Armenia-Azerbaijan Sepakati Gencatan Senjata untuk Kemanusiaan
Para pihak berkonflik di Nagorno-Karabakh menyepakati gencatan senjata untuk kemanusiaan mulai Sabtu (17/10/2020) malam.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
BAKU, MINGGU — Pemerintah Armenia dan Azerbaijan, Sabtu (17/10/2020), menyepakati pemberlakuan gencatan senjata untuk kemanusiaan pada wilayah yang diperebutkan kedua negara, Nagorno-Karabakh, mulai pukul 20.00 waktu setempat. Sejumlah warga diaspora Armenia mencoba menggalang donasi untuk memberikan bantuan kemanusiaan di wilayah terdampak.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, dirinya telah berbicara dengan koleganya dari Armenia dan Azerbaijan melalui telepon pada Sabtu kemarin. Ia menekankan bahwa gencatan senjata kemanusiaan harus diawasi pelaksanaannya di lapangan.
Senada dengan Lavrov, Presiden Perancis Emmanuel Macron menyatakan, gencatan senjata ini harus dihormati pelaksanaannya di lapangan oleh para pihak berkonflik.
”Para pihak berkonflik harus menerima tanpa syarat gencatan senjata ini dan mengawasi pelaksanaannya di lapangan. Perancis akan membantu pelaksanaan gencatan senjata ini dan berkomitmen serta berupaya agar gencatan senjata ini bisa menjadi gencatan senjata yang permanen agar perundingan bisa segera dimulai,” kata Macron, Sabtu.
Kelompok bersenjata Nagorno-Karabakh mengeluarkan pernyataan tentang kesiapannya untuk mempertahankan persyaratan gencatan senjata kemanusiaan secara timbal balik, berdasarkan pernyataan Moskwa pada 10 Oktober dan kesepakatan 17 Oktober, yang diteruskan oleh Pemerintah Armenia melalui Moskwa kepada Pemerintah Azerbaijan.
Pernyataan itu semula dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Nagorno-Karabakh. Namun, Baku menolak berbicara langsung dengan kelompok bersenjata Nagorno-Karabak karena mereka tidak mau bernegosiasi denan otoritas separatis.
Pemerintah Armenia sendiri mengklaim bahwa militernya sama sekali tidak terlibat dalam pertempuran di Nagorno-Karabakh dan sekitarnya. Yerevan juga menyatakan bahwa mereka belum menyerang Azerbaijan. Namun, banyak warga Armenia, termasuk putra perdana menteri, menjadi sukarelawan dan turut bertempur di daerah konflik.
Belum ada rencana dari PBB atau negara-negara anggota Kelompok Minsk, yang terdiri dari AS, Rusia, dan Perancis, untuk mengirimkan tim pemantau pelaksanaan gencatan senjata ke wilayah konflik.
Kondisi gencatan senjata menjadi sangat rentan dan pertempuran bisa kembali pecah jika tidak ada pengawasan di lapangan. Apalagi, tidak lama berselang setelah kesepakatan gencatan senjata kemanusiaan, Armenia menuding militer Azerbaijan melanggar kesepakatan itu dengan melakukan serangan ke wilayah Nagorno-Karabakh.
Bantuan diaspora
Pertempuran terburuk dalam 10 tahun terakhir yang telah menewaskan lebih dari 200 orang membuat sejumlah warga Armenia di luar negeri prihatin.
Diaspora Armenia di luar negeri kini tengah menggalang dukungan untuk membantu warga di daerah terdampak konflik. Termasuk Henrikh Mkhitaryan, pesepak bola asal Armenia yang kini bermain untuk klub Italia AS Roma.
Mkhitaryan, yang juga merupakan Good Will Ambassador Unicef, melalui akun media sosialnya, aktif menyerukan dan mendorong Perancis, Rusia, dan AS mendorong perdamaian di wilayah tersebut. Perdamaian di wilayah konflik, kata dia, mencegah terjadinya bencana kemanusiaan yang lebih buruk.
Bersama Mkhitaryan, Kim Kardashian, salah satu pesohor AS, aktif menyumbang sejumlah dana bagi organisasi sosial Armenia Fund yang berbasis di Los Angeles. Armenia Fund, sebuah organisasi nirlaba, mendanai kebutuhan kemanusiaan dan infrastruktur di Nagorno-Karabakh dan lokasi-lokasi lainnya yang tertinggal di Armenia.
Sejak meletusnya pertempuran antara kelompok bersenjata Nagorno-Karabakh dan militer Azerbaijan, warga diaspora Armenia telah mengumpulkan lebih dari 120 juta dollar AS untuk kebutuhan kemanusiaan sejak pertempuran meletus pada akhir September.
Derenik Grigorian, warga diaspora berdarah Armenia yang lahir dan besar di London, Inggris, mengatakan, mereka mencemaskan kondisi di kampung halamannya.
”Ini adalah momen keresahan bagi orang-orang Armenia. Kami cemas dari jauh, tetapi menyumbangkan uang adalah cara untuk mencapai perdamaian internal,” kata Grigorian.
Harapan bahwa gencatan senjata kemanusiaan akan mengakhiri perebutan Nagorno-Karabakh telah memudar karena jumlah korban tewas terus meningkat.
”Kami telah hidup dalam ketakutan selama berhari-hari. Kami sangat menderita,” kata seorang penduduk Kota Ganja, Azerbaijan, Emina Aliyeva (58). (REUTERS/AFP)