Persamaan dan Kerja Sama Antaragama Keluarga Ibrahim Mendorong Perdamaian
Para penganut agama Ibrahim, yaitu Islam, Yahudi, Kristen, dan Katolik, bisa menjadi agen perdamaian. Kemanusiaan, toleransi, dan martabat adalah nilai-nilai dasar yang harus dijadikan landasan dalam hidup manusia.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
AFP/VINCENZO PINTO
Paus Fransiskus (kiri) dan Imam Besar Al-Azhar, Mesir, Sheikh Ahmed al-Tayeb saling menyambut saat keduanya bertukar dokumen dalam Pertemuan Persaudaraan Manusia di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Senin (4/2/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Konflik, peperangan, penindasan, hingga masalah-masalah kemanusiaan yang lain diyakini bisa diselesaikan jika umat beragama mencari persamaan, mendorong penghormatan terhadap eksistensi sesama manusia, dan saling bekerja sama dalam kebaikan. Apalagi, lebih dari separuh penduduk di muka bumi ini berasal dari rumpun agama yang sama, agama yang dibawa dari rumpun keluarga Nabi Ibrahim AS.
Hal tersebut, antara lain, mengemuka dalam diskusi virtual yang diadakan Kementerian Agama RI dengan Institut Leimena, Selasa (27/10/2020) malam. Diskusi virtual itu mengambil tema ”Peran Agama-agama Keluarga Ibrahim untuk Mempromosikan dan Mewujudkan Perdamaian Dunia”.
Hadir sebagai pembicara, antara lain, Ketua Dewan Fatwa Uni Emirat Arab sekaligus Presiden Forum Promosi Damai di Negara-negara Islam Sheikh Abdallah bin Bayyah; Ketua Komite Yahudi Amerika Rabbi David Rosen; Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj; Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti; Uskup Agung Jakarta dan Ketua Konferensi Waligereja Kardinal Ignatius Suharyo; serta Ketua Persekutuan Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom.
Menteri Agama Fachrul Razi dalam sambutannya mengatakan, semua agama mengajarkan kebaikan. Tiga agama samawi, yaitu Yahudi, Kristen/Katolik, dan Islam, yang dikenal sebagai agama Abrahamik, harus diakui untuk mendorong relasi antarpenganutnya agar selalu damai. Dalam hubungan keseharian, terjadi konflik dia antara penganut ketiganya karena hadirnya kepentingan-kepentingan, baik ekonomi, politik, sosial, maupun keamanan.
”Perbedaan mengganggu relasi yang berasal dari akar sejarah agama-agama tersebut. Perdamaian dan kedamaian akhirnya terganggu,” kata Fachrul Razi.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Sejumlah warga Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang beragama Islam, Kristen, dan Katolik memberi ucapan selamat hari raya Waisak kepada para pemeluk agama Buddha, Minggu (19/5/2019).
Tantangan yang harus dijawab umat agama Abrahamik, menurut Fachrul Razi, adalah berkontribusi dalam kehidupan perdamaian dunia dan bukan sebaliknya. ”Bergerak bersama, mencari titik temu dalam berbagai isu, adalah hal yang bisa dikerjakan,” kata purnawirawan militer ini.
Sheikh Abdallah bin Bayyah menilai, sejatinya ajaran setiap agama Abrahamik menyerukan seluruh umat manusia untuk bekerja sama, menghidupkan semangat persaudaraan. Menurut dia, agama menyerukan manusia untuk bersikap toleran.
”Tidak perlu bertepuk dada karena secara perasaan dan eksistensi, kita semua tinggal di bumi yang sama,” katanya.
AMERICAN JEWISH COMMITTEE VIA AP, FILE
Foto dokumentasi 23 Januari 2020 ini memperlihatkan delegasi pemimpin keagamaan Muslim berada di pintu gerbang menuju area bekas kamp konsentrasi Nazi Jerman di Oswiecim, Polandia.
Sheikh Abdallah menambahkan, tiga kitab agama Abrahamik, yaitu Taurat, Injil, dan Al Quran, menyatakan bahwa manusia memiliki nilai yang sama dengan umat manusia lainnya.
Sheikh Abdallah juga mengingatkan bahwa konflik, perang terjadi karena manusia dan umat beragama mengabaikan persamaan-persamaan yang dimiliki ajaran agamanya masing-masing. Mengikat persamaan-persamaan itu diyakininya akan membawa lebih banyak kebaikan daripada keburukan.
Dia juga mengingatkan bahwa sesungguhnya manusia yang ada saat ini berada di biduk yang sama. ”Keselamatan satu bangsa akan bergantung pada bangsa lainnya. Suatu bangsa tidak akan lolos dari bencana sendirian, kecuali semua bekerja sama dalam kebaikan,” katanya.
Senjata pemusnah massal
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj dalam pandangannya mengatakan, sejak dilahirkan ke dunia, amanat yang paling melekat atas diri manusia sebelum agama, ilmu pengetahuan, hingga jabatan dan harta kekayaan adalah insaniyah atau kemanusiaan. Menurut dia, tidak ada agama tanpa kemanusiaan.
Peperangan terjadi karena hancurnya nilai-nilai kemanusiaan dalam diri manusia, yang tidak akan terjadi ketika terdapat hubungan yang baik, setara, dan harmonis di antara seluruh umat manusia. Termasuk di dalam hal yang merusak nilai harmoni dan kemanusiaan adalah pengembangan senjata pemusnah massal, narkoba, terorisme, pengembangan senjata biologis, hingga pengembangan senjata nuklir.
KOREAN CENTRAL NEWS AGENCY/KOREA NEWS SERVICE VIA AP
Foto dari Pemerintah Korea Utara ini menunjukkan sebuah rudal ditembakkan di pesisir Barat Korea Utara, Kamis (9/5/2019). Pengembangan senjata pemusnah massal merusak nilai harmoni dan kemanusiaan.
Untuk itu, KH Said Aqil menyerukan seluruh pihak untuk menghentikan peperangan, pengembangan senjata pemusnah massal, pengembangan senjata biologis, nuklir, hingga terorisme. ”Kita bersama, bergandengan tangan menciptakan harmoni di dunia ini,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Uskup Jakarta Kardinal Suharjo dan Rabbi David Rosen.
Kardinal Suharjo mengatakan, Tuhan menciptakan manusia setara dalam hak, kewajiban, dan martabat. Penciptaan itu membuat manusia seharusnya terpanggil untuk hidup bersam adalam kedamaian. ”Tugas bersama manusia adalah menciptakan damai sebagai wujud kebersamaan sebagai anak-anak Abraham,” kata Kardinal Suharyo.
Rosen dalam pandangannya mengatakan, Ibrahim bukan sekadar ”ayah”, melainkan secara luas adalah paradigma keramahtamahan. Ibrahim di dalam cerita-cerita umat Yahudi tidak pernah menanyakan status, kelas, ataupun ideologi yang dianut seseorang. ”Itu sebabnya, Ibrahim menjadi simbol keterbukaan dan kemurahan hati,” katanya.
REUTERS/RONEN ZVULUN
Paus Fransiskus menyentuh batu Tembok Barat, tempat berdoa paling suci bagi umat Yahudi, di kota tua Jerusalem, 26 Mei 2014.
Dengan begitu, menurut Rosen, keberadaan agama-agama Abrahamik adalah sebuah keberagaman, sebuah kekayaan di dunia yang dihuni atau ditempati oleh darah daging Nabi Ibrahim AS. ”Keberagaman bukanlah sebuah kompetisi, melainkan sebuah hal yang patut dirayakan. Sebuah pengakuan bahwa semua orang, seluruh umat manusia diciptakan sama. Itulah panduan kita dalam hidup,” kata Rosen.
Atas dasar itulah, menurut dia, umat agama Abrahamik harus berdiri, bergandengan tangan, dan bekerja sama mengatasi mesin-mesin kebencian yang pada ujungnya menelurkan peperangan yang menjadi bencana bagi kemanusiaan.