Perundingan Digelar di Geneva-Moskwa Guna Redakan Konflik Armenia-Azerbaijan
Pertempuran Armenia-Azerbaijan terjadi sejak 27 September lalu. Konflik bersenjata itu telah menewaskan ratusan orang dalam eskalasi permusuhan terburuk sejak 1994.
Oleh
BENNY D KOESTANTO & MH SAMSUL HADI
·4 menit baca
GENEVA, KAMIS — Perundingan untuk meredakan konflik dan pertempuran antara pasukan Azerbaijan dan kelompok etnis Armenia di wilayah Nagorno-Karabakh mulai digelar, Kamis (8/10/2020). Perundingan itu akan difokuskan pada upaya gencatan senjata dan mencegah eskalasi perang di kawasan Kaukasus selatan.
Menteri Luar Negeri Azerbaijan Jeyhun Bayramov dijadwalkan akan bertemu dengan delegasi dari Amerika Serikat, Rusia, dan Perancis di Geneva, Swiss, Kamis. Sementara Menteri Luar Negeri Armenia Zohrab Mnatsakanyan akan bertemu dengan pejabat dari tiga negara itu di Moskwa, Senin mendatang.
Dua pertemuan itu merupakan upaya awal pertama oleh tiga kekuatan dunia guna menghentikan pertempuran yang meletus sejak 27 September lalu. AS, Rusia, dan Perancis memimpin secara bersama-sama Kelompok Minsk Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE). Kelompok ini selama beberapa dekade memediasi konflik di Nagorno-Karabakh.
Berdasarkan hukum internasional, wilayah Nagorno-Karabakh milik Azerbaijan. Namun, wilayah itu dihuni dan dikelola oleh warga etnis Armenia yang memisahkan diri dari Azerbaijan dalam perang tahun 1991-1994. Sekitar 30.000 orang tewas dalam peperangan kala itu.
”Posisi Amerika Serikat sudah jelas dan tidak berubah: kedua pihak harus menghentikan permusuhan secepatnya dan bekerja bersama Ketua Bersama Kelompok Minsk untuk kembali pada negosiasi utama secepat mungkin,” ujar seorang jubir AS di Geneva.
Beberapa jam sebelum pertemuan di Geneva dimulai, Azerbaijan menyebutkan bahwa kota Ganja di wilayahnya dihantam tembakan-tembakan artileri oleh pasukan Armenia. Di tempat lain, pertempuran hebat terus terjadi di Nagorno-Karabakh antara pasukan Armenia dan Azerbaijan. Pertempuran meluas ke wilayah-wilayah yang sebelumnya relatif tenang. Akibatnya, warga setempat meninggalkan kawasan tempat tinggal mereka untuk mengungsi.
Pertempuran kedua pihak terjadi sejak 27 September. Konflik bersenjata itu telah menewaskan ratusan orang dalam eskalasi permusuhan terburuk sejak 1994. Nagorno-Karabakh terletak di dalam Azerbaijan, tetapi telah di bawah kendali pasukan etnis Armenia selama lebih dari seperempat abad.
Serangan artileri
Stepanakert, ibu kota wilayah itu, dihantam serangan artileri yang intens dalam beberapa hari terakhir. Kilatan akibat ledakan terlihat dari pusat kota, Selasa (6/10/2020) malam. Penduduk setempat berkumpul di tempat penampungan untuk menghindari kekerasan.
”Pengeboman bangunan terus berlangsung dan rumah-rumah pun hancur. Kami sangat takut akan hal itu. Bagaimana orang bisa tahan? Berapa lama itu akan bertahan?” kata Sida, warga setempat yang tinggal di tempat penampungan, Selasa malam.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Armenia, Artsrun Ovannisian, mengatakan, pada Rabu, Stepanakert sekali lagi menjadi sasaran oleh kubu Azerbaijan. Pejabat Nagorno-Karabakh mengatakan bahwa infrastruktur sipil dan beberapa bangunan tempat tinggal di Stepanakert telah terkena rudal dan hantaman pesawat-pesawat nirawak.
Namun, Azerbaijan telah menolak klaim dan tuduhan menarget infrastruktur sipil di Stepanakert. Hikmet Hajiyev, asisten presiden Azerbaijan, mengatakan dalam sebuah wawancara awal pekan ini bahwa pasukan Azerbaijan hanya menargetkan obyek militer di dalam dan sekitar Stepanakert. Namun, diakui adanya ”beberapa kerusakan tambahan”.
Pertempuran di wilayah tersebut—yang melibatkan artileri berat, pesawat tempur, dan pesawat nirawak—terus berlanjut meskipun masyarakat internasional berulang kali menyerukan agar dilakukan gencatan senjata. Militer Nagorno-Karabakh mengatakan, sebanyak 320 tentaranya tewas dalam pertempuran sejak 27 September. Azerbaijan belum mengumumkan jumlah kerugian dari sisinya. Namun, puluhan warga sipil di kedua sisi tewas.
Desakan UE
Uni Eropa, Rabu, menyatakan keprihatinannya tentang pertempuran tersebut. ”Kami telah melihat laporan serangan yang sangat mengkhawatirkan di daerah-daerah berpenduduk yang memakan korban sipil. Kami benar-benar mendesak semua pihak untuk sepenuhnya mematuhi kewajiban internasional mereka dalam melindungi penduduk sipil,” kata Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell kepada anggota Parlemen Eropa.
Borrell menyuarakan keprihatinan tentang tekad Azerbaijan untuk melanjutkan upaya mereka sampai terjadi penarikan pasukan Armenia dari wilayah tersebut. Ia mengatakan bahwa dia telah membahas konflik tersebut dengan menteri luar negeri kedua negara, serta dengan Rusia dan Turki, pemain regional utama. Turki secara terbuka mendukung Azerbaijan dan menyatakan siap memberikan bantuan militer, khususnya jika Azerbaijan memintanya.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev memuji senjata Turki dalam sebuah wawancara dengan CNN-Turk yang disiarkan, Rabu. Ia mengungkapkan, pesawat nirawak Turki telah menciptakan perbedaan besar.
”Industri pertahanan Turki telah berkembang sedemikian cepat sehingga saya berharap di masa depan, dengan persenjataan Turki, peralatan militer kami akan mencapai tingkat yang lebih tinggi,” tambah Aliyev.
Sambil memuji Turki, Aliyev juga mengucapkan kata-kata hangat untuk Rusia. Mokswa memiliki pangkalan militer di Armenia, tetapi telah berusaha untuk menumbuhkan hubungan yang hangat, baik dengan Azerbaijan maupun Armenia. ”Kami memiliki hubungan bersejarah yang panjang dengan Rusia,” kata Aliyev. ”Saat ini Rusia telah mengembangkan hubungan, baik dengan Armenia maupun Azerbaijan. Ini adalah faktor penting.”