Desakan dunia internasional, termasuk Rusia dan Perancis, dua anggota Kelompok Minsk, agar Armenia dan Azerbaijan menghentikan pertempuran tak diindahkan. Keduanya bersiap berperang hingga waktu yang panjang.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
YEREVAN, KAMIS — Desakan internasional agar Armenia dan Azerbaijan menghentikan pertempuran tak dihiraukan oleh keduanya. Pemerintah kedua belah pihak berjanji akan terus bertempur.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan Kremlin, Rabu (30/9/2020), Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Perancis Emmanuel Macron telah menyerukan penghentian total pertempuran di Karabakh dan menyatakan mereka siap membantu upaya diplomatik dalam penyelesaian konflik keduanya.
”Vladimir Putin dan Emmanuel Macron meminta pihak yang bertikai menghentikan tembakan sepenuhnya serta secepat mungkin mengurangi ketegangan dan menunjukkan pengendalian maksimum,” kata Kremlin dalam pernyataannya.
Dalam panggilan telepon, kedua pemimpin menyatakan kesiapannya untuk melihat pernyataan bersama yang dibuat atas nama ketua bersama Kelompok Minsk (Minsk Group), yaitu Amerika Serikat, Rusia, dan Perancis, yang menyerukan diakhirinya pertempuran dengan segera dan dimulainya perundingan. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavron menambahkan, mereka siap menjadi tuan rumah perundingan para pihak bertikai.
Namun, para pihak bertikai bergeming. Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev berjanji militernya akan terus bertempur sampai pasukan Armenia ditarik sepenuhnya dari Karabakh.
”Jika Pemerintah Armenia memenuhi permintaan itu, pertempuran dan pertumpahan darah akan berakhir serta perdamaian akan dibangun di wilayah itu,” kata Aliyev saat mengunjungi tentara yang terluka.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan menyatakan hal senada. Pashiyan menyatakan tidak sangat tepat untuk berbicara tentang negosiasi pada saat permusuhan intensif. Di Yerevan, puluhan pria berkumpul di luar kantor perekrutan untuk bergabung dalam pertempuran.
”Kita harus bertindak untuk mempertahankan tanah air kita dari penyerang. Itu tanah kami,” kata Kamo, seorang pekerja pabrik berusia 32 tahun.
Pemimpin kelompok separatis Karabakh, Arayik Harutyunyan, juga menegaskan bahwa mereka tidak akan menghentikan pertempuran saat ini. ”Kami perlu mempersiapkan perang jangka panjang,” kata Harutyunyan, Rabu.
Jalanan di kota Stepanakert, Ibu Kota Provinsi Karabakh, terlihat gelap sepanjang malam karena lampu penerangan umum dimatikan. Rabu tengah malam, dua ledakan terdengar saat sirene dibunyikan. Penduduk mengatakan kota itu telah diserang oleh pesawat nirawak.
Jumlah korban tewas akibat pertempuran terus bertambah. Hingga Rabu, jumlah korban tewas di kedua belah pihak telah melampaui 100 orang, termasuk korban dari warga sipil. Kedua belah pihak mengklaim telah menimbulkan kerugian besar di sisi lain.
Armenia mencatat 104 tentara dan 23 warga sipil tewas. Armenia mengklaim bahwa Azerbaijan kehilangan 130 tentara, sementara 200 lainnya mengalami luka-luka. ”Angkatan bersenjata Armenia menghancurkan 29 tank dan kendaraan lapis baja,” kata juru bicara kementerian pertahanan.
Kemenhan Karabakh menyatakan, militer Azerbaijan juga terus merangsek ke wilayah mereka dan menembakkan sejumlah artileri berat di sepanjang garis depan. Para pihak bertikai saling menuduh menargetkan wilayah sipil, termasuk beberapa yang jauh dari Karabakh.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengklaim pasukannya telah menewaskan 2.300 tentara separatis Karabakh dan ”menghancurkan 130 tank, 200 unit artileri, 25 unit antipesawat, lima depot amunisi, 50 unit antitank, dan 55 kendaraan militer”.
Campur tangan Turki
Yerevan mengklaim bahwa Turki, sekutu lama Azerbaijan, memberikan dukungan militer langsung. Pada Selasa kemarin, Yerevan mengabarkan bahwa pesawat tempur F-16 Turki menembak jatuh pesawat tempur SU-25 Armenia. Ankara dan Baku membantah klaim tersebut.
Pemimpin separatis Karabakh itu mengulangi klaim bahwa Turki terlibat. ”Musuh sebenarnya adalah Turki,” kata Harutyunyan.
Sejumlah laporan juga menyebut Turki mengirim pejuang dari Suriah, di mana Ankara bersekutu dengan beberapa kelompok pemberontak, untuk bergabung dengan militer Azerbaijan. Sebaliknya, Azerbaijan juga mengklaim bahwa Armenia mengerahkan pejuang asing.
”Tentara bayaran dari negara-negara Timur Tengah berperang melawan kami bersama pasukan Armenia,” kata penasihat kebijakan luar negeri Aliyev, Hikmet Khadjiyev, kepada AFP.
Kementerian luar negeri Rusia mengatakan bahwa ”pejuang kelompok bersenjata ilegal termasuk dari Suriah dan Libya” dikerahkan ke zona konflik. Kremlin menyatakan sangat prihatin terhadap kondisi itu. Namun, tidak menyatakan siapa yang bertanggung jawab atas kondisi tersebut.
”Kami sangat dekat untuk melihat perang skala besar, bahkan mungkin dalam skala regional,” kata Olesya Vartanyan dari International Crisis Group. (AFP)