Gambaran beragam terlihat dari pemberitaan tentang jalannya pilpres AS di berbagai belahan dunia. Baru segelintir pernyataan resmi yang disampaikan wakil pemerintah terkait pilpres AS.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
BERLIN, RABU — Para pemimpin negara-negara di dunia mengawasi dengan lekat proses dan hasil pemilihan presiden Amerika Serikat yang digelar pada Selasa (3/11/2020) waktu setempat. Sebagai salah satu negara adikuasa, proses dan hasil pilpres AS akan menentukan dinamika global, termasuk pola hubungan negara-negara dengan AS, baik secara bilateral maupun multilateral.
Gambaran beragam terlihat dari pemberitaan tentang jalannya pilpres AS di berbagai belahan dunia. Baru segelintir pernyataan resmi yang disampaikan wakil pemerintah. Kebanyakan adalah pernyataan pribadi sejumlah pejabat dan atau media melalui tajuk rencananya.
Salah satunya adalah Perdana Menteri Slovenia Janez Jansa. Ia mengucapkan selamat kepada Presiden AS Donald Trump melalui media sosial Twitter. Jansa mengucapkan selamat pada Trump. Jansa adalah pemimpin di Uni Eropa pertama yang menyatakan ucapan selamat atas gelaran pilpres AS.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan, hasil pemilu AS tidak akan membuat perbedaan pada kebijakan luar negeri Teheran. Bahkan Khameini menilai Trump akan berbuat curang demi terpilih kembali. ”Ini menunjukkan wajah buruk demokrasi liberal dalam masyarakat Amerika,” katanya.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah menyatakan, Pemerintah RI hingga warta ini ditulis pada Selasa malam belum menyampaikan pernyataan terkait pilpres AS. Ini semata mengingat proses pemilu di negara itu belum bersifat konklusif. Diperoleh informasi dari Istana bahwa Presiden Joko Widodo bakal menyampaikan pernyataan resminya melalui Twitter.
Media The Washington Post menyebutkan, media di Rusia yang pro-Kremlin terlihat mendukung Trump. Diingatkan soal mundur dan bahkan runtuhnya demokrasi AS karena dinamika pilpres yang keras antara kubu Partai Republik dan Demokrat. Muncul pula analisis kemungkinan AS menghadapi kekerasan pascapemilu atau konflik domestik yang lebih luas.
Diingatkan soal mundur dan bahkan runtuhnya demokrasi AS karena dinamika pilpres yang keras antara kubu Partai Republik dan Demokrat. Muncul pula analisis kemungkinan AS menghadapi kekerasan pascapemilu atau konflik domestik yang lebih luas.
Adapun media-media resmi China disebutkan lebih berkomentar secara umum tentang jalannya pilpres AS. Disebutkan bahwa di Brasil, Presiden Jair Bolsonaro memperingatkan bahwa kemenangan Joe Biden akan membahayakan dominasi Brasil atas hutan hujan Amazon. Bolsonaro diketahui telah menjalin hubungan yang lebih kuat dengan Trump sebagai landasan kebijakan luar negerinya.
Dalam masa kepemimpinannya di AS selama empat tahun terakhir, Presiden Trump telah menjungkirbalikkan prinsip-prinsip yang telah memandu kebijakan luar negeri AS selama beberapa dekade. Dia, antara lain, telah menarik AS dari perjanjian-perjanjian multilateral. Sebut saja perjanjian iklim Paris dan kesepakatan nuklir Iran. Trump juga menggerakkan penarikan AS dari Organisasi Kesehatan Dunia di tengah pandemi Covid-19. Di bidang lain, Trump telah memulai beberapa perang perdagangan, membatasi imigrasi, dan membatasi pemukiman kembali pengungsi.
Kebijakan-kebijakan itu ditentang Biden. Ia mengatakan bahwa salah satu tindakan pertamanya jika terpilih sebagai presiden adalah berbicara lewat telepon dengan kepala-kepala negara dan berkata, ”Amerika telah kembali, Anda dapat mengandalkan kami.” Namun, Biden juga mencatat bahwa AS dan dunia membutuhkan kesabaran saat suara dihitung hingga selesai dan terlihat hasil finalnya.
Di Eropa, beberapa pihak melihat potensi pengaturan ulang di trans-Atlantik. Muncul pula kekhawatiran perihal kondisi perpolitikan AS, terutama secara internal, yang dapat berimbas secara umum di tataran global.
”Kebencian telah menemukan jalannya ke dalam sistem politik (AS). Tidak ada lagi pusat, hanya polarisasi,” demikian dikatakan ketua komite urusan luar negeri parlemen Jerman, Norbert Röttgen. Secara pribadi, para pemimpin Eropa mengatakan mereka bersiap untuk sebuah kondisi ketidakpastian.
Dari China dilaporkan, tabloid yang dikelola negara, Global Times, menyatakan bahwa pemilu di AS tampak seperti pemilu di negara berkembang. Ming Jinwei, wakil editor luar negeri Kantor Berita Xinhua yang juga dikelola pemerintah, menggambarkan AS sebagai negara ”tanpa harapan”.
”Jelas bahwa AS memiliki masalah terkait daya saing nasional dan kapasitas tata kelola sosial dan itu membutuhkan reformasi internal yang serius dan mendalam,” kata editorial Global Times. Pada Rabu siang, tagar #USelection telah dilihat 3,4 miliar kali di platform media sosial China, Weibo.
Banyak analis memperkirakan bahwa kemenangan Biden dapat mengantarkan kelonggaran diplomatik dengan AS. Namun, ada juga pandangn bahwa prospek jangka panjang dalam hubungan China-AS terlihat tidak akan mulus.
”Jika Biden terpilih, kami berharap setidaknya dapat melanjutkan dialog tingkat tinggi,” kata Ding Yifan, mantan penasihat kabinet China. ”Biden ingin bersaing dengan China, tetapi juga berkolaborasi dan begitulah cara kami membingkai hubungan tersebut.”
Di India, kelompok sayap kanan propemerintah mengharapkan Trump kembali memimpin AS. Pemukim Israel di Tepi Barat juga berkumpul untuk berdoa agar Trump terpilih kembali. Para pemimpin pemukim telah menyatakan kekhawatiran jika Trump kalah dalam pilpres. Hal itu dapat berarti mundurnya kebijakan terkait posisi Kedutaan Besar AS di Jerusalem. (AP/REUTERS)