Peran Perempuan Prasejarah Lebih Luas dari Sekadar Urusan Domestik
Perempuan prasejarah ternyata tidak sepenuhnya berkutat dengan urusan domestik. Mereka juga turut serta berburu bersama kaum laki-laki.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
LIMA, KAMIS — Sebuah studi mengungkap ternyata kedudukan perempuan zaman prasejarah bukanlah di rumah mengurusi urusan domestik. Perempuan juga turut beraktivitas di luar rumah bersama laki-laki.
Para ilmuwan, Rabu (4/11/2020), mengatakan, mereka telah menemukan sisa-sisa perempuan muda yang terkubur 9.000 tahun lalu di Andes, Peru, bersama dengan peralatan berburu yang lengkap.
Berdasarkan hasil analisis lebih lanjut terhadap 27 individu di lokasi pemakaman dengan peralatan yang serupa, kelompok ilmuwan yang diketuai oleh Randall Haas dari University of California Davis menyimpulkan bahwa 30-50 persen pemburu di Amerika selama periode itu kemungkinan besar adalah perempuan.
Hasil penelitian para ilmuwan yang dipublikasikan di jurnal Science Advances itu bertolak belakang dengan anggapan umum bahwa dalam masyarakat berburu dan meramu, pemburu umumnya adalah laki-laki dan peramu dominan perempuan.
”Saya pikir temuan ini memberi tahu kita bahwa untuk, setidaknya, beberapa waktu di masa prasejarah, asumsi itu tidak benar,” ujar Haas.
Hass juga menambahkan bahwa hasil tersebut menyoroti kesenjangan dalam praktik ketenagakerjaan masa kini dalam beberapa aspek, seperti perbedaan upah berdasarkan jender, gelar, dan jabatan. Hasil ini benar-benar menggarisbawahi bahwa mungkin tidak ada yang ”alami” dalam ketimpangan itu.
Kerangka yang tersisa dari enam individu, termasuk dua pemburu, ditemukan oleh Haas tahun 2018 dan anggota komunitas lokal Mulla Fasiri di Wilamaya Patjxa, lokasi arkeologis penting di dataran tinggi Peru.
Analisis terhadap struktur kerangka pemburu dan molekul biologis yang disebut peptida pada enamel gigi mereka berhasil membuat para peneliti mengidentifikasi kerangka itu, yaitu satu kerangka milik perempuan berusia 17-19 tahun dan satu kerangka lagi laki-laki berusia 25-30 tahun.
Menurut Haas, ekskavasi lokasi pemakaman remaja ”menarik dan seru” bagi para tim peneliti. Ketika menggali, mereka menemukan berbagai alat berburu dan pemrosesan hewan yang memberikan bukti kuat status pemburunya.
Perkakas pemburu yang ditemukan, termasuk bongkahan batu untuk menebas hewan besar, pisau, serpihan batu untuk mengeluarkan organ dalam hewan, serta alat-alat untuk melepas dan menyamak kulit. Artefak tersebut kemungkinan disimpan dalam satu kantong kulit yang mudah rusak.
Menurut para peneliti dalam hasil studinya, kerangka remaja perempuan yang dijuluki ”WMP6” akan menggunakan senjata yang disebut ”atlatl”, sebuah tuas lempar tombak yang memungkinkan mereka melempar tombak lebih jauh.
Hewan buruan utama mereka saat itu kemungkinan spesies, seperti vikuna, kerabat llama yang merupakan nenek moyang alpaka yang liar, dan rusa Andes.
Untuk mengetahui apakah individu remaja perempuan itu adalah pengecualian atau salah satu dari banyak perempuan pemburu di masanya, para ahli melakukan kajian terhadap 429 individu yang terkubur di 107 lokasi di Amerika pada masa 17.000-4.000 tahun lalu.
Dari seluruh yang dikaji itu tim ilmuwan menemukan 27 individu yang sudah diidentifikasi jenis kelaminnya dan dikubur bersama perlengkapan berburu hewan besarnya. Dari jumlah itu, 16 individu adalah laki-laki dan 11 perempuan.
”Sampel ini sudah cukup untuk menyimpulkan bahwa partisipasi perempuan di awal masa berburu hewan besar dahulu kemungkinan tidak bisa dianggap remeh,” tulis tim peneliti tersebut. Dengan menggunakan model statistik, mereka memperkirakan bahwa 30-50 persen pemburu pada komunitas itu adalah perempuan.
Hasil studi ini menjadi bukti tambahan bagi literatur yang mendukung ”anggapan bahwa konstruksi jender era modern sering kali tidak mencerminkan konstruksi masa lalu”. Bukti serupa lainnya termasuk konfirmasi studi genetika atas perempuan pejuang Viking tahun 2017.
Akan tetapi, beberapa pertanyaan belum terjawab, seperti mengapa terdapat bias jender dalam aktivitas berburu pada masyarakat pemburu-meramu modern.
Secara teori mereka bisa saja dipengaruhi oleh pihak dari luar komunitas mereka. Bisa juga teknologi untuk membuat ”atlatl” yang dipakai untuk berburu oleh WMP6 tidak memerlukan pengetahuan yang dalam dibandingkan dengan alat-alat pada periode sesudah itu sehingga anak-anak sebelum mencapai kematangan seksual pun bisa membuat atau menguasainya. Sementara menguasai alat berburu lain, seperti busur dan anak panah, membutuhkan latihan hingga remaja.
Haas berharap penelitiannya bisa memicu riset lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada perempuan pemburu lainnya di masa yang sama di belahan dunia yang lain. (AFP)