AS Akui Kemampuan China Bangun Nuklir Sangat Cepat
Keinginan Washington melibatkan Beijing dalam perundingan pengendalian nuklir mengherankan Moskwa dan pengamat di AS.

Kapal selam rudal balistik bertenaga nuklir kelas Jin Tipe 094A milik Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) terlihat dalam peragaan militer di Laut China Selatan, 12 April 2018.
JAKARTA, KOMPAS — Amerika Serikat menggalang dukungan untuk mendesak China agar mau merundingkan kesepakatan pengendalian senjata. Sebab, China bolak-balik menyatakan tidak tertarik terlibat perundingan senjata AS-Rusia.
Upaya terbaru dilakukan Utusan Khusus Presiden AS untuk Pengendalian Senjata Marshall Billingslea dan Wakil Panglima Pasukan Strategis Letnan Jenderal Thomas Bussiere. Billingslea dan Bussiere menyambangi Jepang, Korea Selatan, lalu Vietnam untuk menggalang dukungan Asia agar mau mendesak China.
”Isu paling penting bagi perdamaian global adalah pengendalian senjata nuklir,” ujarnya dalam telekonferensi dengan jurnalis Asia, Kamis (1/10/2020).
Baca juga : China Menuding AS Picu Perlombaan Senjata
Bussiere mengatakan, pertanyaan penting saat ini adalah cara membawa China ke meja perundingan. Sebab, modernisasi dan kemampuan China membangun nuklir sangat cepat.
Billingslea malah menuding Beijing menjalankan program rahasia untuk mengembangkan bom nuklir dan aneka peluru kendali dengan beragam jarak jangkauan. Sebab, Beijing tidak terikat dengan Pakta Pengendalian Senjata Nuklir Jarak Menengah (INF).
Pakta itu membatasi pengembangan dan penggunaan senjata nuklir dengan jangkauan antara 500 kilometer dan 5.500 kilometer. Presiden AS Ronald Reagan dan pemimpin Uni Soviet menyepakati INF pada 1987.
Rusia, sebagai pewaris utama Uni Soviet, meneruskan pakta itu sampai 2019. Pada awal 2019, AS dan Rusia sama-sama mengumumkan mundur dari pakta itu.

Rudal balistik China, Dongfeng-41 (DF-41), dipamerkan dalam parade militer untuk merayakan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China di Beijing, China, Selasa (1/10/2019). Rudal berdaya jangkau hingga 15.000 kilometer itu disebut mampu membawa hingga 10 hulu ledak nuklir.
AS dan Rusia tengah merundingkan kesepakatan baru untuk pengendalian senjata nuklir. Dalam berbagai kesempatan, China menyatakan tidak mau terlibat dalam perundingan itu.
Sementara Washington berkeras Beijing harus dilibatkan dalam perundingan itu. ”Selama 30 tahun, China bebas mengembangkan senjata nuklir,” kata Billingslea.
Baca juga : Perlombaan Senjata AS-Rusia Resmi Dimulai
Dalam sejumlah penelitian, Rusia ditaksir punya 6.375 hulu ledak nuklir, AS memiliki 5.800 hulu ledak nuklir, China punya 320 hulu ledak nuklir, Perancis menyimpan 290 hulu ledak nuklir, dan Inggris diperkirakan memiliki 215 hulu ledak nuklir.
India, Pakistan, Israel, dan Korea Utara dilaporkan juga memiliki bom nuklir dengan jumlah yang tidak diungkap secara pasti. Perancis, Inggris, dan Israel merupakan sekutu AS.
Keinginan Washington melibatkan Beijing dalam perundingan pengendalian nuklir mengherankan Moskwa dan pengamat di AS.
”Kesimpulan tunggal saya adalah Marshall Billingslea dan pemerintahan Trump tidak berniat memperpanjang START dan mencoba menunjukkan ketidaktertarikan China dalam perundingan pengendalian senjata sebagai alasan untuk membiarkan (masa berlaku) START habis,” kata Daryl Kimball, yang menjadi Direktur Eksekutif Arms Control Association, lembaga riset di Washington.
Ia mengatakan, AS dan Rusia terikat selama 30 tahun untuk mengembangkan senjata nuklir dan rudal jarak menengah. Selama dalam periode itu, China bisa mengembangkan aneka jenis rudal dalam beragam jangkauan dan tempat peluncuran. ”China punya hampir 2.000 rudal berbagai jenis,” ujarnya.

Dalam foto bertanggal 2 Mei 2017 ini, tampak perangkat sistem antiserangan rudal THAAD (Terminal High Altitude Area Defense), di sebuah lapangan golf, di Seongju, Korsel. Sistem ini merupakan buatan Amerika Serikat dan dipasang di Korsel guna mengantisipasi serangan rudal dari Korut. THAAD dinilai China sebagai ancaman terhadap mereka.
Alih-alih memaparkan bukti penguat tudingan, ia menyebut tajuk Global Times sebagai dasar dugaan itu. Global Times merupakan media yang dekat dengan Pemerintah China dan pernah secara terbuka menganjurkan penempatan ribuan rudal. ”Tidak mungkin Global Times menerbitkan itu tanpa restu,” kata Billingslea.
Baca juga : Rusia Operasikan Semua Rudal Hipersonik
Peneliti pada Universitas Johns Hopkins, Jeffrey Pryce, menyebutkan, sebenarnya AS diuntungkan INF. Sebab, INF hanya melarang rudal yang diluncurkan dari darat. Sementara rudal dari kapal selam atau pesawat tidak diatur dalam perjanjian itu.
”Sehingga, INF menghilangkan kekuatan penting Rusia, yakni ukuran dan lokasi. Sebaliknya bagi AS, punya AL dan AU terkuat. INF tidak melarang rudal yang diluncurkan dari udara dan laut,” ujar mantan pejabat Pentagon itu.
Perlombaan senjata
Billingslea mengatakan, kendali nuklir akan tetap dilakukan melalui diplomasi dan forum multilateral. Meskipun demikian, ia tidak menampik AS akan memanfaatkan kekuatan untuk mendukung diplomasinya.
”AS sedang memodernisasi kekuatan. Kami mengembangkan rudal jelajah dan persenjataan hipersonik,” ujarnya.
Meski mengaku terkekang 30 tahun oleh IMF, Billingslea menyebut bahwa AS bergerak cepat dalam pengembangan senjata. ”Kami dalam proses membangun kemampuan itu dan industri kami mengembangkan amat cepat. Kami tidak akan membiarkan China menempatkan senjata (di lokasi yang bisa) mengancam pasukan kami dan merisak sekutu kami,” tuturnya.
Sejak keluar dari INF, AS memang mengakui mengembangkan aneka jenis persenjataan. Pentagon meminta 3,7 miliar dollar AS pada 2020-2021 untuk membiayai pengembangan sejumlah hipersonik.
Sementara pada tahun-tahun sebelumnya, AS telah membelanjakan hampir 1 miliar dollar AS untuk mengembangkan rudal udara AGM-183 yang diklaim bisa melaju hingga 17 kali kecepatan suara.
Baca juga : AS Tarik-tarik China dalam Isu Pengendalian Nuklir
Adapun China mempunyai peluncur hipersonik DF-ZF alias WU-14 yang dipamerkan pertama kali pada 2019. Peluncur itu dipasang pada rudal DF-17. Gabungan DF-ZF dan DF-17 bisa menjangkau hingga 2.000 kilometer.
Rusia paling unggul dalam pengembangan senjata hipersonik. Sejak Juli 2020, Moskwa mempunyai tiga jenis persenjataan hipersonik, yakni rudal udara ke darat Kinzhal alias dagger, peluncur Avangard yang dipasang pada rudal balistik antarbenua (ICBM), dan rudal laut Tsirkon.
Kinzhal dinyatakan melaju 10 kali kecepatan suara dengan jangkauan hingga 2.000 kilometer. Rudal Kinzhal telah dipakai Rusia sejak 2018 kala belum satu pun negara mempunyai persenjatan hipersonik.

Tentara menembakkan rudal darat ke udara di atas kendaraan lapis baja untuk pengangkut personel saat upacara pembukaan kompetisi internasional militer yang diselenggarakan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) di Korla, daerah otonomi Uighur, Xinjiang, pada 3 Agustus 2019.
Sementara Avangard dilaporkan bisa meluncur sampai 27 kali kecepatan suara. Dengan dipasangkan pada rudal balistik antarbenua (ICBM) Rusia yang kini berdaya jangkau bisa melebihi 15.000 kilometer, Avangard bisa menyasar lokasi mana pun di bumi.
Moskwa juga tengah mengembangkan Sarmat, ICBM jenis baru dengan jangkauan hingga 18.000 kilometer dan dirancang untuk mengangkut Avangard. Sarmat bisa mengangkut beban hingga 10 ton. Sementara bobot Avangard dilaporkan hanya 2 ton.
Baca juga : Rusia Tambah Persenjataan Hipersonik Lagi
Adapun Tsirkon berupa rudal laut yang bisa diluncurkan dari kapal selam ataupun kapal permukaan. Tsirkon bisa melaju hingga enam kali kecepatan suara.
Seperti Avangard dan Kinzhal, Tsirkon juga bisa dilengkapi hulu ledak nuklir. Jangkauan Tsirkon dilaporkan bisa mencapai 500 kilometer. Dengan demikian, Tsirkon hanya butuh kurang dari 7 menit sejak ditembakkan sampai mencapai sasaran. (AP/REUTERS)