Vatikan Tidak Mau Disetir AS Terkait Hubungannya dengan China
Takhta Suci Vatikan tidak mau disetir Pemerintah Amerika Serikat dalam kebijakan luar negerinya. Vatikan juga tidak ingin menjadi bagian dari proses pemenangan dalam persaingan pilpres AS, November nanti.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
ROMA, JUMAT — Takhta Suci Vatikan menyatakan mereka tidak mau disetir pihak mana pun, termasuk Pemerintah Amerika Serikat, dalam kebijakan luar negerinya dengan China. Mereka tidak mau terseret kepentingan Presiden AS Donald Trump yang mencoba menyeretnya demi kepentingan politik pemilihan presiden.
Pernyataan keras itu disampaikan Takhta Suci Vatikan setelah tulisan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di sebuah publikasi Katolik AS yang konservatif dimuat bulan lalu. Di dalam tulisannya, Pompeo menyatakan kepemimpinan Paus Fransiskus sebagai sebuah kegagalan.
Selain itu, dalam tulisan itu Pompeo juga menyebut bahwa keputusan Vatikan melakukan pembaruan perjanjian dengan Pemerintah China dalam masalah penunjukan uskup membahayakan otoritas moralnya.
Tulisan Pompeo membuat jengkel dan marah Vatikan. Mereka menilai hal itu sebagai campur tangan dalam urusan internal gereja sekaligus mencetak poin bagi politik dalam negeri yang tengah dijalankan Pompeo, mitra tepercaya Trump.
Departemen Luar Negeri AS mencoba meredam perselisihan antara Vatikan dan Washington. Kunjungan dua hari Pompeo di Roma, Italia, termasuk pertemuannya dengan orang nomor dua di Vatikan, Kamis (1/10/2020), diharapkan bisa meredam ketegangan sekaligus mendekatkan kembali jarak yang dibangun oleh Pompeo. Namun, jarak sudah terbangun.
Pompeo menghabiskan sekitar 45 menit di Istana Apostolik untuk bertemu dengan orang nomor dua di Vatikan, Kardinal Pietro Parolin dan Menlu Vatikan Uskup Agung Paul Gallagher. Parolin, ditemui sejumlah wartawan dalam sebuah acara peluncuran buku pada Kamis malam, mengatakan, pertemuan itu dibuat bukan untuk mendekatkan hubungan kedua pihak.
”Dia (Pompeo) menjelaskan alasannya membuat pernyataan itu dan kami menjelaskan alasan kami mengapa berniat bergerak maju di jalur yang telah kami pilih,” kata Parolin.
Parolin mengatakan, Vatikan menegaskan pilihan sikap dalam kebijakan luar negerinya. Vatikan juga menyatakan, hak mereka untuk bergerak maju. Setiap kebijakan Vatikan, kata Parolin, adalah pilihan yang telah dipikirkan, direfleksikan, didoakan, Paus. Oleh karena itu, mereka bebas bergerak maju.
Pompeo sendiri memilih kata-kata yang bernada netral dan cenderung diplomatis setelah pertemuan itu untuk menghindari meruncingnya hubungan Vatikan dan Washington. Pompeo mengatakan, mereka melakukan pertemuan yang konstruktif dan memiliki pemikiran dan tujuan yang sama terkait dengan China.
”Kami melakukan diskusi yang konstruktif. Kami memiliki tujuan bersama. Perilaku Partai Komunis China mengingatkan kita tentang apa yang terjadi pada masa lampau dalam hal pelanggaran hak asasi manusia. Kami, kita, menyaksikan mereka menindas tidak hanya Muslim Uighur, tetapi juga Kristen, Katolik, Falun Gong, orang-orang dari semua agama dan kepercayaan,” kata Pompeo.
Dalam wawancaranya dengan program Fox News, Pompeo menyatakan, Gereja Katolik Vatikan dan Takhta Suci sangat peduli dengan hal yang dia sebutkan sebelumnya.
”Kami mendesak mereka mengambil pandangan yang lebih kuat untuk mengungkapkan kesaksian moral mereka terhadap perusakan yang terjadi di China,” kata Pompeo.
Juru Bicara Vatikan Matteo Bruni mengatakan, selama pertemuan, kedua belah pihak mempresentasikan posisi masing-masing tentang hubungan dengan China dalam suasana hormat, keterbukaan, dan keramahan.
Katolik China
Kritikan Pompeo terhadap Vatikan muncul ketika Takhta Suci berusaha memperpanjang kesepakatannya dengan China yang pernah ditandatangani tahun 2018. Kesepakatan itu diharapkan akan menyatukan umat Katolik di China yang selama tujuh dekade terpecah, antara anggota gereja resmi yang disetujui negara dan gereja bawah tanah yang setia kepada Roma.
Vatikan membela dialog yang tengah diupayakannya dengan Beijing dari kritik yang menyatakan bahwa Paus telah ”menjual” keimanan anggota gereja bawah tanah. Kesepakatan itu, menurut Vatikan, diperlukan untuk mencegah perpecahan yang lebih buruk di gereja-gereja Katolik di China.
Vatikan jarang, jika pernah memanggil perwakilan China atas tindakan kerasnya terhadap agama dan etnis minoritas serta pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Vatikan juga bungkam meski di Hong Kong terjadi protes selama berbulan-bulan. Hal serupa jarang mengkritik Rusia karena takut merusak hubungan dengan Gereja Ortodoks Rusia.
Pompeo berada di Roma untuk berpartisipasi dalam konferensi tentang kebebasan beragama yang diselenggarakan Kedutaan Besar AS untuk Takhta Suci. Selain itu dia memang dijadwalkan bertemu dengan pejabat Pemerintah Italia dan Vatikan.
Selama berlangsungnya konferensi, Rabu, Pompeo kembali mengulang desakannya agar Takhta Suci bergabung dengan AS dan kelompoknya mengecam pelanggaran kebebasan beragama di China, bagian dari kampanye AS yang lebih luas untuk mengkritik tindakan keras Beijing terhadap agama dan etnis minoritas.
Paus Fransiskus menolak bertemu dengan Pompe, untuk menghindari saran favoritisme politik menjelang pemilihan presiden AS pada November, kata pejabat Vatikan. Pompeo bertemu dengan Francis Oktober lalu, dan itu tidak biasa baginya untuk mendapatkan audiensi lain begitu cepat, bahkan tanpa pemilihan yang akan datang. (AP/Reuters)