Embargo Berakhir, Iran Bebas Beli Tank dan Jet Tempur Asing
Iran merayakan berakhirnya embargo senjata PBB, Minggu (18/10/2020). Dengan berakhirnya embargo senjata, Iran bisa memulai proses pembaruan sistem persenjataannya. Washington terus berupaya menghalangi rencana Teheran.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
TEHERAN, SENIN — Embargo senjata oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa selama lebih dari satu dekade terhadap Iran, yang melarangnya membeli senjata asing, seperti tank dan jet tempur, berakhir, Minggu (18/10/2020). Pencabutan embargo itu sesuai dengan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) pada 2015.
”Mulai hari ini, semua pembatasan atas transfer senjata, kegiatan terkait, dan layanan keuangan ke dan dari Republik Islam Iran, semuanya otomatis dihentikan,” kata Kementerian Luar Negeri Iran, Minggu, seperti dilaporkan Asossiated Press, Senin (19/10/2020) ini.
Kemenlu Iran dalam pernyataan tersebut juga mengatakan, dengan berakhirnya embargo senjata itu, Republik Islam Iran dapat memperoleh senjata dan peralatan yang diperlukan dari sumber mana pun tanpa batasan hukum dan hanya berdasarkan kebutuhan pertahanannya.
Bagi Pemerintah Iran, berakhirnya embargo senjata tersebut adalah sebuah kemenangan atas Pemerintah Amerika Serikat. Kemenlu Iran menyebut hal itu sebagai hari yang penting bagi dunia internasional dan menyebut bahwa mereka bersama-sama dngan Teheran menentang upaya rezim AS terhadapnya.
Dalam cuitan di akun media sosialnya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyatakan, dunia internasional telah memberikan perlindungan atas kesepakatan nuklir yang telah ditandatanganinya. Minggu, 18 Oktober. Menurut Zarif, ini menandai normalisasi kerja sama pertahanan Iran dengan dunia.
”Normalisasi kerja sama pertahanan Iran dengan dunia hari ini adalah kemenangan bagi multilateralisme dan perdamaian serta keamanan di kawasan kami,” kata Zarif.
Meski embargo persenjataan sudah selesai, Iran menyatakan tdak akan melakukan pembelian senjata besar-besaran. Iran juga menyatakan, mereka tidak akan membeli sistem persenjataan non-konvensional, senjata pemusnah massal di dalam doktrin pertahanannya.
Tekanan AS
Meski embargo senjata secara otomatis sudah berakhir, Pemerintah AS menolaknya. Menlu AS Mike Pompeo menyatakan bahwa Pemerintah AS akan menggunakan otoritasnya untuk memberikan sanksi kepada individu atau entitas mana pun yang berkontribusi pada pasokan, penjualan, atau transfer senjata konvensional ke atau dari Iran.
Pemerintah AS, kata Pompeo, tidak segan-segan memberikan sanksi kepada individu atau entitas yang memberikan pelatihan teknis, dukungan keuangan dan layanan, serta bantuan lain yang terkait dengan persenjataan Iran.
”Setiap negara yang menentang larangan ini sangat jelas memilih untuk menyulut konflik dan ketegangan daripada mempromosikan perdamaian dan keamanan,” kata Pompeo.
Beberapa hari sebelumnya, Pompeo mengeluarkan pernyataan yang isinya memperingatkan Rusia dan China untuk tidak mengabaikan tindakan unilateral AS terhadap Iran. Pompeo menyatakan, kedua negara akan menjadi target sanksi AS jika mengabaikan peringatan tersebut.
Upaya sepihak AS yang baru sudah dimulai sejak bulan September lalu. Setidaknya 24 orang dan lembaga yang diyakini bekerja sama dalam pengembangan program nuklir dan peluru kendali Iran dikenai sanksi oleh Washington.
Upaya unilateral ini dilakukan AS setelah gagal mencoba meyakinkan kolega-koleganya di Dewan Keamanan PBB agar terus memperpanjang embargo senjata atas Iran tanpa batasan waktu yang jelas.
Berdasarkan kesepakatan nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) yang ditandatangani Iran dengan enam negara, yaitu Inggris, China, Perancis, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat, embargo senjata konvensional bagi Iran berakhir pada 18 Oktober 2020. AS secara unilateral menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran pada Mei 2018.
Pada Agustus lalu, AS secara formal menyampaikan permintaannya kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa agar semua sanksi terhadap Iran—termasuk embargo senjata konvensional—diberlakukan kembali.
Permintaan itu ditolak dalam sidang Dewan Keamanan (DK) PBB. Dalam voting sidang DK PBB, 14 Agustus 2020, dari 15 anggota DK PBB, hanya AS dan Dominika yang setuju perpanjangan sanksi embargo senjata kepada Iran. Dua negara (Rusia dan China) menolak, sedangkan 11 negara lainnya tidak bersikap.
Setelah itu, AS masih berusaha mencoba menggunakan mekanisme penerapan kembali sanksi (snap back), seperti diatur dalam Resolusi DK PBB Nomor 2231.
Indonesia, yang bulan Agustus itu menjadi Presiden DK PBB, dan 12 anggota DK PBB menolak usulan AS untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran.
Sekutu AS di DK PBB, yakni Inggris, Perancis, dan Jerman, bahkan ikut menolak usulan AS. Hanya AS dan Dominika yang sepakat dengan perpanjangan embargo. Penolakan itu membuat DK PBB gagal mencapai konsensus sehingga tidak bisa bertindak lebih jauh.
Secara unilateral, AS tetap menggunakan mekanisme snapback, termasuk embargo senjata, mulai Sabtu (19/9/2020) malam atau Minggu (20/9/2020) pukul 00.00 GMT atau Minggu pukul 06.00 WIB.
Tolong ubah kata ’sanksi’ dan ’hukuman’ dalam kosakata Anda menjadi ’dialog’ dan ’keterlibatan’. Itu akan sangat membantu membuat AS dihormati lagi.
Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyansky, dalam cuitannya di media sosial, mendesak AS untuk bersikap lebih arif terhadap Iran dan membantu perdamaian di kawasan Timur Tengah dengan tidak memprovokasi Iran. Dia juga menyarankan Pemerintah AS untuk mengubah penggunaan kata-katanya ketika menyebut Iran.
”Tolong ubah kata ’sanksi’ dan ’hukuman’ dalam kosakata Anda menjadi ’dialog’ dan ’keterlibatan’. Itu akan sangat membantu membuat AS dihormati lagi,” kata Polyansky.
Badan Intelijen Pertahanan AS memperkirakan pada 2019 bahwa jika embargo berakhir, Iran kemungkinan akan mencoba membeli jet tempur Su-30 Rusia, pesawat latih Yak-130 dan tank T-90.
Teheran juga mungkin mencoba untuk membeli sistem rudal antipesawat S-400 Rusia dan sistem rudal pertahanan pesisir Bastian. Turki sudah mulai menguji coba teknologi S-400. (AP/Reuters)