korea. Komplikasi pembicaraan mengenai perlucutan senjata nuklir dengan pemimpin tertinggi Korut bisa terjadi karena perbedaan pendekatan yang mungkin akan diambil oleh Biden.
Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung Wha di sela-sela kunjungannya di Amerika Serikat, Selasa (10/11/2020), mengingatkan hal itu dalam pertemuannya dengan sejumlah tokoh Partai Demokrat, di antaranya Senator Chris Coons, Senator Chris Murphy, dan John Allen, Kepala Brookings Institute. Dalam kunjungannya, dia juga akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo.
Dalam pertemuan itu, Kang menyampaikan komitmen Pemerintah Korea Selatan untuk memajukan aliansi dan kerja sama dalam masalah Korea Utara. Pemerintahan Presiden Moon Jae-in, kata Kang, ingin mendengarkan pandangan Biden tentang masalah kebijakan luar negeri.
”Saya menggarisbawahi kebutuhan untuk memperkuat upaya diplomatik untuk mencapai tujuan penghentian nuklir sepenuhnya di Semenanjung Korea mengingat urgensi masalah nuklir Korea Utara,” katanya. Kang juga mengatakan, dirinya memberikan penekanan khusus pada pentingnya percepatan dimulainya dialog AS-Korut sebagai prioritas utama.
Kantor Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan secara terpisah bahwa mereka tengah mengatur rencana pembicaraan lewat telepon antara Presiden Moon dan Presiden Biden pada Kamis (12/11).
Selain bertemu dengan tim Biden, Kang juga melakukan pertemuan dengan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Robert O’Brien. Mereka membahas masalah bilateral, regional, dan global termasuk pemilihan ketua Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). O’Brien dan Kang sepakat untuk menjaga kerja sama yang erat sampai pemerintahan baru memulai tugasnya di Gedung Putih.
Perbedaan pendekatan
Sejumlah analis menilai akan ada perubahan kebijakan luar negeri yang akan diambil oleh Pemerintah AS terhadap Korut. Mengikuti pandangan Biden yang menganggap pemimpin Korut sebagai ”preman” tampaknya kebijakan AS akan berbeda 360 derajat dibandingkan Trump.
Pada saat kampanye, Biden menyatakan dia tidak akan bertemu dengan Kim Jong Un tanpa ada syarat yang harus dipenuhinya. Biden juga secara terang-terangan mengkritik dan bahkan mengecam Trump yang menjalin hubungan baik dengan pemimpin Korut itu.
”Dia berbicara tentang teman baiknya, yang preman. Itu seperti mengatakan kami memiliki hubungan baik dengan Hitler sebelum dia menginvasi Eropa,” kata Biden tentang hubungan Trump dan Kim Jong Un.
Menurut analis, dengan pendekatan Trump yang luwes ketika berhadapan dengan Kim, Korut menilai ada peluang untuk mengamankan kesepakatan yang memungkinkannya menyimpan setidaknya beberapa senjata nuklir dan rudal balistik antarbenua (ICBM). Keduanya dilarang berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Mantan analis CIA, Soo Kim, menilai Pyongyang cukup kesal dengan perubahan kepemiminan di Gedung Putih. ”Mereka menyadari prospek pertemuan tingkat atas dengan seorang pemimpin AS akan tipis sekarang,” tambahnya.
Sepanjang proses dengan Trump, Pyongyang terus mengembangkan dan memajukan persenjataannya, menampilkan serangkaian senjata baru, termasuk ICBM baru yang besar, pada parade militer bulan lalu saat menandai ulang tahun ke-75 partai yang berkuasa. Korut juga telah melakukan lusinan peluncuran rudal sejak kegagalan pembicaraan Trump-Jong Un pada KTT Kim-Trump kedua di Hanoi pada Februari 2019.
Shin Beom Chul, peneliti pada Institut Riset Korea untuk Strategi Nasional, mengatakan, Pyongyang mungkin menunda pengujian senjata strategis di tahun ini karena mempertimbangkan faktor Trump. ”Korea Utara berharap Trump terpilih kembali,” katanya.
Namun, Pyongyang menjadi semakin frustrasi karena hubungan pribadi yang dibanggakan antara Kim dan Trump tidak mengarah pada pelonggaran sanksi atau konsesi substantif lainnya dari Washington.
Menurut analis lainnya, Park Won Gon, profesor hubungan internasional di Handong Global University, kemenangan Biden akan memperumit perhitungan Pyongyang. Kondisi itu membuat Pyongyang, menurut dia, mencoba mengganggu Korea Selatan dengan penciptaan ketegangan baru. ”Hal ini lebih aman,” katanya. (AFP/REUTERS)