Indonesia Kembali Desak Pelucutan Total Senjata Nuklir
Covid-19 mengingatkan bahwa melindungi umat manusia tidak dapat dilakukan melalui senjata nuklir. Senjata nuklir harus dihapus demi melindungi keberlangsungan hidup seluruh penghuni bumi
Oleh
kris mada
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia kembali mendesak pelucutan total senjata nuklir demi kelangsungan hidup seluruh manusia. Nuklir terbukti tidak bisa melindungi umat manusia.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan itu dalam peringatan 50 tahun Traktat Pengendalian Senjata Nuklir (NPT), Jumat (2/10/2020). ”Mempertahankan keberadaan senjata nuklir tidak memberikan manfaat bagi dunia. Di sisi lain, penghapusan total senjata nuklir akan memastikan keberlangsungan umat manusia,” ujarnya dalam pidato kepada perwakilan anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Peringatan 50 tahun NPT diselenggarakan secara virtual. Para wakil negara berpidato dari negara masing-masing. Sebagian mengirimkan rekaman video.
Retno mengingatkan, salah satu tujuan pembentukan PBB adalah penghapusan total senjata nuklir. Sampai PBB berusia 75 tahun pada 2020, tujuan itu tidak kunjung tercapai.
”Tidak terdapat kemajuan signifikan oleh negara pemilik senjata nuklir dalam menghancurkan persenjataan nuklir mereka. Sebaliknya, doktrin pencegahan (deterrence) nuklir masih digunakan, seiring dengan program modernisasi dan melemahnya kerangka pelucutan senjata nuklir,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, beberapa negara memandang penting senjata nuklir sebagai sarana menyintas dan keamanan nasional. ”Penghapusan senjata nuklir penting bukan hanya untuk satu negara, melainkan untuk keberlangsungan seluruh kehidupan di planet. Sayangnya, upaya penghapusan senjata nuklir malah macet dan cenderung mundur,” kata Guterres.
Negara-negara terus memodernisasi persenjataan nuklirnya. Mereka mengembangkan senjata nuklir yang lebih cepat, sulit terlacak, dan lebih tepat sasaran. Dana sangat banyak dihabiskan untuk program itu.
Guterres mendesak para pemilik senjata nuklir untuk segera menyepakati mekanisme pengendalian. ”Wajib bagi AS dan Rusia untuk memperpanjang, tanpa penundaan, NEW START untuk hingga lima tahun,” ujarnya.
Perjanjian pengendalian
Ia mengacu pada pengendalian senjata nuklir yang disepakati AS-Rusia pada 2010 dan berlaku sampai 2021. Sejak 1987, AS dan Uni Soviet menyepakati sejumlah perjanjian pengendalian senjata nuklir.
Pada 1987, Moskwa-Washington menyepakati perjanjian pengendalian pengembangan peluru kendali jarak menengah (INF). Traktat itu melarang pengembangan dan penempatan rudal darat dengan jangkauan 500 kilometer hingga 5.500 kilometer.
Sementara pada 1991, disepakati START I yang mengatur pembatasan jumlah hulu ledak di AS dan Rusia. Selanjutnya, ada NEW START yang berlaku sampai 2021.
Selepas Uni Soviet bubar, perannya diteruskan oleh Rusia sebagai pewaris utama federasi di Eropa Timur itu. AS dan Rusia merupakan pemilik utama senjata nuklir. Berbagai kajian menunjukkan, Rusia punya 6.375 bom nuklir, AS 5.800 bom nuklir, China 320 bom nuklir, Perancis 290 bom nuklir, dan Inggris 215 bom nuklir. India, Pakistan, Israel, dan Korea Utara juga dilaporkan memiliki bom nuklir.
AS dan Rusia kini sedang merundingkan kesepakatan baru pengendalian senjata nuklir. Dalam berbagai kesempatan, AS dan Eropa mendesak China dilibatkan dalam perundingan itu. Tak hanya mendesak, AS terus menggalang dukungan untuk mendesak China dilibatkan dalam perundingan pengendalian senjata nuklir antara AS-Rusia. Penggalangan dukungan, antara lain, dilakukan Utusan Khusus Presiden AS untuk Pengendalian Perlombaan Senjata, Marshall Billingslea.
Keinginan Washington melibatkan Beijing dalam perundingan pengendalian nuklir mengherankan Moskwa dan pengamat di AS. ”Kesimpulan tunggal saya adalah Marshall Billingslea dan pemerintahan Trump tidak berniat memperpanjang START dan mencoba menunjukkan ketidaktertarikan China dalam perundingan pengendalian senjata sebagai alasan untuk membiarkan (masa berlaku) START habis,” kata Daryl Kimball, yang menjadi Direktur Eksekutif Arms Control Association, lembaga riset di Washington.
Sementara itu, Retno mengingatkan, sangat penting bagi pemilik senjata nuklir untuk meningkatkan pelucutan. Mekanisme pelucutan harus diperkuat dan disesuaikan dengan keadaan mutakhir. Indonesia juga ingin pemberlakuan traktat larangan uji coba senjata nuklir (CTBT) dan Traktat Larangan Senjata Nuklir (TPNW). ”Covid-19 mengingatkan kita bahwa melindungi umat manusia tidak dapat dilakukan melalui senjata nuklir, tetapi melalui solidaritas global,” ujarnya. (*)