Pengiriman Kembali Oruc Reis Panaskan Suhu Laut Mediterania
Turki dan Yunani masih tersandera sengketa perbatasan maritim di Laut Mediterania timur.
ANKARA, SENIN — Pemerintah Turki mengumumkan rencana untuk mengirimkan kembali kapal Oruc Reis untuk melakukan aktivitas penelitian seismik lanjutan soal cadangan hidrokarbon di kawasan Laut Mediterania.
Rencana itu diyakini akan kembali mengusik hubungan Turki dengan Yunani sekaligus membuat tanda tanya mengenai masa depan perundingan antara kedua negara yang tengah direncanakan.
Angkatan Laut Turki, Minggu (11/10/2020) malam, mengumumkan rencana keberangkatan Oruc Reis di Laut Mediterania, termasuk di selatan Pulau Kastellorizo, Yunani.
Kegiatan itu akan berlangsung sejak Senin (12/10/2020) hingga 10 hari ke depan dalam pesan yang dikirim ke sistem peringatan maritim NAVTEX.
Dalam pesan tersebut, Oruc Reis akan bergabung dengan dua kapal lainnya, yaitu Ataman dan Cengiz Han, dalam misi ”survei seismik” terbaru.
Baca juga: Kerja Sama Maritim Yunani-Mesir Naikkan Suhu Politik di Laut Tengah
Perairan di sekitar Pulau Kastellorizo merupakan wilayah maritim yang disengketakan oleh kedua negara. Yunani mengeklaim hak atas perairan di sekitar pulau yang masuk dalam wilayah geografis negara itu.
Namun, Turki menolaknya dan berkeras memiliki klaim atas wilayah perairan tersebut dengan alasan karena memiliki garis pantai yang lebih panjang ke wilayah Mediterania timur.
Langkah Turki ini merupakan yang terbaru karena sebelumnya Ankara sudah berulang-ulang mengirimkan kapal penelitian Oruc Reis ke Laut Mediterania.
Bulan Agustus lalu, Oruc Reis juga telah dikirim ke lokasi penemuan cadangan hidrokarbon terbesar di Laut Mediterania dengan diiringi oleh beberapa kapal perang milik Angkatan Laut Turki. Tindakan itu memicu kemarahan Yunani dan negara-negara anggota Uni Eropa.
Persaingan untuk memperebutkan cadangan hidrokarbon di Laut Mediterania bagian timur antara Turki di satu sisi dan Yunani serta Mesir di sisi yang lain, meruncing dalam beberapa bulan terakhir.
Klaim Turki disambut dengan kerja sama Yunani-Mesir pada awal Agustus 2020 untuk memanfaatkan secara maksimal sumber daya alam, khususnya minyak dan gas di kawasan yang tengah diperebutkan banyak pihak ini. Diperkirakan, kawasan itu menyimpan cadangan gas sebesar 120 triliun meter kubik.
Pengiriman Oruc Reis ke Laut Mediterania timur disambut dengan berbagai manuver udara dan laut militer kedua negara di wilayah perairan strategis antara Siprus dan Pulau Kreta, Yunani.
Desakan sejumlah negara termasuk Uni Eropa membuat Turki menarik mundur Oruc Reis dari wilayah yang disengketakan agar ruang diplomatik bisa dimulai antara para pihak berkepentingan.
Presiden Turki, Recep Tayyep Erdogan, saat itu mengatakan, penarikan Oruc Reis untuk memberikan kesempatan pada ruang-ruang diplomatik dalam menyelesaikan perselisihan pendapat.
Namun, sejumlah pejabat Turki membantah bahwa penarikan Oruc Reis terkait dengan upaya diplomasi. Penarikan Oruc Reis dari Laut Mediterania timur untuk menjalani perawatan berkala terhadap seluruh fasilitas yang ada di kapal dan tidak ada hubungannya dengan keberatan yang diajukan Yunani ataupun Uni Eropa.
Oruc Reis akan kembali melanjutkan tugasnya ketika mereka sudah dinyatakan layak untuk kembali berlayar.
Baca juga: Yunani dan Turki Akan Bicara Lagi Selesaikan Sengketa
Upaya meredakan krisis juga disebut mengalami kemajuan. Dipimpin Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas, perwakilan kedua negara sudah melakukan pertemuan, termasuk di sela-sela pertemuan forum keamanan yang berlangsung di Bratislava, Slovakia, pekan lalu. Namun, sejauh ini pertemuan itu tidak menghasilkan sesuatu yang konkret.
Pada pertemuan awal bulan Oktober, Uni Eropa mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap Turki jika Ankara gagal menghentikan tindakan penelitian dan pengeboran yang dianggap ilegal oleh organisasi tersebut.
Turki bergeming dan menilai ancaman itu bukan sebuah kebijakan yang konstrukstif. Langkah terbaru dengan mengirimkan Oruc Reis ini juga akan menimbulkan ketegangan lagi dengan UE.
Untuk meredakan ketegangan, Maas dijadwalkan akan terbang ke Ankara pada Rabu (14/10). Penyelesaian masalah di Laut Mediterania timur menjadi salah satu agenda pembicaraan.
Tunda pengembangan
Ketegangan di wilayah Laut Mediterania timur antara Yunani, Turki, dan beberapa negara lain di sekitar wilayah sengketa diyakini membuat lembaga keuangan memilih menahan diri untuk membiayai pembangunan proyek minyak dan gas di lokasi tersebut.
Lembaga keuangan akan memilih menjaga jarak dan menunggu hingga waktu yang tepat untuk membicarakan prospek pembiayaan pembangunan pengeboran gas dan minyak lepas pantai di sana.
”Lembaga keuangan internasional memilih untuk mempelajari proyek tersebut dan baru akan memutuskan apakah proyek itu layak secara ekonomi dan berkelanjutan secara lingkungan dengan risiko politik sekarang ini. Saya tidak melihat peluang apa pun saat ini, terutama yang terkait dengan penemuan gas di Mediterania timur,” kata Mithat Rende, mantan perwakilan tetap Turki di OECD, dikutip dari kantor berita Turki Anadolu Agency.
Baca juga: Dari Laut Tengah Bagian Timur, Turki Berambisi Membangun Neo-Ottoman
Namun, bukan tidak mungkin, menurut Rende, perusahaan energi besar dengan sumber keuangan mereka sendiri yang tidak terbatas bisa merealisasikan proyek tersebut di tengah konflik saat ini. Dengan catatan, kata Rende, mereka bisa meyakinkan para pemegang sahamnya untuk mau mengucurkan dana mereka sendiri.
Richard Morningstar, pendiri Pusat Energi Global di Dewan Atlantik, menilai, perusahaan besar akan menghindari melakukan investasi besar jika ada risiko politik yang cukup besar. Menurut dia, satu-satunya proyek yang layak ditindaklanjuti adalah eksplorasi ladang gas Zohr di Mesir.
”Gas dari lokasi ini bisa dialirkan ke Turki, Mesir, dan bahkan ke Eropa,” kata dia. (AFP/REUTERS)