Belasan partai peserta pemilu parlemen di Kirgistan menuding telah terjadi kecurangan dalam pemilu dan mendesak digelarnya pemilu ulang.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
BISHKEK, SELASA — Setidaknya 120 orang terluka dan dirawat di rumah sakit setelah bentrokan terjadi antara polisi dan demonstran yang berunjuk rasa memprotes hasil pemilu parlemen di Bishkek, ibu kota Kirgistan, Senin (5/10/2020). Pihak oposisi mendesak pemilu ulang karena telah terjadi kecurangan dan politik uang selama pemilu.
Para pendukung oposisi turun ke jalan-jalan dan mendesak Presiden Kirgistan yang pro-Rusia, Sooronbay Jeenbekov, mundur menyusul setidaknya 10 partai politik menghendaki digelarnya pemilu ulang setelah isu politik uang menyebar.
Sekitar 5.000 orang berkumpul di kawasan Ala-Too untuk memprotes kemenangan partai-partai propemerintah yang mereka sebut meraih kemenangan dengan curang. Penyanyi popular bergabung dengan politisi untuk menyapa kerumunan pemrotes yang merespons dengan teriakan ”Jeenbekov turun”.
”Presiden berjanji mengawasi pemilu yang jujur. Dia tidak menepatinya,” kata salah seorang kandidat dari oposisi, Ryskeldi Mombekov yang juga mendesak petugas pemilu membatalkan pemungutan suara ”dalam 24 jam ke depan”.
Polisi di Bishkek menggunakan meriam air, granat kejut, dan gas air mata untuk membubarkan demonstrasi ketika mereka berusaha menerobos gerbang utama pusat perkantoran pemerintah yang di dalamnya terdapat gedung parlemen dan kantor presiden. Bentrokan antara para pemrotes dan polisi di jalan-jalan berlangsung hingga malam di sekitar alun-alun, lokasi protes utama pada siang harinya.
Laporan langsung Radio Free Europe menggambarkan polisi melemparkan granat kejut untuk memukul balik pengunjuk rasa yang berupaya membakar beberapa tempat sampah.
Dalam pernyataannya, Kementerian Kesehatan Kirgistan menyebut bahwa 120 orang terluka selama unjuk rasa itu yang sekitar separuh di antaranya ”perwakilan aparat penegak hukum”, beberapa di antaranya mengalami kondisi yang serius. Tidak ada korban jiwa dalam bentrokan itu.
Hasil penghitungan awal menunjukkan, hanya dua dari 16 partai dalam pemilu yang mendapat kursi di parlemen Kirgistan, yaitu partai propemerintah Birimindik 26 persen, Partai Mekenim Kirgistan yang terkait dengan mantan pejabat bea dan cukai 24 persen, serta tiga partai lain yang masing-masing meraih 7 persen suara.
Di dalam Birimindik ada adik paling muda presiden, Asylbek Jeenbekov, sementara Mekenim Kirgistan dinilai para pengkritik sebagai kendaraan kepentingan klan yang berkuasa, yakni Rayimbek Matraimov, mantan pejabat bea dan cukai yang menjadi target gerakan antikorupsi tahun lalu.
Badan Pengawas Pemilu Eropa menyatakan dalam laporannya bahwa ”hak-hak dasar dan kebebasan secara umum dihormati” dalam pemilu di Kirgistan, tapi ”tuduhan yang kredibel atas pembelian suara tetap menjadi perhatian serius”.
Media lokal melaporkan, 12 partai telah menandatangani dokumen bersama menuntut otoritas membatalkan hasil pemilu dan menggelar pemilu ulang.
”Kami semua menyaksikan pelanggaran hukum yang sebenarnya selama kampanye dan hari-H pemungutan suara kemarin.... Tekanan terhadap pemilih, indimidasi pemilih, penyogokan,” kata Klara Sooronkulova, Ketua Partai Reforma.
Kantor Kepresidenan Kirgistan mengatakan, Presiden Jeenbekov akan bertemu dengan para pemimpin dari 16 partai yang ikut dalam pemilu parlemen untuk meredakan ketegangan. Namun, belum jelas apakah semua partai bersedia untuk bertemu dengan Jeenbekov.
Partai Ata-Meken yang gagal meraih ambang batas perolehan suara 7 persen mengatakan, ketua umum mereka, Janar Akayev, terluka setelah kakinya terkena peluru karet.
Anggota partai Ata-Meken, Elvira Surabaldiyeva, menyampaikan bahwa mereka tidak memiliki andil membentuk pemerintahan. ”Partai kami akan berdiri bersama rakyat sampah akhir,” ujarnya.
Partai Birimdik yang meraup sekitar 25 persen suara berdasarkan penghitungan awal menyatakan terbuka terhadap opsi pemilu ulang. Birimdik juga menyeru partai lain yang meraih 7 persen suara sesuai ambang batas perolehan suara (electoral threshold) untuk melakukan hal yang sama.
Sepanjang malam, jaringan internet dan telekomunikasi dari operator besar, seperti Megacom, buruk atau terputus sama sekali. Saksi mata menyampaikan kepada AFP bahwa para pemilik toko di sekitar lokasi demonstrasi mulai memindahkan barang-barangnya mengantisipasi terjadinya penjarahan.
Sebab, dua kerusuhan yang menjatuhkan presiden yang otoriter pada tahun 2005 dan 2010 diikuti juga oleh penjarahan. Namun, secara umum dalam satu dekade terakhir negara eks Soviet itu relatif stabil.
Ketidakpuasan, korupsi, dan dominasi dinasti politik telah meningkat seiring dengan tantangan ekonomi dan krisis akibat pandemi. (AFP/REUTERS)