Lukisan Goa Berusia Ribuan Tahun Buktikan Keberadaan Manusia Prasejarah
Pengalaman menjelajahi goa itu mengasyikkan meski sedikit menakutkan.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Sorot senter yang dipegang Kanniga Premjai, arkeolog Thailand, menyinari lukisan kusam di dinding goa. Di dinding itu samar terlihat gambar kijang, figur yang kesepian, dan keluarga yang saling bergandengan tangan.
Setelah upaya pencarian selama berbulan-bulan, Kanniga dan timnya akhirnya menemukan lukisan goa yang sudah lama tersembunyi di hutan belantara Taman Nasional Sam Roi Yot, sekitar empat jam arah barat daya dari ibu kota Thailand, Bangkok.
Kanniga (40) dan timnya dibantu penjaga hutan yang menembus hutan belantara berbekal parang untuk menebas jalan setapak yang penuh dengan tanaman berduri.
Mereka telah masuk dan menyusuri paling tidak 40 goa dan tidak menemukan apa pun. Tiba-tiba mereka tanpa sadar menemukan goa yang berada di tanjakan terjal dan tebing berbatu itu.
”Saya langsung berteriak keras kegirangan ketika menemukan lukisan-lukisan ini,” kata Kanniga sambil menunjuk gambar sekelompok sosok berwarna kusam yang tampak seperti sedang berpegangan tangan.
Dinding yang gelap menutupi lukisan itu sehingga Kanniga dan timnya harus memeriksa setiap jengkal dinding itu dengan cermat dengan bantuan aplikasi seluler. Dari hasil penginderaan aplikasi itu untuk sementara diketahui lukisannya termasuk prasejarah dan usianya sekitar 2.000-3.000 tahun.
Medan sulit
Selama ini pemerintah Thailand berhasil menemukan kuil-kuil dan kota-kota kuno seperti reruntuhan di bekas ibu kota Ayutthaya dan Chiang Mai utara. Dua lokasi bersejarah ini berhasil menarik wisatawan domestik dan asing.
Namun, upaya pencarian lukisan di dalam goa lebih sulit bagi Departemen Seni Rupa Thailand yang saat ini mengalami kekurangan tenaga kerja. Apalagi tenaga kerja yang mahir dan terampil untuk berjalan jauh menjelajahi medan hutan belantara yang sering kali harus melewati jalan-jalan yang sulit.
”Sebagian besar pekerjaan pemerintah selama ini hanya merawat yang sudah ditemukan. Itu saja sudah makan banyak waktu. Sementara masih banyak tempat di Thailand yang belum dieksplorasi,” kata Noel Hidalgo Tan dari Pusat Arkeologi dan Seni Rupa Regional Asia Tenggara.
Sebenarnya keberadaan goa-goa prasejarah ini sudah diketahui oleh masyarakat sekitarnya. Ini karena penduduk setempat sering menjelajahi goa-goa hanya untuk mengumpulkan guano atau kotoran kelelawar yang bisa dipakai sebagai pupuk. Namun, mereka mungkin tidak sempat atau tidak tahu ada lukisan di dindingnya.
Itulah mengapa Kanniga dan timnya menyusuri setiap goa dan tebing. ”Kami tidak tahu apa yang akan kami temukan di setiap goa,” ujarnya sambil merunduk masuk ke dalam goa.
Selama ini, Kanniga memegang hipotesis bahwa kawasan Sam Roi Yot pernah menjadi rumah bagi manusia prasejarah. Hipotesis ini didukung dengan penemuan lukisan goa itu. Meski bukan yang tertua di Thailand, seperti yang di Goa Tanah Liat yang berusia antara 5.000-11.000 tahun, tetap saja lukisan goa itu berasal dari zaman prasejarah.
Penjelajahan goa sudah digeluti Kanniga selama 20 tahun. Ia merupakan salah satu dari tiga arkeolog yang bertanggung jawab atas enam provinsi di Departemen Seni Rupa Ratchaburi.
Sebelumnya, ia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengkurasi situs-situs bersejarah dengan menentukan usia dan asal-muasalnya. ”Arkeolog asing biasanya menjadi spesialis pada satu hal saja. Akan tetapi, di Thailand, kami harus tahu semuanya meski tak terlalu mendalam,” kata Kanniga.
Nomaden
Penemuan lukisan goa di dekat Sam Roi Yot pada 2016 membuat Kanniga semakin penasaran dan gigih mencari ke kawasan lain di taman nasional yang belum dijelajahi. Saat ini, taman nasional semakin populer dan dipadati wisatawan domestik dan secara khusus kelompok pencinta burung. Selain ke taman nasional, wisatawan juga mengunjungi pantai terdekat.
Dari bukti-bukti yang sudah ada, manusia pemburu dan pengumpul pernah tinggal di kawasan itu sekitar 3.000 tahun yang lalu. Spesialis Seni Rupa Goa dan Batu, Tan, menjelaskan kelompok manusia prasejarah hidupnya berpindah-pindah dan tinggal di daerah pegunungan.
Terlepas dari potensi kawasan itu, tidak akan mudah mengubah goa menjadi tempat wisata, seperti halnya lokasi-lokasi bersejarah lainnya. Pasalnya, goa membutuhkan eksplorasi berkelanjutan oleh arkeolog.
”Melestarikan dan melindungi goa memang perlu agar menghasilkan pendapatan bagi daerah dan negara. Akan tetapi, goa sulit dimonetisasi,” kata Tan.
Namun, Kanniga tidak terpengaruh oleh masalah itu. Ia tetap mendorong timnya untuk mencari peninggalan bersejarah yang tersembunyi di goa-goa di dalam taman nasional yang belum terjamah.
”Pengalaman menjelajahi goa itu mengasyikkan meski sedikit menakutkan terutama saat kami harus mendaki. Awalnya kita pernah tersesat, tetapi kemudian berhasil menemukan sebuah goa. Senang sekali rasanya,” kata Chananchaita Kitcho (23), seorang petenis yang hobi menjelajahi goa itu.
Kanniga mengaku masih merinding ketika melihat coretan atau lukisan di dinding goa itu. ”Ketika menemukan lukisan seperti itu, rasanya seperti menemukan harta karun. Itu indahnya arkeologi. Kita tidak pernah bosan,” ujarnya. (AFP/LUK)