Perdana Menteri Baru Jepang Sang Pencuri Hati
Seorang anak petani dari Akita, sebuah daerah yang bersalju lebat, baru saja naik ke posisi puncak dalam politik Jepang dengan tanpa memiliki latar belakang keluarga politikus. Apa saja rahasianya?
Pada Rabu (9/16/2020), Yoshihide Suga yang saat ini berusia 71 tahun terpilih menjadi perdana menteri baru Jepang sebagai penerus Shinzo Abe, pemimpin terlama Jepang. Basis politik Suga adalah di Yokohama, kota terpadat kedua di Jepang yang terletak sekitar 30 kilometer di sebelah selatan Tokyo.
Di distrik pemilihan Suga terdapat area tepi laut yang berkilauan, termasuk Yokohama Landmark Tower, bangunan tertinggi di Jepang Timur, dengan kawasan-kawasan permukiman yang tenang, tanpa bayangan petani, berbeda dengan kampung halamannya.
Daisuke Yusa, anggota dewan setempat yang berusia 39 tahun, pernah bertugas sebagai sekretaris Suga mulai 2005. Dia mengatakan, sebelum terjun ke dunia politik, ia selalu memiliki anggapan bahwa ”politisi adalah orang kaya”. Namun, Suga tidak begitu. Yusa tertarik dengan karakter Suga yang sederhana dan serius.
”Dia (Suga) bilang akan menjamu saya ke restoran sushi di Tsukiji, Tokyo,” ujarnya. Undangan ini awalnya membuat Yusa senang. Akan tetapi, kemudian mereka pergi ke salah satu cabang restoran sushi putar. Alasan dia menyukai restoran ini karena \'makanannya datang dengan cepat\',” tutur Yusa sambil tersenyum. Perdana menteri baru ini sepertinya tidak terlalu tahu tentang gourmet.
Yusa menggambarkan mantan atasannya sebagai ”pria yang tertegas sekaligus terlembut di Jepang”. Katanya, Suga pernah memarahinya berkali-kali termasuk saat Yusa memasang spanduk kampanye di dekat stasiun kereta, dan tindakan ini mengganggu pergerakan komuter.
Akan tetapi, ketika Yusa memutuskan untuk keluar dari kantor Suga untuk berkarier secara independen dan mencalonkan diri dalam pemilihan dewan kota pada 2011, Suga dengan hangat mengucapkan terima kasih untuk kali pertama. Kemudian, setelah Yusa berhasil menjadi anggota dewan kota, Suga mulai menggunakan bahasa hormat kepada politisi yang masih sangat yunior itu.
Di mata orang lain, Suga, politisi yang rendah hati dan pendiam dengan tatapan matanya yang tajam, dinilai memiliki beberapa sifat khas, antara lain perhatian, halus, dan pekerja keras. Oleh karena itu, dia mampu mencuri hati banyak orang yang selama ini ada dalam kehidupan politiknya.
Tidak peduli seberapa sibuknya, Suga berusaha sebanyak mungkin menyisihkan waktu untuk bertemu atau menelepon orang lain, bukan hanya anggota keluarga dan teman-teman di kampung halamannya, melainkan juga dengan mitranya meskipun hanya beberapa menit. ”Saat jam makan siang yang terburu-buru, telepon genggamnya selalu berbunyi,” kenang Yusa.
Satu ucapan yang diulang-ulang oleh Suga yang terukir di dalam hati Yusa, ”Jangan pernah meminta imbalan apa pun. Jika Anda melakukan upaya terbaik di jalan yang Anda putuskan, akan ada orang-orang yang melihat Anda. Percayalah dan semangat!”.
Jaringan luas yang dia bangun di berbagai sektor, termasuk politisi, birokrat, dan pebisinis di seluruh Jepang, membantunya bersaing dalam persaingan menuju posisi tertinggi.
Menurut Yusa, Suga adalah ”pencinta makanan manis”. Dia menyukai makanan manis seperti panekuk, es krim, cokelat, maupun makanan ringan berisi kacang merah, dan terkadang memakannya sambil bekerja. Akan tetapi, Suga tidak bisa minum alkohol sama sekali meskipun kebiasaan ini masih penting untuk bersosialisasi di Jepang. Suga alergi terhadap alkohol. ”Ketika dia membersihkan lengannya dengan alkohol, kulitnya menjadi merah,” paparnya.
Namun, dia justru mengambil pendekatan berbeda, yaitu sering mengadakan pertemuan saat sarapan yang berskala besar untuk mendengarkan pendapat semua pihak. Selain itu, Suga juga terbiasa melakukan sit-up sebanyak seratus kali dan jalan selama 40 menit setiap hari.
Wali kota bayangan
Pada 1948, hanya tiga tahun selelah Perang Dunia II selesai, Suga lahir di desa Akinomiya, Prefektur Akita. Sang ayah, Wasaburo, memiliki semangat bisnis, dan seperti Yoshihide setelah dewasa, memiliki semangat memberontak.
Selama perang, Wasaburo tidak memilih untuk bekerja di perusahaan listrik yang stabil, melainkan menuju ke Tiongkok Timur Laut untuk mencari ruang pengembangan diri dan masuk ke Perusahaan Kereta Api Manchuria Selatan. Banyak warga dari desa yang sama juga pindah ke Hadawan, Provinsi Jilin. Namun, ratusan dari mereka melakukan bunuh diri massal ketika Jepang hampir kalah menjelang akhir perang.
Setelah kekalahan Jepang, Wasaburo kembali ke kampung halamannya, dan merasa ”tidak akan bisa bergantung hanya kepada beras di masa depan”. Dengan demikian, dia mulai menanam stroberi dan akhirnya berhasil. Dia juga membuat jalur penjualan di Tokyo, Osaka, dan tempat-tempat lain, kemudian mendirikan perusahaan suku cadang dan mempekerjakan hingga 40 karyawan. Boleh dikatakan, Yoshihide Suga bukanlah anak petani miskin.
Selain memancing di sungai, hobi Yoshihide Suga saat kecil adalah membaca, khususnya novel sejarah. Baru-baru ini, dia menyebut Hidenaga Toyotomi, yang berkontribusi pada penyatuan Jepang, sebagai pejuang favoritnya. ”Saya tidak begitu tertarik pada orang nomor satu.”
Dalam memori teman sekolah, Suga di masa kecilnya sangat pandai mencegah pengganggu, menengahi antara anak-anak yang melakukan perundungan dan mereka yang dirundung. Dia memiliki catatan akademis yang bagus dan melanjutkn sekolah ke SMA. Hanya seperempat dari teman sekelasnya di SMP yang melanjutkan sekolah. Setelah lulus SMP, sekitar separuh murid naik kereta malam ke kota besar untuk kerja kelompok, sedangkan seperempat sisanya langsung mengambil alih usaha pertanian keluarga mereka.
Setelah lulus SMA, Suga tidak ingin tinggal di desa untuk ikut bertani. Oleh karena itu, dia pindah ke Tokyo dan membuka hidup baru. ”Saya pikir jika saya pergi ke Tokyo akan ada hal-hal yang baik. Tapi tidak ada hal baik yang terjadi. Betapa kejamnya kenyataan yang saya hadapi. Itulah masa remaja yang paling tidak ingin saya ingat.”
Awalnya di Tokyo, Suga bekerja di pabrik karton dan kemudian Pasar Tsukiji. Selanjutnya, dia memutuskan untuk masuk Universitas Hosei karena ”biaya kuliahnya paling murah di antara universitas swasta”. Setelah mendaftar di universitas tersebut, dia bergabung dengan klub karate karena ini merupakan ”tantangan terbesar”.
Titik balik kariernya muncul setelah dia lulus dari perguruan tinggi. Suga mulai bekerja di sebuah perusahaan peralatan listrik swasta. Walaupun dia belum pernah menjelaskan dengan teliti tentang mengapa dia terjun ke politik, Suga pernah berkata, ”Saat itu, saya mulai menyadari politik sedang membentuk masyarakat.”
Dengan bantuan dari pusat karier universitas, dia menghubungi Hikosaburo Okonogi, seorang politisi berpengaruh. Saat itu, dia sedang mencari sekretaris di basisnya, Yokohama. Moto Suga adalah ”di mana ada kemauan, di situ ada jalan”.
Suga kemudian menjadi sekretaris ketujuh dan paling yunior. Dia dilatih secara ketat di kantor Okonogi. Kemampuan Suga untuk berurusan dengan rekanan Okonogi mendapat pujian tinggi. Pada 1983, ketika Okonogi menjadi Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri, dia diangkat sebagai sekretaris menteri, yaitu sekretaris utama. Posisi ini memberi Suga peluang besar.
Menurut buku Bayangan Perdana Menteri yang menggambarkan kehidupan Suga, ketika salah satu majalah mingguan memberitakan skandal yang melibatkan Okonogi, dia bepergian ke banyak tempat, termasuk ke kios di Stasiun Yokohama, untuk membeli majalah tersebut agar kabarnya tak akan menyebar.
Selanjutnya, Suga memilih untuk ”terbang solo” dan terpilih sebagai anggota dewan kota Yokohama pada 1987. Saat aktif dalam politik Yokohama, dia secara proaktif terlibat dalam pengembangan pelabuhan Yokohama, menjaga kontak dengan operator pelabuhan, termasuk mereka yang tidak terlepas dari geng.
Dia juga mempromosikan proyek pembangunan kembali yang terkait dengan perusahaan kereta api setempat dan pembangunan jalan. Pengalaman ini membuatnya paham bagaimana berinteraksi dengan birokrat. Dia mendapat pelajaran, ”dalam pertempuran dengan birokrat, Anda harus menjadi logis, tidak emosional”.
Segera, politisi yunior ini dianggap sebagai ”wali kota bayangan”.
Pembaharu tangan besi
Suga kemudian beranjak dari politik lokal ke pusat pada 1996. Dia menjelaskan alasannya, ”Saya ingin mewujudkan desentralisasi. Saya berharap setiap daerah dapat membangun daerah dengan ciri dan daya tariknya sendiri. Tujuan akhir saya adalah terwujudnya negera federasi.”
Sangat berbeda dengan politisi sejawat, Suga bukan berasal dari dinasti politik atau mantan birokrat. Namun, dia sangat mengerti bagaimana bertualang di dunia politik, bagaimana bertengkar, bagaimana mengatur agenda.
Di masa awal karier nasionalnya, dia bahkan mengklaim Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa harus melarang calon berlatar belakang dinasti politik. Sebagai ”pertaruhan” pertama, dia mendukung Seiroku Kajiyama, mentor politiknya, dalam pemilihan presiden LDP pada 1998.
Sepanjang kariernya, dia tidak pernah mengabaikan keyakinannya pada neoliberalisme. Mantan menteri yang membidangi urusan kebijakan keekonomian dan keuangan, Heizo Takenaka, ingat kontak pertamanya dengan Suga. ”Dia adalah perwujudan mimpi Jepang yang hebat,” kata Takenaka di kantornya yang menghadap ke arah gedung pencakar langit di kawasan bisnis yang terletak di pusat Tokyo.
Takenaka juga mengatakan, ketika dia dilantik sebagai Menteri Urusan Dalam Negeri dan Komunikasi (MIAC) dan Suga diangkat sebagai wakil menteri pada Kabinet Koizumi, dia sibuk menangani reformasi pos. Jadi, hampir semua tugas terkait dengan MIAC diberikan kepada Suga. Kesan Takenaka pada Suga adalah ”seorang politisi dengan rasa keadilan, ketekunan serta keterampilan eksekusi, yang luar biasa”.
Pada kabinet Abe pertama, dari 2006 hingga 2007, Suga pertama kali masuk kabinet, menjabat sebagai Menteri Urusan Dalam Negeri dan Komunikasi. Untuk mendorong reformasi Perusahaan Penyiaran Jepang atau NHK secara agresif, dia mengganti pejabat yang bersikap negatif terhadap reformasi tersebut. Dia juga secara paksa membangun sistem ”pajak kampung halaman” yang terkenal.
Sebelumnya, pada 2002, sebagai ahli administrasi pelabuhan, Suga berusaha melarang masuknya kapal Korea Utara, Manbyonghong. Suga mengenal Abe, wakil sekretaris kabinet saat itu. Mereka saling beresonansi. Pikir Suga, ”Visi nasional orang ini luar biasa. Saya yakin dia akan menjadi perdana menteri di masa depan.”
Kabinet Abe pertama berantakan hanya dalam satu tahun. Meski begitu, Suga terus mendorong Abe untuk mencoba lagi. Lima tahun kemudian, keinginan Abe menjadi kenyataan. Pada akhir 2012, LDP kembali berkuasa dan Abe mengambil posisi tertinggi. Kali ini, sebagai politisi praktis, Suga ditugaskan menjadi Sekretaris Kabinet. Pasangan ”yin dan yang” itu menjadi landasan rezim yang stabil.
Tugas utama sekretaris kabinet adalah, yang pertama, penjelasan kebijakan pemerintah, yang kedua, berkoordinasi dengan partai-partai yang berkuasa, dan yang terakhir, pengelolaan badan-badan administrasi. Suga sepenuhnya memanfaatkan Biro Personalia Kabinet yang baru dibentuk dan langsung mengatur 600 birokrat tinggi. Namun, para kritikus mengatakan sistem ini menciptakan suasana ”sontaku” atau ”mengikuti perintah tak terucapkan”. Ini mengarah ke serangkaian skandal.
Selama masa jabatannya, Suga harus mengadakan dua konferensi pers sehari pada hari kerja. Karena itu, dia bangun pukul 05.00 pagi, memindai semua surat kabar utama, menonton berita NHK, dan berspekulasi pertanyaan yang diajukan oleh wartawan.
Terkadang, dia tidak menjawab pertanyaan dengan lugas. Misalnya, pada 26 Februari 2019, Isoko Mochizuki, reporter bagian kemasyarakatan dari Tokyo Shimbun, mengajukan pertanyaan yang panjang. Suga menjawab dengan tidak menyenangkan, ”Saya tidak perlu menjawab pertanyaan Anda.”
”Suasananya cukup dingin, tetapi saya selalu ingin mengeluarkan suara dari luar,” papar Mochizuki. ”Harapan saya adalah mengubah situasi sedikit demi sedikit. Saya menghadapi pelecehan beberapa kali, tapi beberapa reporter mulai mengajukan pertanyaan tajam.”
Kabinet Abe pertama dan kedua berusaha untuk memengaruhi NHK secara lebih langsung. Media liberal Jepang tampaknya telah kehilangan suara kritis secara bertahap.
Mochizuki khawatir ”warisan negatif” Abe akan diteruskan ke kabinet Suga. Mochizuki, seorang jurnalis yang cenderung liberal, mengatakan, karena takut akan kemungkinan balas dendam, ada birokrat meminta anggota partai oposisi untuk melontarkan pertanyaan tajam kepada Abe, bukan Suga.
Berdasarkan tingkatan perannya, dalam politik Jepang ada tiga istilah ”besar, menengah, dan kecil” untuk setiap sekretaris kabinet. Menurut seorang reporter yang bertugas di kantor perdana menteri, meskipun Suga adalah sekretaris kabinet dengan masa jabatan terlama dalam sejarah, pada dasarnya dia tidak pernah memainkan peran diplomatik atau memanipulasi situasi politik dalam negeri. Oleh karena itu, dia diklasifikasikan sebagai sekretaris kabinet menengah.
Selama masa jabatannya sebagai sekretaris kabinet hampir delapan tahun terakhir, Suga berusaha mempromosikan turis asing ke Jepang. Master sistem birokrasi itu pandai membubarkan manajemen vertikal di setiap kementerian. Dia mengabaikan tantangan Kementarian Kehakiman dan Departemen Kepolisian dan memperluas jumlah warga asing yang diberikan pembebasan visa. Selain itu, dia berkomitmen untuk menambah ekspor produk pertanian dan juga dianggap sebagai pendukung resor terintegrasi (IR) atau legalisasi kasino.
Pada malam 31 Maret 2019, Yoshihide Suga mempersiapkan sebuah panggung besar. Keesokan harinya, pada konferensi pers, dia mengangkat bingkai dengan nama zaman baru ”Reiwa”. Ketenarannya melambung baik di dalam maupun luar negeri sambil mendapat julukan ”Paman Reiwa”.
Selama masa jabatannya, Suga juga bertanggung jawab atas urusan Okinawa tetapi dia gagal memberikan solusi untuk masalah sensitif, yaitu relokasi pangkalan AS. Dia mengusulkan untuk membangun Universal Studio dan bahkan Disneyland. Akan tetapi, pihak Okinawa umumnya menganggap dia tidak menghormati sentimen antara penduduk setempat dan sikapnya terlalu memaksa.
Rela berkuasa untuk waktu lama
Ketika Suga membentuk kabinet baru di Jepang, satu pertanyaan muncul: apakah pemerintah ini transisi hanya untuk satu tahun, atau pemerintah ambisius yang berjangka panjang? Jawabannya tergantung pada dua pemilihan yang akan diadakan sebelum musim gugur 2021.
Yang pertama, masa jabatan anggota Majelis Rendah kali ini akan berakhir pada Oktober 2021, berarti Suga perlu melakukan pemilihan sebelum titik itu. Yang kedua, masa jabatannya sebagai presiden LDP hanya satu tahun tersisa yang tidak diselesaikan Abe. Dia harus menang dalam pemilihan presiden lagi pada September tahun depan.
Ada spekulasi luas, Suga akan melakukan pemilihan umum sementara tingkat dukungannya masih tinggi dalam tahun ini. Setelah itu, dia mungkin dapat mempertahankan momentum dan mengalahkan saingan potensial lainnya di partainya dan di pemilihan presiden berikutnya. Namun, gelombang ketiga Covid-19 yang diantisipasi di musim gugur dan dingin mendatang dapat memengaruhi hal ini.
Asahi Shimbun melaporkan, ketika ditanya oleh para pembantunya apakah ingin atau tidak menjadi perdana menteri April ini, Suga menjawab, ”Saya akan bisa memegang kekuasaan selama lima tahun.” Beberapa pengamat berpikir dia berorientasi pada kekuatan meskipun dia tampak rendah hati.
Otaknya termasuk mantan menteri Heizo Takenaka dan penasihat Perdana Menteri Hiroto Izumi. Ada juga sudut pandang bahwa dia mungkin menerima nasihat dari pendiri Rakuten, salah satu perusahaan perdagangan elektronik, Hiroshi Mikitani.
Di bidang ekonomi, dia akan melanjutkan kebijakan kabinet sebelumnya, yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan fiskal fleksibel. Namun, dia akan mendorong reformasi deregulasi secara drastis. Takenaka, mantan menteri, akan memperhatikan bagaimana Suga menjalankan kebijakan resor terintegrasi dan rencana untuk menjadikan Tokyo sebagai pusat keuangan, katanya dalam wawancara.
Hingga saat ini, Suga menyebut beberapa kebijakan asli yang sempit. Contohnya, dia ingin menurunkan biaya servis telepon genggam, memanfaatkan bendungan untuk mitigasi bencana, mengurangi jumlah bank lokal, dan mendirikan ”agen digital” baru.
Takeshi Niinami, Presiden dan CEO Suntory Holdings, yang dekat dengan Suga, mengatakan, dirinya mengharapkan Suga memanfaatkan pengetahuan sektor swasta dan meluncurkan mekanisme untuk memanfaatkan investasi swasta.
Dalam hampir delapan tahun terakhir ini, Abe telah mempertahankan setidaknya 30-40 persen dukungan dari masyarakat menurut survei opini. Tidak jelas berapa lama Suga dapat mempertahankan tingkat dukungan yang tinggi. Mungkin, dia hanya bisa terus mengusulkan reformasi satu demi satu.
Bagaimana dengan diplomasi Suga? Mirip kabinet sebelumnya, dia menjelaskan dalam pidatonya baru-baru ini, akan menganggap hubungan dengan AS sebagai dasar, sekaligus mempromosikan inisiatif Indo-Pasifik dan membangun hubungan yang ”stabil” dengan China dan lain-lain.
Suga kurang berpengalaman dalam diplomasi. Oleh karena itu, semua mata tertuju pada siapa dia akan memilih untuk jabatan menteri luar negeri dan kepala Sekretariat Keamanan Nasional (NSS). Akhirnya, Suga memilih untuk tidak mengganti kedua-duanya.
Terkait China, menurut Suga, pemerintah baru akan menggandakan anggaran untuk mempromosikan penataan ulang rantai pasokan, yang berpotensi mempercepat keluarnya perusahaan Jepang dari pasar China. Meski demikian, kebijakan terhadap China tidak mungkin menjadi terlalu tajam.
Nikai, seorang tokoh pro-China, mendukung Suga menuju pemilihan presiden partainya, di depan yang lain. Kedua orang ini hendak menarik lebih banyak turis asing dan membangun IR, dan kebijakan ini tidak terlepas dari hubungan Jepang-China yang baik.
Isao Mori, penulis buku Bayangan Perdana Menteri, menemukan bahwa jawaban Suga dalam konferensi pers akhir-akhir ini tidak begitu lancar, dan khawatir jika dia dapat unjuk gigi dalam bernegosiasi dengan para pemimpin asing. Tentu saja, Jepang membutuhkan kepemimpinan yang kuat dalam menghadapi Covid-19 dan kondisi ekonomi yang memburuk dengan cepat.
Reporter tersebut menganalisis, Suga bukanlah tipe pemimpin yang memimpin orang lain, dan lebih suka menyelesaikan pekerjaannya sendiri, berbeda dengan Abe yang pandai dalam kerja tim. Dia khawatir perdana menteri baru itu mungkin hanya bisa melakukan manajemen mikro.
Shinzo Abe menyebutkan salah satu kesulitan Suga adalah ketiadaan ”ahli siasat”. Kolaborator lama dan mantan bos itu meramalkan, ”masalah Perdana Menteri Suga, yaitu, kenyataan bahwa dia tidak lagi memiliki Sekretaris Kabinet Suga.” (Takehiro Masutomo, wartawan, tinggal di Tokyo, Jepang)