Sidang insiden pesawat Malaysia Airlines MH17 yang diduga jatuh ditembak rudal buatan Soviet oleh milisi Ukraina pro-Rusia terus berlangsung di Belanda.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
AMSTERDAM, RABU — Seorang tersangka warga Rusia terkait jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17, Oleg Pulatov, tidak melihat tanda-tanda adanya rudal yang dipakai menembak jatuh pesawat itu seperti yang dituduhkan.
Keterangan itu disampaikan Oleg melalui video saat ia diadili in absentia oleh pengadilan Belanda, Selasa (3/11/2020). Oleg adalah satu dari empat orang yang diadili dalam kasus jatuhnya pesawat MH17 yang terbang dari Amsterdam menuju Kuala Lumpur di atas wilayah Ukraina timur, 17 Juli 2014.
Sidang yang dimulai pada Maret 2020 itu masih dalam tahap pengajuan bukti-bukti meringankan dari pembela.
Penyidik mengatakan, rudal era Soviet, BUK, adalah rudal yang ditembakkan oleh pemberontak pro-Rusia ke arah MH17. Penembakan menyebabkan pesawat jatuh dan menewaskan 298 orang di dalamnya termasuk 196 orang warga Belanda.
”Tidak, saya tidak melihat rudal BUK dan saya juga yakin tidak melihat BUK,” kata Oleg dalam videonya. ”Tidak ada BUK atau perintah apa pun soal BUK” selama pertemuan Oleg dengan anggota pemberontak lainnya pada hari yang sama saat MH17 jatuh.
Informasi pertama yang Oleg dengar adalah ketika prajuritnya memberi tahu dia kabar terbaru bahwa sebuah pesawat jatuh di dekat Donetsk. ”Orang saya dari daerah itu mengatakan bahwa mereka banyak mendapat telepon begitu mengetahui bahwa banyak jenazah dan anggota tubuh jatuh dari langit,” ujar Oleg.
Oleg bersama Igor Girkin dan Sergei Dubinsky yang merupakan warga Rusia dan Leonid Kharchenko yang adalah warga Ukraina dituduh menjadi tokoh utama di balik pemberontak separatis yang menentang Kiev.
Oleg adalah seorang mantan prajurit khusus Rusia dan salah satu wakil Dubinsky yang dituduh membantu membawa sistem rudal BUK dari Rusia ke Ukraina.
Para penyidik mengatakan, mereka masih mencoba melacak kru BUK yang berasal dari Brigade Rudal Antipesawat ke-53 Rusia yang berbasis di Kursk.
Bulan Oktober 2020, Belanda dan Australia mengecam keputusan Rusia yang menarik diri dari konsultasi soal keterlibatannya dalam insiden MH17.
Sejak tahun 2018, ketiga negara itu membentuk forum konsultasi untuk menyingkap penyebab bencana MH17. Sebanyak 38 warga Australia dan 196 warga Belanda merupakan di antara 298 korban meninggal dalam insiden itu.
Baik Belanda maupun Australia sebelumnya mengatakan mereka menuntut tanggung jawab Rusia karena telah menembak pesawat tersebut. Moskwa selalu membantah keterlibatannya dan menyalahkan Ukraina.
Rusia mengeluhkan upaya ”kejam” untuk menyalahkan Moskwa dalam peristiwan MH17 termasuk langkah Belanda membawa kasus ini ke Pengadilan HAM Eropa.
Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne, mengatakan, dirinya ”sangat kecewa” atas keputusan Rusia itu. ”Kami mendesak Rusia untuk segera kembali pada konsultasi. Australia berkomitmen untuk mencari kebenaran, keadilan, dan akuntabilitas bagi 298 korban MH17 dan keluarganya,” kata Marise.
Sementara Perdana Menteri Belanda Mark Rutte juga menyatakan kekecewaanya dan terkejut atas keputusan Moskwa. Ia menambahkan, langkah ini sungguh ”menyakitkan” bagi keluarga korban.
Menteri Luar Negeri Belanda Stef Blok menyampaikan kepada anggota parlemen Belanda bahwa pihaknya telah memanggil duta besar Rusia untuk Belanda menyusul sikap Moskwa tersebut. Duta Besar Rusia untuk Belanda menyatakan masih berkomitmen dalam konsultasi.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytri Kouleba menyampaikan, penarikan Rusia ”menunjukkan ketakutannya akan kebenaran yang terjadi di udara Donbass pada 17 Juli 2014.” Rusia akan ”melanjutkan kerja sama” dengan Den Haag, tapi ”dalam format yang berbeda.” (AFP)