Kumpulkan Suara Pemilih Terbanyak, Biden Cetak Sejarah Lagi
Calon presiden AS dari Demokrat, Joe Biden, telah mengumpulkan 72 juta suara pemilih (”popular vote”). Ia terus menambah suara dukungan Dewan Elektoral dalam perkiraan perhitungan sementara. Akankah ia memenangi pilpres?
Oleh
kris mada
·5 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Calon presiden Amerika Serikat dari Demokrat, Joe Biden, kembali mencatat sejarah baru di pemilu negara itu. Ia menjadi capres dengan perolehan suara pemilih terbanyak sepanjang sejarah pemilu AS. Hingga Kamis (5/11/2020) dini hari waktu Washington, Biden telah mengumpulkan 72 juta suara pemilih (popular vote).
Perolehan suara yang paling mendekati capaian Biden saat ini adalah raihan Barack Obama pada pemilu 2004, yakni 69,4 juta. Kala itu, Biden menjadi wakil Obama, dan mereka memenangi pemilu 2004. Perolehan Obama-Biden pada 2008 tercatat sebagai perolehan suara pemilih tertinggi ketiga, yakni 65,9 juta suara.
Sebelum mencetak rekor soal perolehan suara, Biden mencatat sejarah dengan memilih Kamala Harris sebagai calon wakil presiden. Untuk pertama kalinya ada perempuan kulit berwarna menjadi cawapres dari partai utama di pemilu AS. Biden juga menjadi calon tertua yang pernah mengikuti pemilihan presiden dari partai utama.
Konstitusi AS menetapkan presiden dipilih oleh dewan elektoral. Keputusan dewan elektoral ditentukan oleh suara mayoritas di daerah pemilihan tempat dewan itu bertugas. Lazimnya, dewan elektoral hanya meneruskan suara pemilih dan memberi suara kepada calon yang mendapat suara mayoritas di dapil.
Suara Biden diperkirakan terus bertambah karena belum satu pun negara bagian menyelesaikan proses penghitungan. Tahun ini, semua proses penghitungan harus selesai paling lambat pada 13 Desember 2020. Sebab, dewan elektoral akan berkumpul pada 14 Desember 2020 dan memilihkan capres atas nama warga di tempat tugas para anggota dewan itu.
Konstitusi AS menetapkan presiden dipilih oleh dewan elektoral. Keputusan dewan elektoral ditentukan oleh suara mayoritas di daerah pemilihan tempat dewan itu bertugas. Lazimnya, dewan elektoral hanya meneruskan suara pemilih dan memberi suara kepada calon yang mendapat suara mayoritas di dapil.
Lembaga Edison Research, yang dikutip kantor berita Reuters, hingga Kamis (5/11/2020) pukul 15.00 WIB, menyebutkan bahwa Biden meraih 243 suara Dewan Elektoral, sedangkan presiden petahana Donald Trump dari Republik 213 suara. Untuk menang, capres harus disokong sekurangnya 270 dari 538 suara dewan elektoral.
Rabu kemarin, Biden memprediksi meraih kemenangan. Ia telah meluncurkan situs web untuk memulai transisi menuju Gedung Putih yang dikuasai Demokrat. Dalam pidatonya, ia meminta warga AS untuk tetap tenang. ”Kita harus menghentikan memperlakukan lawan sebagai musuh,” kata Biden (77).
”Sesuatu yang membawa kita bersatu sebagai orang Amerika adalah hal yang jauh lebih kuat daripada hal lainnya yang dapat memecah belah kita,” kata Biden.
Trump tak terima
Namun, Trump (74) tak bisa menerima ketertinggalan dalam meraih suara dari Biden. Ia sempat secara sepihak mengklaim kemenangan dan menegaskan bahwa dirinya tidak menerima hasil pemilu dengan menuding adanya kecurangan tanpa memberi bukti. ”Kerusakan telah terjadi pada integritas sistem kita dan pemilu presiden sendiri,” cuit Trump di Twitter.
Tim kampanye Trump telah mengumumkan gugatan hukum di Michigan, Pennsylvania, dan Georgia. Mereka juga menuntut penghitungan ulang di Wisconsin. ”Mereka menemukan suara Biden tersebar di mana-mana—di Pennsylvania, Wisconsin, dan Michigan. Begitu buruk bagi negara kita!” cuitan lainnya dari di Twitter.
Menurut para ahli dan pengamat pemilu di AS, kecurangan dalam pemilu kali ini jarang ditemukan.
Meskipun proses penghitungan belum selesai, pemenang pilpres di mayoritas negara bagian sudah bisa ditebak. Hingga Kamis dini hari waktu Washington, hanya Alaska, Nevada, Georgia, Carolina Selatan, dan Pennsylvania yang belum diketahui dimenangi capres mana.
Di Nevada, Biden unggul tipis. Sementara di Alaska, Georgia, Carolina Selatan, dan Pennsylvania, Trump unggul. Namun, keunggulan Trump di Georgia dan Pennsylvania terus terpangkas.
Penghitungan belum selesai
Dari hampir 700.000 pada Rabu siang, keunggulan Trump di Pennsylania tersisa 160.000 pada Kamis pagi. Padahal, hampir 800.000 suara belum selesai dihitung panitia pemungutan suara (PPS) Pennsylvania.
Jumlah itu belum termasuk surat suara yang mungkin masih dalam proses pengiriman. PPS Pennsylvania menetapkan akan menghitung surat suara yang dikirim paling lambat pada Selasa (3/11/2020) dan diterima PPS paling telat Jumat (6/11/2020). Hingga Rabu kemarin, sekitar 500.000 surat suara belum dikembalikan pemilih di Pennsylvania.
Sementara di Georgia, keunggulan Trump terpangkas dari hampir 100.000 menjadi tidak sampai 22.000. Padahal, hampir 100.000 surat suara masih menanti dihitung. Berbeda dari Pennsylvania, PPS Georgia menetapkan surat suara yang dicoblos di luar TPS harus diterima PPS paling telat pada Selasa (3/11/2020) pukul 19.00.
Tim Trump menuding ada ketidakwajaran pola hasil penghitungan. Padahal, berbagai laporan menunjukkan penambahan suara Biden terutama karena surat suara yang dikirim lewat pos dan surat suara dari daerah perkotaan dihitung lebih belakangan dibandingkan dengan surat suara dari perdesaan. Sebab, jumlah surat suara perdesaan lebih sedikit dan di sana mayoritas penyokong Trump serta Republikan.
Sebaliknya, suara lewat pos amat banyak dan, seperti halnya suara di perkotaan, condong ke Biden serta Demokrat. Pada pemilu 2020, di seluruh AS tercatat sekitar 65 juta surat suara dikirim lewat pos.
Sejumlah negara bagian menetapkan, surat suara yang dikirim lewat pos baru dapat dihitung setelah TPS ditutup. Proses sebelum pembukaan TPS pada 3 November 2020 pagi hanya untuk memeriksa apakah surat suara memenuhi syarat untuk dihitung atau tidak. Syaratnya, antara lain, surat suara dikirim dalam amplop tertutup, ditandatangani pemilih dan saksi, serta ada bukti identitas pemilih.
Penentu
Hasil di Nevada dan Georgia akan menentukan kemenangan Biden. Hingga Kamis pagi, Biden diperkirakan meraih 264 suara perwakilan. Dengan demikian, ia hanya butuh 6 suara lagi untuk memenuhi syarat minimum kemenangan di pemilihan presiden AS. Setiap capres AS harus meraih sekurangnya 270 dari 538 suara perwakilan. Di Georgia ada 16 suara perwakilan, sedangkan di Nevada ada 6 suara.
Sementara bagi Trump, sisa semua negara bagian yang masih mengambang harus dimenangi. Dari lima negara bagian itu, tersedia total 60 suara perwakilan. Sampai Kamis siang WIB, Trump diperkirakan baru meraih 214 suara perwakilan.
Padahal, Trump sudah mengumumkan kemenangan di sejumlah negara bagian. Karena itu, ia memprotes kala terjadi perubahan suara sebagai dampak proses penghitungan yang terus berlanjut. Ia menuding ada kecurangan dan PPS tidak transparan dalam proses penghitungan.
Laporan dari beberapa tempat justru menunjukkan proses penghitungan berlangsung transparan. Para saksi dari semua peserta pemilu bisa menyaksikan proses penghitungan. Karena itu, permintaan Trump agar penghitungan dihentikan ditolak oleh sejumlah PPS.
Berbeda dari Trump yang mengumumkan kemenangan, Biden tidak kunjung melakukan tindakan serupa. Dalam pernyataan terbarunya, ia hanya menjanjikan akan menjadi presiden bagi seluruh AS. ”Tidak ada negara bagian merah atau negara bagian biru, hanya ada Amerika Serikat,” ujarnya. (AP/REUTERS)