Perancis Tunda Kontrak Pembelian Gas Alam Cair AS Terkait Isu Lingkungan
Pemerintah Perancis meminta perusahaan negaranya, Engie, menunda atau membatalkan kontrak pembelian gas dari AS terkait dampak produksi gas AS bagi kerusakan lingkungan.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
PARIS, JUMAT — Pemerintah Perancis meminta kontrak pembelian gas alam cair dari AS senilai 7 miliar dollar AS ditunda terkait dengan kekhawatiran mengenai dampak kontrak pembelian itu bagi kerusakan lingkungan. Ada kekhawatiran bahwa lokasi penambangan gas alam itu diduga menjadi sumber peningkatan suhu bumi karena melepaskan 1,4 miliar metrik ton metana.
Kontrak pembelian tersebut sedianya dilakukan oleh BUMN Perancis, Engie, dengan perusahaan Amerika Serikat, NextDecade. Dalam laporan media Perancis, La Letre A, dan media AS, Politico, pada Kamis (22/10/2020) siang waktu AS atau Jumat dini hari WIB disebutkan bahwa gas untuk kontrak itu berasal dari cekungan Permian di Texas. Dari cekungan ini, NextDecade mengumpulkan gas di kilang Rio Grande sebelum dikapalkan kepada para pembeli.
Sumber La Letre A menyebut proyek itu tidak sesuai dengan visi lingkungan hidup Perancis.
Sebagai pemilik sebagian saham Engie, pemerintah Perancis meminta Engie menunda dan, jika memungkinkan, membatalkan kontrak itu. Permintaan tersebut disampaikan di tengah peningkatan ketegangan antara AS dan Eropa. AS menjatuhkan sanksi kepada Nord Stream 2, proyek pipa untuk menyalurkan gas dari Rusia ke Eropa barat.
Engie diketahui menjadi salah satu pendana proyek itu. Di sisi lain, Uni Eropa juga bersitegang dengan AS karena Brussels ingin memungut pajak dari perusahaan internet asal AS. Permintaan yang akan berujung kewajiban pajak miliaran dollar AS itu ditolak Washington.
Lorotte Phillipot, pemimpin Le Amis de la Terre, kelompok pegiat lingkungan hidup di Perancis, mengatakan, permintaan didasarkan pada kekhawatiran bahwa penambangan gas alam AS di ladang gas di Texas menghasilkan terlalu banyak gas metana. Sementara sumber gas dalam kontrak Engie-NextDecade berasal dari sana.
”Masih mungkin ditandatangani beberapa pekan mendatang. Walakin, ada risiko politik, reputasi untuk pengesahan kontrak,” ujar Phillipot.
Ia menyoroti teknik penambangan gas serpih yang marak di AS. Teknik itu disebut melepaskan emisi rumah kaca dalam jumlah besar yang selama ini terperangkap di perut bumi. ”Perancis tidak boleh menoleransi gas serpih,” kata Phillipot menambahkan.
Dalam pernyataan resminya, Engie menyebutkan bahwa perusahaan memutuskan untuk mempelajari lebih lanjut proyek tersebut. ”Proyek ini membutuhkan penilaian lebih terperinci,” demikian pernyataan resmi perusahaan itu.
Sementara NextDecade menolak berkomentar dengan alasan proses perundingan masih berlangsung. Perusahaan itu juga tengah mengupayakan langkah untuk menekan emisi karbon di kilang Rio Grande.
Wakil Presiden Bidang Pengembangan Usaha NextDecade Pat Hughes mengatakan, perusahaan sedang berkomunikasi dengan sejumlah calon konsumen. Perusahaan akan menggunakan teknologi yang akan menangkap 90 persen emisi gas rumah kaca dari kilang untuk mengatasi kekhawatiran pelanggan soal dampaknya bagi perubahan iklim.
Kebijakan UE
Keputusan Paris diungkap setelah UE mengumumkan kebijakan untuk memerangi perubahan iklaim. UE menyebut impor sumber energi sebagai sumber utama gas metana. Bersama karbon dioksida, metana menjadi penyebab utama perubahan iklim.
Pekan lalu, Komisi Eropa mengumumkan langkah untuk menekan emisi metana. ”Mengatasi metana amat penting untuk mencapai target iklim 2030 dan ambisi tanpa polusi. Strategi ini menetapkan sejumlah langkah untuk memangkas emisi metana di Eropa dan secara internasional,” demikian pernyataan Komisi UE.
Hingga 95 persen metana dihasilkan dari penggunaan energi, penumpukan sampah, dan aktivitas pertanian. Komisioner Urusan Energi pada UE, Kadri Simson, mengatakan, langkah itu merupakan kebijakan pertama sejak 1996. Pemangkasan metana dari sektor energi paling cepat dan paling murah untuk dilakukan.
”Eropa akan memimpin, tetapi tidak bisa sendirian. Kita harus bekerja sama dengan mitra internasional terkait dengan metana dari impor energi kita,” ujarnya. (REUTERS)