Pembayaran Utang Negara Miskin Ditangguhkan Selama 6 Bulan
Pengumuman G-20 itu datang sehari setelah Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan ekonomi global akan mengalami kontraksi 4,4 persen pada 2020.
RIYADH, KAMIS — Negara-negara anggota G-20, Rabu (14/10/2020), mengumumkan perpanjangan masa 6 bulan penangguhan pembayaran utang bagi negara-negara miskin yang tertekan hebat akibat pandemi Covid-19.
Perpanjangan waktu 6 bulan itu lebih singkat dari seruan yang disampaikan Bank Dunia dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat global. Bank Dunia meminta penangguhan pembayaran atau pencicilan utang untuk waktu setahun.
Pengumuman G-20 datang sehari setelah Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan ekonomi global akan berkontraksi 4,4 persen pada 2020. Kerusakan yang ditimbulkan oleh pandemi akan terasa selama bertahun-tahun.
Suntikan besar bantuan pemerintah telah membuat ekonomi tidak jatuh lebih jauh pada 2020. Namun, menurut lembaga itu, berlanjutnya keberadaan Covid-19 mengindikasikan prospek atas proyeksi tetap sangat tidak pasti.
Negara-negara anggota G-20 telah berjanji pada April lalu untuk menangguhkan pembayaran utang dari negara-negara paling rentan di dunia hingga akhir tahun.
Negara-negara miskin itu menghadapi kontraksi ekonomi yang tajam akibat Covid-19. Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G-20 menyatakan inisiatif ini sekarang akan diperpanjang hingga akhir Juni 2021.
Baca juga: Pandemi Covid-19 Bisa Membuyarkan Pembangunan di Afrika
Mereka juga menyepakati ”kerangka kerja bersama” untuk secara individu menangani negara-negara miskin yang tertekan oleh meningkatnya utang.
”Kami telah sepakat untuk memperpanjang Inisiatif Penangguhan Layanan Utang (DSSI) selama 6 bulan,” kata Mohammed al-Jadaan, Menteri Keuangan Arab Saudi, sesuai pertemuan virtual dengan para perwakilan anggota G-20. Arab Saudi adalah ketua G-20 pada tahun ini.
Dalam pernyataan terakhirnya setelah pertemuan tersebut, kelompok tersebut mengatakan, DSSI dapat diperpanjang hingga akhir 2021. Waktu itu bersamaan dengan pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia pada tahun depan. Ditekankan, hal itu berlaku dengan syarat jika situasi ekonomi dan keuangan memang membutuhkan tindakan itu.
”Mengingat skala krisis Covid-19, kerentanan utang yang signifikan, dan prospek yang memburuk di banyak negara berpenghasilan rendah, kami menyadari bahwa penanganan utang di luar DSSI mungkin diperlukan berdasarkan kasus per kasus,” demikian dinyatakan.
Kelompok itu berjanji untuk memublikasikan kerangka kerja bersama mereka menjelang KTT para pemimpin G-20 pada November mendatang. Kesepakatan tentang kerangka kerja itu menjadi kejutan bagi China, kreditor utama negara-negara miskin yang menurut para pejabat telah menolak upaya untuk menghapus utang.
”G-20 mengambil langkah penting hari ini, tetapi itu tidak berjalan cukup jauh,” kata Najat Vallaud-Belkacem, direktur kampanye kelompok ONE. ”Mereka bisa saja memperpanjang penundaan pembayaran utang hingga akhir 2021, membantu negara-negara termiskin di dunia memerangi pandemi global ini. Mereka memilih untuk tidak melakukannya.”
Sejumlah pihak memperingatkan krisis utang yang membayangi negara-negara berkembang yang dilanda kemiskinan. Bank Dunia, misalnya, awal pekan ini mengatakan, utang 73 negara termiskin di dunia bertambah sekitar 9,5 persen dari tahun lalu ke tingkat rekor senilai 744 miliar dollar AS.
Beban utang negara-negara tersebut kepada kreditor pemerintah, yang sebagian besar adalah negara-negara G-20, mencapai 178 miliar dollar AS tahun lalu.
China mengutangi lebih dari 63 persen atas nilai utang negara-negara itu. ”Kecenderungan krisis utang pada masa lalu adalah negara-negara yang mengalami kesulitan utang melalui serangkaian penjadwalan ulang utang yang tidak efektif membuat mereka lebih lemah,” kata Presiden Bank Dunia David Malpass.
Dia menambahkan, ”Kreditor pada akhirnya dapat mengizinkan mereka untuk mendapatkan proses pengurangan utang, tetapi dengan biaya yang sangat besar bagi orang miskin. Kita perlu bekerja lebih baik dan lebih cepat kali ini.”
Baca juga: G-20 Pertimbangkan Perpanjangan Keringanan Utang Negara Miskin
Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin juga mendorong lebih banyak bantuan untuk negara-negara miskin. Ia mengisyaratkan dukungan Amerika Serikat untuk kesepakatan restrukturisasi utang.
”Kerangka G-20 akan memfasilitasi pengurangan utang apabila diperlukan,” kata Mnuchin dalam pidatonya di pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia. ”Di sejumlah negara, debitur dan kreditor perlu bekerja sama secepatnya untuk merestrukturisasi utang, khususnya untuk membuka pendanaan IMF yang sangat dibutuhkan.”
Di tengah krisis ekonomi, memperpanjang DSSI adalah sebuah upaya ”minimal” yang bisa dilakukan G-20, kata Jaime Atienza dari Oxfam International.
”Meskipun kerangka umum diumumkan, kabar baik untuk menangani masalah solvabilitas yang mendalam, tetapi dengan detail yang masih belum diketahui, kegagalan untuk membatalkan pembayaran utang hanya akan menunda gelombang tsunami utang yang akan melanda banyak negara termiskin di dunia,” tutur Atienza.
Pada April lalu, G-20 mengindikasikan sekitar 70 negara akan memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas DSSI. Namun, bulan lalu, grup tersebut mengatakan hanya menerima 46 aplikasi dari negara yang memenuhi syarat di seluruh dunia. Kebanyakan dari mereka berasal dari Benua Afrika.
Menurut European Network on Debt and Development (Eurodad), inisiatif tersebut hanya mampu menutupi ”1,66 persen” dari tingkat pembayaran utang yang jatuh tempo pada 2020 oleh negara-negara berkembang.
”Dari 46 negara penerima, dampaknya sangat terbatas (bagi mereka) karena kegagalan pemberi pinjaman swasta dan multilateral untuk berpartisipasi,” kata Eurodad dalam sebuah laporannya. (AFP)