Kaledonia Baru Gelar Referendum, Mayoritas Menolak Pisah dari Perancis
Warga Kaledonia Baru kembali menggelar referendum. Hasilnya, mayoritas warga memilih tetap berada di bawah teritorial Perancis. Namun, jumlah pemilih pro kemerdekaan bertambah. Referendum akan digelar lagi pada 2022.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
NOUMEA, SENIN — Daerah koloni Perancis di Pasifik Selatan, Kaledonia Baru, memilih untuk tetap di bawah Perancis berdasarkan referendum kedua, Minggu (4/10/2020). Namun, dibandingkan dengan referendum pertama, mereka yang mendukung agar Kaledonia Baru tetap menjadi teritori Perancis berkurang.
Meski baru disahkan pada Senin (5/10/2020) ini, hasil referendum yang diikuti lebih dari 180.000 penduduk itu telah selesai dihitung, Minggu (4/10/2020). Hasilnya, sebanyak 53,26 persen pemilih mendukung untuk tetap berada di bawah Perancis, sedangkan 46,74 persen ingin memisahkan diri dari Perancis.
Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan, dirinya berterima kasih kepada para pemilih. ”Saya menyambut sinyal kepercayaan diri di republik ini dengan rasa terima kasih yang mendalam,” katanya di kantornya, di Paris.
Sebelumnya, Macron menyebut ”Perancis terlihat kurang indah tanpa Kaledonia Baru”. Macron juga menambahkan bahwa dirinya merasakan ”kerendahan hati” atas peningkatan suara yang pro kemerdekaan dibandingkan dengan referendum tahun 2018.
Referendum kedua tahun 2020 ini merupakan bagian dari proses rencana dekolonisasi yang dirundingkan dengan hati-hati dan disepakati pada tahun 1998 guna mengakhiri konflik antara populasi penduduk asli Kanak yang pro kemerdekaan dan keturunan para pemukim dari Eropa.
Konflik itu sempat memuncak menjadi konflik berdarah dan penyanderaan yang menewaskan 19 orang anggota separatis dan enam polisi, serta pasukan khusus tewas. Referendum di Kaledonia Baru diadakan tiga kali, dimulai tahun 2018, referendum kedua tahun 2020, dan referendum ketiga tahun 2022.
Pada 2018, suara yang mendukung kemerdekaan Kaledonia Baru sebesar 43,33 persen dan naik menjadi 46,74 persen pada referendum kedua tahun 2020 ini. Sebaliknya, penduduk yang tetap ingin menjadi bagian dari Perancis menurun dari 56,7 persen pada referendum pertama menjadi 53,26 persen pada referendum kedua.
”Saya menunggu 45 menit. Penting buat saya untuk menggunakan hak suara,” kata Germaine Le Demezet, seorang pensiunan di ibu kota Noumea. ”Saya memiliki anak dan cucu di sini, masa depan harus jelas dan kami perlu tahu apa yang akan terjadi dengan kami nantinya,” katanya, melanjutkan.
Dihubungi dari Jakarta, Konsul di Konsulat Jenderal RI di Kaledonia Baru, Winbert Hutahaean, mengatakan bahwa selain mayoritas penduduk asli yang merupakan ras Melanesia, banyak pendatang di Kaledonia Baru, termasuk orang-orang dari Jawa, Vietnam, dan Jepang.
Orang-orang Jawa itu dibawa ke sana sejak abad ke-19 oleh pemerintah Hindia Belanda yang bekerja sama dengan Perancis untuk bekerja di tambang nikel, perkebunan kopi, dan teh. Kedatangan mereka di Kaledonia Baru mirip dengan kuli kontrak di Suriname.
Winbert menambahkan, dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan tidak memihak, Pemerintah Indonesia mendukung apa pun pilihan mayoritas penduduk Kaledonia Baru.
Sebelum referendum, mayoritas pengamat politik telah memprediksi selisih yang semakin kecil antara pro kemerdekaan dan pro Perancis. Sementara itu, Front Pembebasan Nasional Kanak dan Sosialis (FLNKS) menjadi motor kelompok pro kemerdekaan.
Winbert menggambarkan, meski dua kali kalah, suara kelompok pro kemerdekaan bertambah dan masih memiliki potensi suara dari penduduk yang selama ini belum menggunakan hak pilihnya.
Kaledonia Baru, yang terletak di antara Australia dan Fiji, serta kadang-kadang disebut ”The Pebble”, direbut oleh Perancis pada 1853 dan merupakan tempat tinggal bagi 270.000 penduduk.
Sebagai produsen nikel dunia, Kaledonia Baru mengandalkan produksi logam ini untuk menyokong perekonomiannya, termasuk dari pariwisata dan dukungan keuangan dari Perancis.
Pemerintah Perancis yang berjarak 16.000 kilometer jauhnya menyubsidi wilayah tersebut sekitar 1,5 miliar euro (1,75 miliar dollar AS) setiap tahun atau setara dengan lebih dari 15 persen produk domestik bruto Kaledonia Baru. (AFP/AP)