Cari Sensasi Olahraga dan Jiwa
Pandemi telah mendorong penggunaan beragam produk teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Tak terkecuali untuk berolahraga. Sejumlah aplikasi membantu memberi sensasi baru.
Olahraga lari dan bersepeda mendadak menjadi tren pada saat pandemi Covid-19 menjungkirbalikkan kehidupan masyarakat dunia. Dua olahraga itu menjadi pilihan karena setidaknya bisa menjaga jarak fisik dengan orang lain.
Ketika kebijakan atau pembatasan sosial diberlakukan, orang pun terpaksa olahraga di dalam ruang demi menjaga kebugaran. Namun, setelah berbulan-bulan bertahan di rumah saja, muncul rasa bosan dan jenuh dengan olahraga yang monoton atau itu-itu saja.
Untuk mengatasi bosan dan jenuh, orang mulai memanfaatkan berbagai aplikasi yang bisa memberikan sensasi baru dalam berolahraga. Seperti biasa Justin Harper, wartawan BBC News di Singapura, yang memakai aplikasi baru di ponsel yang bisa membuat kegiatan larinya lebih seru karena seperti membawanya ke dalam sebuah petualangan sarat bahaya.
”Saya seperti menjadi pahlawan dalam cerita detektif saya sendiri. Lari kencang dari satu titik ke titik lain untuk melawan orang jahat,” kata Harper dalam tulisannya di BBC News, 3 November 2020.
Baca juga: Menyehatkan Tanpa Membahayakan
Plot petualangan itu ia dapat dari aplikasi bernama ”Running Stories”. Di aplikasi itu, kita seakan-akan menjadi agen rahasia. Musik latarnya pun dibuat mendebarkan. Ini adalah aplikasi terbaru yang dirancang untuk membuat olahraga lebih menarik dan menantang. Data real-time pelari diintegrasikan dengan jalan ceritanya. Alur ceritanya tidak bisa diduga karena selalu akan ada kejadian-kejadian mendebarkan saat pelari melewati penanda atau tonggak GPS di satu tempat tertentu.
Dalam alur cerita aplikasi itu, pelari merasakan petualangan seru, seperti harus menghindari incaran penembak jitu atau berlari kencang mengejar kapal cepat di sepanjang sungai. Jalan cerita dari aplikasi itu membuat pelari semakin terlibat dan membakar banyak kalori. Aplikasi baru ini untuk memotivasi mereka yang biasanya tidak menikmati lari dan mendorong para pelari baru untuk giat berolahraga.
Baca juga: Memanfaatkan Gawai dalam Berlari
Bagi pelari berpengalaman, aplikasi itu menawarkan kesempatan menambah volume lari jarak pendek untuk meningkatkan intensitas detak jantung selama latihan. ”Aplikasi ini membawa pengguna mengeksplorasi rute-rute baru dengan memakai data real-time yang mengubah kebiasaan lari menjadi cerita,” ujar kepala tim kreatif aplikasi itu, Joakim Borgstrom.
Aplikasi Running Stories sedang diuji coba di Singapura dan, menurut rencana, akan dirilis ke sejumlah kota di dunia dalam waktu dekat. Borgstrom menginginkan aplikasi ini dalam platform open source sehingga siapa saja bisa membuat ceritanya sendiri. Ada rencana untuk menggabungkan data real-time seperti kondisi cuaca dengan detak jantung untuk memperkaya pengalaman pengguna.
Kalau petualangan bak detektif kurang menarik, ada juga aplikasi cerita horor di mana pengguna bisa merasakan pengalaman dikejar-kejar zombie. Aplikasi The Zombies, Run! yang dikembangkan studio Inggris, Six to Start, ini sudah dirilis sejak 2012. Aplikasi ini sudah diunduh sekitar 10 juta kali dan 500.000 orang berolahraga lari dengan memakai aplikasi itu setiap bulan.
”Idenya muncul karena saya selalu ingin membuat lari lebih menyenangkan dan saya yakin permainan hanya dengan audio akan cocok dengan kegiatan apa pun dan kita tidak perlu melihat ponsel,” kata pencipta aplikasi itu, Adrian Hon.
Aplikasi Six to Start kini bukan hanya menawarkan cerita horor seperti dikejar-kejar zombie, tetapi juga cerita fiksi ilmiah, sejarah, bahkan cerita cinta.
Virtual
Selama masa karantina atau pembatasan sosial, penjualan alat olahraga dalam ruang, seperti teknologi sepeda statis, mendadak meroket. Muncul kesadaran orang untuk mulai giat berolahraga karena ada kebutuhan menjaga kebugaran.
Direktur Operasional Internasional Peloton, perusahaan sepeda dan teknologi sepeda statis, Kevin Cornils mengatakan sudah lama orang mulai beralih memilih olahraga di rumah saja dan tidak perlu ke tempat khusus olahraga. ”Orang mulai menyadari mereka bisa termotivasi juga dengan olahraga di dalam rumahnya sendiri,” ujarnya.
Baca juga: Jiwa Raga Sehat, Covid-19 Lenyap
Salah satu daya tarik terbesar Peloton adalah sisi konektivitasnya. Teknologi sepeda statis bisa menghubungkan satu pelari dengan pelari lainnya melalui virtual event sepeda Tour de France, misalnya, atau mengikuti kelas bersepeda dengan pendampingan instruktur secara daring.
Direktur Eksekutif Echelon Fitness, pesaing Peloton, Lou Lentine, melihat ketertarikan generasi muda pada konektivitas ini meningkat. Orang mungkin akan tetap datang ke tempat olahraga setelah pandemi berakhir, tetapi mungkin olahraga secara virtual ini juga akan tetap bertahan karena bisa menjadi lebih menarik.
Penjualan teknologi gawai yang bisa dikenakan seperti pelacak kebugaran di pergelangan tangan, misalnya, meningkat selama beberapa tahun terakhir. Evolusi gawai yang bisa dikenakan itu mencerminkan perubahan cara orang berpikir tentang cara menjaga kebugaran. Banyak orang mulai tidak puas lagi hanya dengan indikator pelacak dasar, seperti berat badan, tinggi badan, dan jumlah langkah yang sudah dicapai dalam sehari.
Baca juga: Olahraga 66 Kilometer di Tengah Wabah Covid-19, Bisa ... Di Dalam Rumah!
Oleh karena itu, mulai ditambahkan aspek lain dari kebugaran seperti indikator kesehatan mental, kualitas tidur, dan kesehatan jantung. Masa depan kebugaran dan teknologi gawai yang dikenakan itu ada pada membuat informasi yang tidak terlihat menjadi terlihat. Ada banyak informasi tambahan tentang tubuh kita untuk mengendalikan kondisi kesehatan. Seperti naik turun detak jantung, suhu kulit, bahkan sensor SpO2 yang bisa mengukur tingkat oksigen di dalam darah.
Selain membantu tubuh menjadi bugar, inovasi teknologi seperti itu berpotensi menjadi sistem peringatan dini kondisi tubuh. Para pakar memperkirakan ke depan akan ada teknologi yang lebih canggih, seperti kecerdasan buatan dan perubahan perilaku pasca-Covid-19.
Pakar industri konsumen di perusahaan konsultasi manajemen di Kearney, Sid Pathak, memperkirakan, dalam waktu dekat semua aspek kebugaran mulai dari gawai, makanan, sampai video latihan akan digabungkan dalam satu layanan.
Terpantau 24 jam
Dengan teknologi pelacak kondisi kesehatan yang kian personal. seseorang akan bisa memantau kondisi kesehatannya setiap saat. Detak jantung, kandungan gula dalam darah, kualitas tidur, semua bisa dipantau kapan pun kita kehendaki. Teknologi gawainya pun kian canggih dan beragam berbentuk jam atau alat kecil yang dipasang di lengan atau pergelangan tangan.
”Perkembangan teknologi untuk memantau kondisi kesehatan berkembang sangat cepat dan kita akan bisa tahu cepat kalau ada yang tidak beres dengan kondisi tubuh,” kata Direktur Laboratorium Olahraga, Performa, dan Keahlian di Institut Olahraga Perancis, Gael Guilhem.
Baca juga: Jam Tangan Pintar, Asisten bagi Petualang
Katie Rose Hejtmanek, associate professor Antropologi di Brooklyn College, New York, Amerika Serikat, dengan spesialisasi studi kebugaran dan olahraga menjelaskan olahraga dan kebugaran dari dulu sampai sekarang selalu menjadi bagian dari gaya hidup. Dulu, sekitar tahun 1982, ada tren olahraga senam di rumah dengan menonton rekaman video aktris Jane Fona. Sekarang, siapa pun bisa merekam dan mengunggah video senam melalui gawai apa pun.
”Selama pandemi ini, olahraga bukan hanya menjaga kesehatan tubuh atau supaya tetap kurus atau tidak gemuk, tetapi lebih banyak ke urusan menjaga kesehatan mental,” kata Hejtmanek kepada BBC.
Karena lebih banyak bertujuan untuk menjaga kesehatan mental, James Stark, associate professor studi Kedokteran Humaniora di the University of Leeds, Inggris, menduga tren olahraga di rumah dengan segala macam teknologi itu tidak akan langgeng dan orang akan kembali berolahraga di luar ruang atau di tempat-tempat olahraga seperti sebelum pandemi Covid-19 datang. Namun, teknologi gawai pemantau kebugaran dan kesehatan akan tetap bertahan.
Tempat-tempat olahraga mempunyai peran sosial yang berbeda. Orang tetap butuh rasa kebersamaan sekaligus ingin berkompetisi dengan orang lain. Kalau tidak ada lagi kebijakan karantina atau pembatasan, orang pasti akan kembali olahraga di tempat-tempat olahraga luar ruang. ”Lagipula, manusia sebagai mahluk sosial tetap butuh kontak dengan orang lain,” kata Stark. (AFP)