Isu HAM Jadi Ajang Perseteruan, China Disoroti soal Uighur
AS dan UE meminta akses pemantauan ke Xinjiang dan prihatin atas situasi Hong Kong. Namun, mayoritas anggota PBB mendukung langkah China di Xinjiang dan Hong Kong.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
GREG BAKER/AFP
Dalam file foto yang diambil pada 31 Mei 2019 ini tampak bendera China berjejer di jalan menuju fasilitas yang diyakini sebagai kamp pendidikan ulang di mana sebagian besar etnis minoritas Muslim ditahan, di pinggiran Hotan, Xinjiang. AS, Jepang, dan UE pada 6 Oktober 2020 mendesak China agar menghormati hak-hak minoritas Uighur dan prihatin atas situasi di Hong Kong.
Hampir 40 negara di PBB meminta China agar menghormati hak minoritas Uighur dan prihatin dengan situasi Hong Kong. Bagi China, itu merupakan urusan domestik.
NEW YORK, RABU — Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi ajang perseteruan pendukung dan penentang China. Dari tiga pernyataan soal China, dua di antaranya menyokong dan satu lagi menentang pada isu hak asasi manusia, terutama terkait dengan perlakuan Beijing terhadap etnis Uighur dan kelompok prodemokrasi Hong Kong.
Wakil Tetap Jerman untuk PBB, Christoph Heusgen, membacakan deklarasi yang mewakili 39 negara dalam sidang pada Selasa (6/10/2020) waktu New York atau Rabu dini hari WIB. Sebanyak 39 negara telah meneken sebuah deklarasi yang mendesak China untuk menghormati hak asasi manusia (HAM) terhadap kelompok minoritas, di antaranya Muslim Uighur di Xinjiang.
”Kami menyerukan China agar menghormati HAM, terutama hak orang-orang dalam beragama dan etnis minoritas, terutama di Xinjiang dan Tibet,” kata Heusgen, pemimpin inisiatif dalam pertemuan PBB tentang HAM, seperti dilaporkan AFP, Rabu (7/10).
Selain Jerman, pernyataan itu juga disokong, antara lain, oleh Amerika Serikat, Inggris, Selandia Baru, Jepang, dan banyak negara di blok Uni Eropa. Pada 2019, pernyataan sejenis hanya disokong 23 negara.
”Ada pemberangusan parah pada kebebasan beragama, kebebasan bergerak, berkumpul, dan berpendapat di kalangan Uighur. Pemantauan luas terus berlanjut terhadap orang Uighur dan kelompok minoritas lain juga ada laporan soal kerja paksa,” demikian tertulis di pernyataan deklarasi bersama itu.
”Kami sangat prihatin tentang situasi HAM di Xinjiang dan perkembangan terkini di Hong Kong. Kami menyerukan kepada China untuk mengizinkan akses langsung, bermakna, dan tanpa batas ke Xinjiang bagi pengamat independen, termasuk Komisaris Tinggi PBB untuk HAM,” demikian isi deklarasi.
Isu Xinjiang dan Hong Kong menjadi salah satu masalah yang menegangkan hubungan China dengan AS dan Eropa. Beberapa waktu lalu, AS menjatuhkan serangkaian sanksi terhadap China gara-gara kedua isu itu. AS melarang impor semua produk yang terkait dengan pusat-pusat pelatihan keterampilan di Hong Kong sebab pusat-pusat pelatihan dinilai menerapkan kerja paksa.
AFP/DALE DE LA REY
Polisi berpatroli di sebuah area setelah massa prodemokrasi menyerukan unjuk rasa di Hong Kong pada 6 September 2020 untuk memprotes keputusan pemerintah yang menunda pemilihan dewan legislatif karena pandemi Covid-19 dan undang-undang keamanan nasional.
Adapun isu Hong Kong sudah meruak selama bertahun- tahun. Sepanjang semester II-2019, Hong Kong diguncang unjuk rasa berbulan-bulan karena UU Keamanan Nasional dan UU Ekstradisi. UU Ekstradisi dinilai membuat sistem peradilan Hong Kong dikendalikan Beijing, tidak otonom lagi.
Padahal, pemisahan sistem peradilan salah satu penerapan prinsip ”Satu Negara, Dua Sistem”. China menjamin prinsip itu dipertahankan paling tidak sampai 2047 atau 50 tahun sejak Hong Kong dikembalikan Inggris kepada China.
Selepas Jerman menyatakan sikap, giliran Kuba dan Pakistan juga menyampaikan pendapat. Pakistan bersama 54 negara lain menentang upaya turut campur pada urusan dalam negeri China, seperti di kasus Hong Kong.
Mereka menyebut Hong Kong wilayah China dan Undang-Undang Keamanan Nasional untuk memastikan prinsip ”Satu Negara, Dua Sistem” yang diterapkan di Hong Kong bisa bertahan.
Sementara Kuba bersama 44 negara lain mendukung upaya China melawan terorisme dan menjalankan deradikalisasi di Xinjiang. Kuba menyebutkan, langkah China di Xinjiang merupakan tanggapan terhadap ancaman terorisme dan ekstremisme yang telah mengganggu keamanan rakyat China.
Respons China
Tindakan China disebut sesuai hukum dan demi menjaga HAM semua etnis di Xinjiang. Semuanya 70 negara mendukung pernyataan yang dibacakan Kuba dan Pakistan. Sebab, ada negara yang menandatangani keduanya dan ada yang tidak. Penanda tangan sokongan kepada China antara lain Rusia, Venezuela, dan Suriah.
Wakil Tetap China untuk PBB, Zhang Jun, menuding AS, Jerman, dan Inggris menyalahgunakan forum PBB, memolitisasi isu HAM, dan memprovokasi konfrontasi. ”Mereka menyebarkan informasi palsu dan virus politik, menjelekkan China, mencampuri urusan dalam China. China menolak dan menentang itu,” ujarnya, seperti dilaporkan Global Times.
Zhang bahkan balik menyerang AS dengan isu diskriminasi rasial dan korban tewas akibat Covid-19. AS dinyatakan gagal melindungi HAM warganya. ”Menyalahkan China tidak akan bisa menutupi buruknya catatan HAM Anda,” katanya.
Menurut Zhang, dunia sedang berada di masa kritis dan berhadapan dengan tantangan besar. ”Sangat disesalkan, selalu ada keributan dari negara-negara yang sama. AS, Jerman, dan Inggris mengabaikan permintaan dari semua pihak dan terus memprovokasi permusuhan. Saya ingin menyampaikan kepada AS, permainan Anda sepenuhnya tak benar," tuturnya.
AP PHOTO/MARY ALTAFFER
Wakil Tetap China untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Zhang Jun, berbicara kepada wartawan, Selasa, 22 September 2020, di kantor Misi China untuk PBB di New York. Zhang, Rabu (7/10/2020), menuding AS, Jerman, dan Inggris menyalahgunakan forum PBB, memolitisasi isu HAM, dan memprovokasi konfrontasi terkait isu Uighur dan Hong Kong.
Zang pun melanjutkan, ”Pencapaian China pada pembangunan HAM diakui secara luas dan tak bisa disangkal dengan penipuan dan kebohongan. Langkah efisien China untuk melawan terorisme, menjaga keamanan nasional, dan mendorong pembangunan ekonomi serta sosial sangat disokong semua warga negara dan teruji oleh waktu.”
Secara terpisah, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying menegaskan, Beijing akan menentang semua upaya turut campur pada urusan domestik China. ”China menentang siapa pun yang mencoba menciptakan ketidakstabilan, pemisahan wilayah, ada kericuhan. Kami juga menolak upaya manipulasi politik terkait Hong Kong dan Xinjiang,” katanya.
Bahkan, Hua menyebut para penyokong China sepakat bahwa UU Keamanan Nasional di Hong Kong penting untuk kesejahteraan kota itu. Hak warga Hong Kong dilindungi oleh UU yang banyak diprotes itu. (AP/REUTERS)