Badai Eta Melanda Guatemala, Ratusan Orang Tewas dan Hilang
Badai Eta membawa hujan lebat yang menyebabkan banjir mematikan di Nikaragua, Honduras, Guatemala, Kosta Rika, El Salvador, dan Panama.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
GUATEMALA CITY, SABTU —Sekitar 150 orang tewas dan belum ditemukan di Guatemala akibat tertimbun tanah longsor menyusul hujan lebat yang dipicu badai Eta. Jumlah korban tersebut setelah ditambahkan dengan lebih dari dua lusin korban tewas di tempat lain sejak badai Eta melanda Nikaragua, Selasa lalu.
Presiden Guatemala Alejandro Giammattei, Jumat (6/11/2020) atau Sabtu ini WIB, menjelaskan, badai Eta menghancurkan sebuah desa adat di bagian utara negaranya. Dia mengatakan, satu rombongan tentara telah tiba di desa Queja, Guatemala utara, untuk mengevakuasi para korban dan penduduk terdampak.
Giammattei mengatakan, sebuah laporan awal menyebutkan, 150 rumah warga telah terkubur dengan 100 orang tewas. Tanah longsor lainnya terjadi di Huehuetenango, dekat perbatasan dengan Meksiko, telah menyebabkan 10 orang tewas.
”Kami menghitung bahwa korban tewas dan hilang, diperkirakan sekitar 150 orang,” kata Giammattei memperbarui jumlah korban tewas di negara itu, yang dilaporkan pada Kamis lalu hanya 50 orang tewas.
Menurut Presiden Guatemala, situasi di Queja ”kritis”. Hujan deras belum juga berhenti dan memicu tanah longsor baru. Sejumlah ruas jalan juga putus.
Sekitar 2.500 orang di daerah adat Maya yang miskin telah kehilangan harta benda mereka akibat tersapu banjir lumpur. Badai Eta memorakporandakan Amerika Tengah yang mengakibatkan ratusan orang tewas dan hilang, serta kehancuran, sejak badai muncul pertama kali awal pekan.
Dua hari kemudian, badai itu keluar dari Honduras. Petugas dan lembaga peramal cuaca memperingatkan badai itu bisa kembali menguat menjadi badai tropis saat menuju Kuba. Kuba mulai mengambil langkah antisipasi pada Jumat untuk mengurangi dampak badai Eta yang diperkirakan tiba pada Minggu.
Meskipun badai Eta sebenarnya mulai melemah, Pusat Badai Nasional AS terus memperingatkan tentang banjir bandang yang mengancam jiwa di sebagian Amerika Tengah.
Badai tersebut membawa hujan lebat yang menyebabkan banjir mematikan di Nikaragua, Honduras, Guatemala, Kosta Rika, El Salvador, dan Panama. Dua orang tewas di Nikaragua saat badai Eta meluluhlantakkan daerah-daerah pesisir yang miskin dan menyapu seluruh desa di sana.
Badai Eta membawa bencana dengan kecepatan angin lebih dari 200 kilometer per jam di Nikaragua, Selasa lalu. Namun, kemudian melemah menjadi depresi tropis dan memicu hujan lebat di Honduras dan Guatemala.
Di Honduras, 10 orang tewas akibat tanah longsor dan banjir, kata pihak berwenang dan memperingatkan mungkin ada lebih banyak korban. Ribuan orang masih telantar di Lembah Sula di pusat industri di Honduras dan beberapa telah meminta bantuan melalui media.
”Kami membutuhkan perahu atau helikopter. Kami belum makan dalam dua hari, ada sekitar 60 orang di sini termasuk anak-anak,” kata seorang wanita kepada program Today, Jumat, dari Ciudad Planeta.
Pemerintah Honduras mengatakan, Jumat, 16.000 orang telah diselamatkan dari Lembah Sula.
Di Panama, kerusakan terkonsentrasi di Provinsi Chiriqui, di perbatasan dengan Kosta Rika. Di sana badai menghancurkan rumah, jalan, jembatan, dan tanaman. ”Delapan orang tewas,” kata Menteri Keamanan Kosta Rika Juan Pino.
Menurut Pino, jumlah korban bisa bertambah dengan lusinan daerah hilang dan rusak berat tidak dapat diakses. ”Kami baru saja memulai dengan tugas besar ini,” kata Pino.
Di Kosta Rika, seorang pria AS berusia 71 tahun dan istrinya, warga Kosta Rika, meninggal ketika tanah longsor mengubur rumah mereka di Coto Brus, perbatasan dengan Panama. Sekitar 1.400 orang diungsikan ke penampungan.
Seorang nelayan tewas pada Kamis di El Salvador. Pihak berwenang mengevakuasi 1.700 orang yang rumahnya terancam banjir.
Para ilmuwan mengatakan, saat lapisan permukaan laut menghangat karena perubahan iklim, badai menjadi lebih kuat dan membawa lebih banyak air, meningkatkan ancaman bagi komunitas pesisir di dunia.
Gelombang badai yang diperkuat oleh kenaikan air laut bisa sangat merusak. (AFP/REUTERS)