PBB Sesali Pelanggaran Gencatan Senjata di Nagorno-Karabakh
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengecam pelanggaran gencatan untuk kemanusiaan yang dilakukan para pihak bertikai di Nagorno-Karabakh.
Oleh
Mahdi Muhammad
·2 menit baca
STEPANAKERT, SENIN — Para pihak bertikai di Nagorno-Karabakh telah sepakat melakukan gencatan senjata kemanusiaan, Sabtu (17/10/2020) malam. Namun, tidak lama berselang, para pihak bertikai saling tuding. Salah satu dari pihak telah melanggar gencatan senjata dengan menyerang ke daerah lawan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, melalui juru bicaranya, Stephane Dujarric, Senin (19/10/2020), mengecam serangan dari kedua pihak di wilayah berpenduduk setelah mereka terus-menerus mengabaikan seruan komunitas internasional untuk menghentikan pertempuran.
Menurut Dujarric, Guterres menggarisbawahi dalam seruan terbarunya bahwa kedua pihak memiliki kewajiban dalam hukum humaniter internasional untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur sipil.
Guterres mengharapkan para pihak bertikai mematuhi gencatan senjata kemanusiaan 18 Oktober dan melanjutkan negosiasi tanpa penundaan di bawah naungan Organisasi Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE).
Dalam sepekan terakhir, para pihak bertikai, yaitu kelompok bersenjata Nagorno-Karabakh yang didukung Pemerintah Armenia di satu sisi dan Pemerintah Azerbaijan di sisi lain, dua kali menyepakati gencatan senjata. Yang pertama gagal karena keduanya juga saling tuding bahwa salah satu pihak melanggar kesepakatan tersebut.
Sabtu akhir pekan lalu, para pihak bertikai menyepakati gencatan senjata kedua atas dasar kepentingan kemanusiaan setelah lebih dari 10 jam, difasilitasi Rusia, para pihak bertikai berunding. Namun, gagal karena keduanya kembali saling menyalahkan, kondisi yang sama seperti pelaksanaan gencatan senjata sebelumnya.
Minggu (18/10/2020) malam, dalam pernyataan yang dikeluarkan masing-masing kementerian luar negeri, Armenia dan Azerbaijan menegaskan kembali komitmen mereka terhadap gencatan senjata meski keduanya tetap saling menyalahkan atas pelanggaran tersebut.
Azerbaijan menyatakan, tindakan yang dilakukan militernya sebagai tindakan balasan untuk melindungi warganya. ”Kami berhak mengambil tindakan balasan untuk melindungi warga sipil dan posisinya,” kata Kemenlu Azerbaijan.
Sebaliknya, Pemerintah Armenia menyatakan akan melakukan semua tindakan yang diperlukan untuk memaksakan perdamaian di Azerbaijan dan mencari mekanisme yang tepat untuk menjaga agar pelaksanaan gencatan senjata di lapangan tepat dan efektif.
Pada saat yang sama, Armenia menuding bahwa Azerbaijan telah dengan tegas menolak upaya untuk mencapai kesepakatan dalam menarik tentara yang terluka dari medan perang melalui mediasi oleh Komite Palang Merah Internasional.
Sebaliknya, otoritas Azerbaijan menyatakan, mereka siap menyerahkan jenazah beberapa prajurit Armenia ke Armenia melalui mediasi oleh ICRC dan koridor perbatasan yang telah disepakati, yaitu ke arah wilayah Tovuz.
Tidak dijelaskan secara detail berapa banyak jenazah prajurit Armenia yang akan dikembalikan ke Pemerintah Armenia.
Menurut pejabat Nagorno-Karabakh, 673 prajurit mereka tewas dalam pertempuran baru itu. Azerbaijan belum mengungkapkan kerugian militernya, tetapi mengatakan sejauh ini 60 warga sipil tewas dan 270 lainnya luka-luka. (AP)