Merasa Menang di Debat Pertama, Trump Tak Mau Aturan Debat Capres Diubah
Komite Debat Capres AS berencana mengubah aturan debat pada dua sesi debat berikutnya menjelang pemilu AS, 3 November. Kubu capres Republik, presiden petahana Donald Trump, menolak. Capres Demokrat, Joe Biden, menerima.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Setelah debat pertama calon presiden Amerika Serikat antara Donald Trump dan Joe Biden yang bertaburan interupsi dan saling serang pribadi, Selasa (29/09/2020), di Cleveland, AS, Komite Debat Presiden AS akan mengubah beberapa hal dalam aturan debat. Namun, tim kampanye Trump menolak rencana perubahan itu.
Dengan perubahan aturan ini, diharapkan debat kedua pada 15 Oktober mendatang, di Miami, akan berjalan lebih teratur. Debat ketiga akan dilaksanakan pada 22 Oktober 2020 di Nashville.
Komite Debat AS akan mengumumkan perubahan itu dalam waktu dekat. Perubahan itu kemungkinan termasuk penggunaan tombol diam (mute) yang bisa digunakan moderator untuk membatasi interupsi. Namun, Trump dan tim kampanyenya menolak rencana perubahan aturan ini, Kamis (1/10/2020).
Menjelang pemilihan presiden 3 November 2020, kedua capres berjuang memperebutkan suara dari para pemilih yang belum menentukan pilihan. Jajak pendapat terbaru Reuters/Ipsos menunjukkan mayoritas pemilih sudah menentukan pilihannya. Biden unggul atas Trump berdasarkan sebagian besar jajak pendapat nasional, tetapi keduanya masih bersaing ketat di beberapa negara bagian.
Dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos yang digelar secara nasional, Selasa hingga Kamis (29/9-1/10/2020), sebanyak 5 persen pemilih belum yakin dengan pilihannya. Sebanyak 87 persen pemilih mengaku sudah yakin dengan pilihan mereka.
Merasa menang
Penolakan Trump terhadap rencana perubahan aturan debat disampaikannya melalui cuitan dalam akun Twitter-nya. ”Mengapa saya akan membiarkan komite debat mengubah aturan debat kedua dan ketiga kalau debat kemarin saja saya sudah menang,” tulis Trump di twitter, Kamis.
Kedua tim kampanye sudah menyetujui aturan debat pertama, yakni enam sesi berdurasi 15 menit, dan setiap capres mendapatkan waktu 2 menit untuk menjawab pertanyaan tanpa ada interupsi. Setelah itu barulah ada sesi saling bertanya dan saling menjawab. ”Kami tidak mau ada perubahan apa pun,” kata penasihat kampanye senior Trump, Jason Miller.
Juru bicara Trump, Kayleigh McEnany, juga menegaskan, Trump tidak melakukan kesalahan apa-apa dalam debat pertama. Satu-satunya perubahan yang diinginkan dari Trump adalah mengganti moderator dan capres dari Partai Demokrat. ”Beliau tidak mau ada aturan yang melindungi capres yang memang tidak kompeten,” ujarnya.
Debat pertama yang berlangsung selama 90 menit itu menuai kritik rakyat AS kepada kedua capres. Selama debat, Trump berkali-kali menekan Biden dan mempertanyakan kecerdasannya, sementara Biden menyebut Trump rasis, pembohong, dan presiden terburuk sepanjang sejarah AS.
Berbeda dengan tim Trump, juru bicara tim kampanye Biden, Andrew Bates, menegaskan bahwa Biden akan tetap mengikuti debat apa pun dengan aturan yang dibuat komite debat. ”Pertanyaan besarnya justru apakah presiden akan mau mematuhi aturan debatnya,” ujarnya.
Biden memastikan dirinya akan tetap hadir pada dua debat mendatang. Ia tidak mau mengikuti saran para pendukungnya untuk memboikot debat-debat selanjutnya. Ia berharap debat selanjutnya bisa berjalan lebih baik.
”Nanti, kita akan punya kesempatan untuk menanggapi pertanyaan dari hadirin yang datang di debat. Sudah sepantasnya pemilih mendapat jawaban untuk semua pertanyaan dari capres mana pun,” ujar Biden.
Moderator debat pertama, Chris Wallace dari Fox News, yang kelabakan menangani jalannya debat mengakui debat pertama berjalan sangat buruk dan tidak terkendali. ”Saya tidak pernah membayangkan akan begitu jadinya,” kata Wallace kepada harian The New York Times.
Wallace menilai, Trump sudah menghancurkan harapan dan kesempatan untuk bisa menang. ”Saya merasa presiden sudah membuyarkan semua,” ujarnya.
Biden unggul
Pada beberapa jajak pendapat nasional, posisi Biden unggul dibandingkan Trump. Meski demikian, jajak pendapat itu juga menunjukkan posisi keduanya hampir sama kuatnya di beberapa negara bagian yang memegang peran penting menentukan pemenang pilpres.
Dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos secara nasional, Selasa-Kamis, sebanyak 50 persen pemilih mengaku mendukung Biden, sedangkan sebanyak 41 persen mengaku memilih Trump. Sebanyak 4 persen akan memilih kandidat lain, sedangkan 5 persen belum menentukan pilihan. Sementara itu, hampir 87 persen pemilih kini merasa sudah yakin akan memilih siapa sebagai presidennya.
Lebih dari 2 juta pemilih telah memberikan suara. Diharapkan ada lonjakan pemilih dalam pemungutan suara awal dan pemungutan suara melalui surat tahun ini karena pandemi Covid-19. (REUTERS/AFP)