Partai berkuasa di Myanmar pimpinan Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi atau NLD, mengklaim menang telak dalam pemilu parlemen Myanmar.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
YANGON, SENIN — Partai berkuasa di Myanmar pimpinan Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi atau NLD, mengklaim menang telak dalam pemilu parlemen kedua sejak berakhirnya junta militer di negeri itu. Dari hasil penghitungan suara NLD, mereka telah meraih jumlah suara yang cukup untuk bisa menguasai parlemen dan membentuk pemerintahan. Namun, NLD belum memublikasikan kepastian jumlah suaranya.
”Hasil pemilu ini menjanjikan bagi rakyat dan partai,” kata juru bicara NLD, Myo Nyunt, Selasa (10/11/2020). Pada pemilu 2015, NLD menang telak dengan 390 kursi.
Komite Pemilu Myanmar sedianya mengumumkan hasil penghitungan suara resmi, Senin. Namun, sampai Senin malam belum keluar hasilnya dan masing-masing kandidat serta partai mengeluarkan hasil penghitungannya sendiri. Jumlah kursi yang diperebutkan di majelis rendah sebanyak 315 kursi dari total 425 kursi. Adapun jumlah kursi di majelis tinggi yang diperebutkan 161 kursi dari total 217 kursi.
Pemilu yang diadakan, Minggu lalu, dianggap sebagai referendum terhadap pemerintahan demokratis Aung San Suu Kyi dan NLD. Suu Kyi masih didukung mayoritas rakyat Myanmar meski dikecam komunitas internasional karena tuduhan genosida terhadap masyarakat minoritas Rohingya.
Meski mendapatkan dukungan mayoritas rakyat, masih banyak calon pemilih yang tidak bisa memberikan suaranya karena pemilu dibatalkan di daerah-daerah yang rawan konflik. Belum lagi warga Rohingya yang tidak bisa memilih karena tidak diakui sebagai warga negara Myanmar. Uni Eropa dan Inggris mengkritik 1 juta warga yang tidak bisa memilih karena alasan itu, termasuk ratusan ribu warga Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mengatakan, pemilu ini menjadi langkah penting Myanmar dalam transisi demokratiknya. Meski demikian, AS juga mengkhawatirkan banyaknya kursi parlemen yang sudah dikuasai militer. AS akan terus memantau perkembangan proses pemilu Myanmar serta berharap penghitungan suara dan penyelesaian gugatan akan bisa ditangani dengan transparan dan bertanggung jawab.
Partai baru
Militer yang pernah berkuasa di Myanmar selama hampir 50 tahun itu menarik diri dari politik sipil sejak 2011. Namun, sampai saat ini masih menguasai seperempat kursi di parlemen. Ini dimungkinkan karena diatur dalam konstitusi yang disusun junta militer. Inilah yang hendak diubah oleh Suu Kyi.
NLD diperkirakan menang lagi, tetapi jumlah suaranya tak sebanyak saat pemilu 2015. Ini karena mulai banyak partai baru dan partai etnis minoritas yang muncul dan mendapatkan dukungan rakyat di beberapa daerah. Pengamat politik Myanmar, Yan Myo Thein, mengatakan, hasil perolehan suara sementara menunjukkan partai-partai etnis memenangi beberapa kursi di Negara Bagian Kayah, Mon, dan Shan.
Dari hasil itu, lanjut Thein, terlihat mayoritas rakyat sudah tidak mau militer terlibat di politik dan masih menghendaki Suu Kyi memimpin.
Sayang, lebih dari 1 juta orang tidak bisa memilih karena alasan keamanan di daerah rawan konflik. Sekretaris Jenderal partai Liga Arakan untuk Demokrasi, Myo Kyaw, mengatakan, Partai Nasional Arakan, partai nasionalis Rakhine, memenangi mayoritas kursi yang diperebutkan di negara bagian itu.
Partai Hak Asasi Manusia dan Demokrasi, partai Rohingya, kecewa karena rakyatnya tersingkir dari pemilu ini. Namun, pemerintah Myanmar menegaskan tidak mengakui warga Rohingya di Myanmar sebagai warga negara karena mereka migran dari Bangladesh meski banyak di antara mereka yang sudah tinggal di Myanmar puluhan tahun. (REUTERS/AFP)