Ancaman China Meningkat, Taiwan Tambah Anggaran Pertahanan
Taiwan menaikkan anggaran sebesar 10 persen untuk belanja pertahanan 2021. AS menilai langkah itu belum cukup untuk membangun kekuatan pertahanan menghadapi China.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
WASHINGTON DC, RABU —Menghadapi ancaman China yang kian agresif, Pemerintah Taiwan berencana meningkatkan pengeluaran sektor pertahanan keamanan sebesar 1,4 miliar dollar AS.
Sementara itu, Pemerintah Amerika Serikat menilai langkah Taiwan itu sudah tepat, tetapi sebenarnya masih belum cukup untuk membangun kekuatan pertahanan yang akan mampu menghadapi China.
Pada Agustus 2020, kabinet Taiwan mengusulkan anggaran militer sebesar 15,24 miliar dollar AS untuk tahun depan. Jumlah anggaran itu naik 10 persen dibandingkan anggaran tahun ini, yakni 13,99 miliar dollar AS.
Langkah itu dilakukan gara-gara aktivitas militer China semakin gencar di wilayah dekat Taiwan. China tidak merasa ada yang salah karena menganggap Taiwan bagian dari wilayahnya.
Hal itu dikemukakan David Helvey, pejabat asisten Menteri Pertahanan AS untuk Asia Timur, saat konferensi industri pertahanan yang diselenggarakan Dewan Usaha Taiwan-AS secara daring (online), Selasa (6/10/2020).
Aktivitas militer Tentara Pembebasan Rakyat China menjadi semacam ujian bagi kemampuan dan kesiapan Taiwan menghadapi China.
”Meski tindakan China nyata dan berbahaya, bukan berarti China tidak bisa dikalahkan. Dengan investasi yang tepat, Taiwan mampu menghadapi China. Taiwan harus memberi pesan ke China bahwa rakyat dan militer Taiwan akan mempertahankan Taiwan,” kata Helvey.
Seimbang
Helvey mengatakan, Taiwan harus terus berupaya menyeimbangkan investasi pertahanan antara produksi dalam negeri dan pembelian dari pihak asing sekaligus menghindari investasi berlebihan pada sektor-sektor yang tidak menguntungkan. AS mendorong Taiwan untuk menanam investasi dalam jumlah besar karena tidak akan bisa menyerang tanpa kekuatan anggaran.
Investasi pertahanan itu, antara lain, membeli rudal jelajah pertahanan sebanyak mungkin dan peralatan pertahanan lain yang dibutuhkan untuk menjaga daerah pesisir, seperti pertahanan udara jarak pendek, ranjau laut, kapal serang cepat, artileri bergerak, dan alat pemantauan berteknologi tinggi.
Taiwan juga disarankan untuk memperkuat pasukannya berikut pelatihan militernya. ”Taiwan harus bisa menunjukkan kepada rakyat bahwa sekecil apa pun usahanya tetap saja akan bisa mempertahankan Taiwan,” kata Helvey.
Seiring dengan gencarnya tekanan dari China, militer AS juga mengkhawatirkan kesiapan militer Taiwan dan kesediaan rakyat Taiwan melawan setiap serangan China.
AS diwajibkan oleh undang-undang untuk memberikan Taiwan sarana untuk mempertahankan diri. Namun, AS mempertahankan kebijakan ”strategi ambigu” jika menyangkut apakah akan melakukan intervensi militer jika China menyerang.
Pada bulan lalu, AS dikabarkan berencana menjual tujuh sistem persenjataan utama, termasuk ranjau, rudal jelajah, dan pesawat tanpa awak, ke Taiwan.
Provokasi
Selama tahun ini saja, pesawat tempur Taiwan sudah mencegat pesawat China dua kali lebih banyak ketimbang tahun lalu. Selama beberapa pekan terakhir, pesawat-pesawat tempur China mendekati perbatasan di Selat Taiwan. Kementerian Pertahanan Taiwan menyebutkan, sampai bulan ini saja Taiwan sudah mencegat 4.132 kali, naik 12 persen dibandingkan tahun lalu.
Laporan Kemenhan Taiwan menyebutkan, China coba menggunakan tindakan militer unilateral untuk mengubah status quo keamanan di Selat Taiwan. China juga menguji reaksi Taiwan, menekan pertahanan udara Taiwan, dan mempersempit ruang gerak Taiwan.
China belakangan ini kesal dengan dukungan AS terhadap Taiwan. Meski Taiwan tak mampu menandingi kekuatan militer China, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen tetap menggenjot modernisasi militernya.
Wakil Menteri Pertahanan Taiwan Chang Guan-chung mengatakan, Taiwan tengah mengembangkan sistem pertahanan yang kecil, sering dilakukan, cerdas, cepat, bergerak, berbiaya rendah, efektif, mudah dikembangkan, serta sulit untuk dideteksi dan dicegah.
”Kami juga akan latihan bersama dengan AS untuk konsep operasional, berbagi informasi intelijen, dan kerja sama persenjataan,” kata Guan-chung. (REUTERS)