Raja Malaysia Tolak Penetapan Keadaan Darurat Permintaan PM Muhyiddin
Raja Malaysia menolak memberlakukan keadaan darurat sekaligus mengisyaratkan agar Muhyiddin tidak digulingkan dari kursi PM. Raja menilai tidak ada alasan untuk menetapkan keadaan darurat.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
KUALA LUMPUR, MINGGU — Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung XVI dan para sultan Melayu menolak permintaan dari para politisi dari kubu-kubu berseberangan. Raja meminta mereka fokus menangani pandemi dan memulihkan perekonomian.
Penolakan tersebut disampaikan lewat pernyataan yang diumumkan Kepala Rumah Tangga Istana Ahmad Fadil Shamsuddin, Minggu (25/10/2020). Dalam pernyataan itu, raja menolak permintaan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yasin untuk menetapkan keadaan darurat. Raja berpendapat, pandemi Covid-18 telah tertangani.
Alasan resmi Muhyiddin untuk penetapan keadaan darurat, yang disampaikan pada pekan lalu, adalah penanggulangan Covid-19. Terakhir kali Malaysia memberlakukan keadaan darurat pada 1969 kala ada kerusuhan rasial yang menewaskan ratusan orang.
Konstitusi Malaysia memang memberi kewenangan kepada Raja untuk membuat keputusan penting, seperti penunjukan PM dan penetapan keadaan darurat. Walakin, Raja lazimnya berkonsultasi dengan para koleganya sesama sultan Melayu sebelum membuat keputusan-keputusan itu.
Konsultasi itu, antara lain, dilakukan Raja dengan delapan sultan Melayu sebelum menolak penetapan keadaan darurat. Rapat sembilan sultan Melayu itu digelar setelah Muhyiddin menghadap raja di istananya di Pahang pada Sabtu sore. Selain menjadi Raja Malaysia, Yang Dipertuan Agung XVI juga menjadi Sultan Pahang. Posisi Raja Malaysia dijabat secara bergiliran di kalangan sembilan sultan Melayu.
Selain menolak permintaan Muhyiddin, Raja juga meminta para politisi berhenti membuat kegaduhan. Semua upaya yang dinilai mengganggu kestabilan pemerintahan diminta tidak diteruskan.
Raja juga mengingatkan, rancangan APBN 2021 amat penting untuk penanggulangan pandemi dan pemulihan ekonomi. Para petugas memerlukan dana untuk mengerjakan aneka tanggung jawab mereka.
Muhyiddin mengusulkan penetapan keadaan darurat sepekan sebelum parlemen memulai masa sidang paripurna pada 2 November 2020. Pada masa sidang itu, pemerintahan Muhyiddin akan meminta persetujuan parlemen untuk R-APBN 2021.
Pembekuan parlemen
Salah seorang anggota kabinet Muhyiddin, Ali Biju, menyebut penetapan keadaan darurat hanya berupa pembekuan parlemen. Dengan pembekuan, pemerintah bisa membuat keputusan penting tanpa harus meminta persetujuan parlemen. Di sisi lain, percepatan pemilu tidak perlu dilakukan jika parlemen dibekukan.
Pembekuan parlemen juga menutup peluang parlemen membahas mosi tidak percaya kepada PM. Jika mosi dibahas dan disetujui sekurangnya 112 dari 222 anggota parlemen, pemerintahan Muhyiddin bisa bubar. Pilihannya adalah Raja menunjuk PM baru atau Malaysia mempercepat pemilu dari jadwal semula pada 2023.
Mosi tidak percaya telah disampaikan oleh 15 anggota parlemen dari Partai Amanah dan Partai Pejuang. Ketua Dewan Pembina Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) Razaleigh Hamzah menyokong pembahasan itu. Anggota keluarga Kesultanan Kelantan itu mempertanyakan alasan Ketua Majelis Rakyat Malaysia Azhar Harun yang tidak memasukkan pembahasan mosi tidak percaya pada masa sidang sebelumnya.
Selain mosi tidak percaya, ancaman kepada pemerintahan Muhyiddin juga datang dari Anwar Ibrahim. Ketua Partai Keadilan Rakyat (PKR) itu mengaku disokong lebih banyak anggota parlemen dibandingkan dengan Muhyiddin. Karena itu, ia meminta Muhyiddin mundur dan dirinya dilantik sebagai PM.
Anwar telah menghadap Raja untuk menyampaikan klaim itu. Walakin, sebagaimana disampaikan Ahmad Fadil, Anwar tidak menunjukkan bukti dukungan kepada Raja. Selepas pertemuan itu, Raja mengundang sejumlah pemimpin partai dan politisi senior. Beberapa hari kemudian, Muhyiddin meminta penetapan keadaan darurat.
Juru bicara PKR Shamsul Iskandar mengatakan, penetapan keadaan darurat tidak diperlukan. Malaysia tidak dalam krisis ekonomi atau kesehatan. ”Tidak ada yang darurat. Malah, satu-satunya ancaman adalah ketidakcakapan pemerintahan Persatuan Nasional,” ujarnya.
Perikatan Nasional (PN) adalah koalisi yang membentuk pemerintahan Muhyiddin. Anggotanya, antara lain, UMNO dan Partai Islam Se-Malaysia (PAS). PN dibentuk selepas Pakatan Harapan yang menyokong pemerintahan Mahathir Mohamad kekurangan dukungan sehingga Mahathir harus turun dari kursi PM.
Shamsul mengatakan, pandemi bukan alasan untuk mencegah pergantian pemerintahan. Ia merujuk pada penggulingan Mahathir dan penunjukan Muhyiddin pada Februari 2020. Masalahnya, kala itu Covid-19 belum ditetapkan sebagai pandemi.
Selain itu, selepas bertemu para koleganya sesama sultan, Raja secara terbuka menghentikan semua upaya mengganggu kestabilan pemerintahan saat ini. Permintaan itu sama saja dengan membuat Muhyiddin tetap jadi PM. (REUTERS)