Eropa Kembali Jadi Pusat Pandemi, UE Biayai Transfer Pasien di Kawasan
Eropa kembali menjadi pusat pandemi. Uni Eropa pun sepakat mengucurkan dana 220 juta Euro untuk membiayai pemindahan pasien Covid-19 antarnegara di kawasan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
BRUSSELS, JUMAT — Eropa mengalami peningkatan kasus infeksi dan kematian akibat Covid-19. Itu sebabnya Uni Eropa akan membiayai pengiriman pasien Covid-19 lintas batas negara di kawasan untuk mencegah kemungkin lonjakan jumlah pasien di satu rumah sakit tertentu di negara-negara anggota.
UE menyediakan anggaran 220 juta euro atau Rp 3,8 triliun untuk biaya pemindahan pasien Covid-19 lintas batas di kawasan itu.
Sementara itu, UE juga terus berupaya mempercepat proses validasi uji antigen cepat di kawasan yang memungkinkan hasil lebih cepat dan akurat dibandingkan tes PCR (polymerase chain reaction) standar.
Percepatan validasi ini dibutuhkan untuk membantu pemerintah dan tim kesehatan melacak penyebaran infeksi dan mempercepat proses penyembuhan warga yang positif terpapar.
Kebijakan itu diambil para pemimpin negara-negara Uni Eropa bertemu secara virtual untuk membahas koordinasi krisis kesehatan, Kamis (29/10/2020) di Brussels, setelah infeksi di kawasan menembus angka 10 juta. Kini, Eropa kembali menjadi pusat pandemi Covid-19.
”Penyebaran virus akan membanjiri sistem perawatan kesehatan kami jika kami tidak segera bertindak,” kata Kepala Komisi Eropa Ursula von der Leyen.
Pada pertengahan tahun, wilayah Eropa sebenarnya sudah dinyatakan berhasil mengendalikan pandemi ini. Italia dan Jerman dinilai sebagai negara Eropa yang dinilai berhasil mengendalikan penyebaran Covid-19 dengan pembatasan sosial dan protokol kesehatan yang ketat.
Namun, dalam beberapa pekan terakhir, jumlah pasien rawat inap di berbagai rumah sakit di Eropa telah meningkat ke level tinggi. Hans Kluge, Direktur Regional Organiasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Eropa, mengatakan, jumlah kematian akibat Covid-19 di Eropa juga telah meningkat 30 persen.
”Saya harus mengungkapkan keprihatinan bahwa Eropa sekali lagi menjadi pusat pandemi,” kata Kluge.
Dalam pertemuan, para pemimpin Eropa berdiskusi untuk menentukan cara terbaik mengoordinasikan ”penyelamatan kawasan”, mulai dari pelacakan, pengetesan dan perawatan terhadap warga yang positif terpapar, hingga rencana pengadaan vaksin Covid-19.
Mereka juga berdiskusi apakah kebijakan penguncian penuh diberlakukan di seluruh wilayah negara tertentu atau sebagian atau bahkan di kawasan.
Pada saat yang sama, Komisi Eropa juga tengah mengintensifkan pencarian vaksin potensial untuk mengendalikan pandemi yang disebabkan virus SARS-CoV-2 ini. UE diketahui tengah melakukan pembicaraan dengan empat produsen vaksin, yaitu Moderna, CureVac, dan kemitraan Pfizer-BioTech serta Novavax.
Tiga perusahaan lain, yaitu AstraZeneca, Sanofi, dan Johnson&Johnson, telah sepakat mengirimkan vaksin produksi mereka ke negara-negara di kawasan.
Pembatasan gerak
Jerman adalah salah satu negara yang kembali menerapkan pembatasan gerak sosial di negaranya. Berbicara di hadapan parlemen Jerman Kamis pagi, Kanselir Angela Merkel mengatakan, rakyat Jerman harus bersiap menghadapi situasi yang dramatis di awal musim dingin.
Badan Pengendalian Penyakit Jerman menyebutkan, otoritas lokal melaporkan adanya 16.774 kasus positif baru dalam satu hari di negara tersebut yang membuat jumlah kasus mendekati setengah juta kasus positif. Jumlah warga yang meninggal akibat Covid-19 di negara ini mencapai 10.272 jiwa.
”Musim dingin akan sulit, empat bulan yang panjang dan sulit. Tapi itu akan berakhir,” kata Merkel kepada anggota parlemen.
Di bawah batasan baru yang mulai berlaku Senin, restoran Jerman, bar, serta tempat olahraga dan budaya akan ditutup selama empat minggu. Pertemuan dibatasi hingga 10 orang dari maksimal dua rumah tangga dan semua perjalanan yang tidak penting akan dilarang. Sekolah, taman kanak-kanak, toko, dan tempat ibadah akan tetap buka—meskipun dengan tindakan pencegahan keamanan.
Merkel mengatakan, pihak berwenang tidak punya pilihan selain mengurangi kontak sosial secara drastis karena tiga perempat infeksi di Jerman sekarang tidak lagi dapat dilacak. ”Kalau kita tunggu sampai ICU penuh, nanti sudah terlambat,” ujarnya.
Pemimpin oposisi Alexander Gauland dari partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman menuduh pemerintahan Merkel ”propaganda masa perang”. Juga dituding telah menyamakan pandemi dengan lalu lintas, dengan alasan bahwa masyarakat menerima sejumlah kematian mobil setiap tahun tetapi tidak melarang mengemudi.
Sementara Perancis mengumumkan penguncian nasional penuh kedua sejak Rabu (28/10) hingga 1 Desember mendatang. Kebijakan ini diambil Presiden Perancis Emmanuel Macron setelah korban meninggal akibat Covid-19 melewati angka 36.000 jiwa.
Sebaliknya di Inggris, pemerintah menolak seruan untuk menerapkan kebijakan penguncian yang ketat meski tingkat infeksi dalam dua pekan terakhir jauh di atas Jerman. Jumlah kematian akibat Covid-19 di Inggris empat kali lebih besar dibandingkan Jerman.
Sekretaris Komunitas Inggris, Robert Jenrick, mengatakan, virus ”sangat terkonsentrasi di beberapa tempat”, dan yang terbaik adalah menargetkan pembatasan ke daerah-daerah dengan wabah terburuk.
Di Spanyol, pemerintahan PM Pedro Sanchez memutuskan memperpanjang status negara dalam keadaan darurat hingga dua pekan mendatang. Sebanyak 17 pemerintah regional dapat menerapkan kebijakan pembatasan sosial yang ketat, mulai dari pembatasan kegiatan malam hari hingga pertemuan sosial. (REUTERS/AP/AFP)