Kemenangan Para Pengguna Tiktok di AS Melawan Kekuasaan Donald Trump
Pemerintah Amerika Serikat mungkin berhasil memaksa ByteDance menyerahkan sebagian sahamnya ke perusahaan AS agar bisa dikendalikan. Namun, para penggunanya berkata lain.
Tiktok, seperti aplikasi media sosial lainnya, kini tidak sekadar tempat untuk menyalurkan hobi atau hal menyenangkan lainnya. Kini, Tiktok menjadi saluran untuk menyalurkan suara yang mungkin tidak terdengar.
”Saya tidak pernah berpikir, saya akan bisa menyuarakan pendapat. Tetapi, aplikasi ini telah memberi saya kesempatan saya didengar oleh satu dan banyak orang,” kata Rebecca Fisher-Tringale. Sebelumnya, Fisher-Tringale tidak pernah berpikir bahwa suara dan pandangannya akan didengar orang lain.
Dalam benak mahasiswi ilmu politik tersebut, sama sekali tidak terlintas ia akan menggunakan akunnya untuk sesuatu hal yang berbau politik. Meski akun miliknya, @theprogressivepolicy, sebenarnya berbau politik.
Fisher-Tringale mengatakan, dia mulai membuat akun Tiktok sejak 2019 untuk menikmati konten video yang menghibur. Kemudian, perlahan dia tertarik untuk membuat konten video sendiri. Dimulai dari anjing peliharaannya hingga kehidupannya sebagai seorang mahasiswi ilmu politik. ”Lalu, saya membuat video tentang Trump dan itu meledak,” kata warga Boone, Carolina Utara, Amerika Serikat, itu.
Baca juga: Gerakan Anak Muda Mengecoh Trump
Perlahan, akunnya memiliki pengikut dan kini mencapai 80.000 orang. Dengan jumlah pengikut sebanyak itu, mahasiswi berusia 21 tahun tersebut berharap dirinya bisa memberikan sudut pandang yang berbeda terhadap anak-anak muda dari semua latar belakang, termasuk anak muda yang belum mencapai usia yang dibolehkan untuk memilih.
Hal yang mendorongnya untuk membuat konten-konten politik adalah dukungan dari para pengikutnya. ”Begitu banyak orang telah mengirimi saya SMS yang mengatakan bahwa mereka tidak akan terlibat dalam politik jika bukan karena Anda,” ujarnya.
Salah satu konten buatan Fisher-Tringale yang paling viral adalah ketika dia mengunggah kuis sindiran untuk melawan para pihak yang kontra terhadap gerakan ”Black Lives Matter” dengan mencoba menggeser narasi menjadi ”All Lives Matter”.
Kuisnya sederhana. Hanya berisi perintah menjawab pertanyaan ini: ”Siapa yang dibawa ke Amerika dengan dipasangi rantai di dasar kapal?”. Pilihannya ada dua, yaitu A. Black Lives Matter, dan B. All Lives Matter.
”Siapa yang dibawa ke Amerika dengan rantai di dasar kapal?” tanyanya, sebelum menawarkan opsi jawaban ini: A. Orang Kulit Hitam, dan B. Semua orang.
Tamparan buat Trump
Fischer-Tringale tidak berhenti di sini. Juni lalu, bersama puluhan ribu pengguna Tiktok, dia membuat ”panas” situasi politik AS ketika gerakan ini berhasil ”mengelabui” tim kampanye Trump di Tulsa, Oklahoma. Fischer-Tringale adalah satu dari puluhan ribu pengguna Tiktok yang mendaftar secara daring untuk mengikuti kampanye rapat umum Trump. Namun, pada hari yang ditentukan, mereka tidak datang dan hal ini membuat Trump serta tim kampanyenya gusar.
Baca juga: Trump Sambut Kerja Sama Oracle-Walmart-Tiktok
Deretan kursi kosong yang terlihat di dalam layar kaca televisi adalah tamparan yang memalukan bagi Trump dan Partai Republik. Namun, bagi para pengguna Tiktok, hal ini menjadi sumber kebanggaan.
”Saya pikir itu membuatnya marah,” kata Fisher-Tringale tentang Trump. Dan, dia meyakini hal ini menjadi salah satu alasan Trump dan pemerintahannya ingin agar Tiktok dilarang beroperasi di Amerika Serikat.
Pada awal Agustus, Trump menandatangani perintah eksekutif untuk memaksa grup ByteDance, perusahaan teknologi asal China yang mengembangkan Tiktok, untuk menjual atau melepaskan platform tersebut ke perusahaan Amerika. Perintah itu dikeluarkan dengan alasan adanya dugaan ancaman terhadap keamanan nasional yang tidak pernah disampaikan secara terbuka parameter yang digunakannya.
Trump telah mengklaim, tanpa memberikan bukti, bahwa Beijing dapat menggunakan aplikasi yang sangat populer itu untuk memata-matai orang Amerika Serikat.
Yang ditakuti Trump
Tiktok, yang mendunia pada 2018, benar-benar terpisah dari versi China-nya, Douyin, yang hanya melayani pasar China. Kini, diperkirakan terdapat 100 juta pengguna aktif bulanan di AS atau separuh dari jumlah pengguna aplikasi setiap hari, menurut data perusahaan tersebut.
Dengan format sajian yang berbeda dari platform digital lain, yakni berupa parodi, pesan, dan pertunjukan tari atau komedi selama 15 hingga 60 detik, dengan latar musik populer, serta dengan algoritma yang menentukan konten mana yang paling mungkin, membuat Tiktok menarik minat para penggunanya, terutama anak-anak muda.
”Ada komponen viralitas yang dapat diambil alih oleh Tiktok, lebih baik daripada Facebook dan Instagram,” kata Saadia Mirza, pengguna Tiktok yang juga memiliki agen pemasaran di Houston, Texas. Hal inilah yang tidak disukai Trump.
”Yang tidak disukai Trump adalah komponen viralitas ini. Dan, dia tidak dapat mengontrol narasi di Tiktok, sebuah hal yang tidak dia pahami. Jadi, dia takut akan hal itu,” kata Mirza.
Baca juga: Setelah Tiktok, Departemen Kehakiman AS Mengincar Wechat
Mirza sendiri beralih ke Tiktok karena bosan dengan platform lainnya. Dia segera mengenali potensinya dan mulai meunggah video politik, mendesak sesama pengguna untuk memilih atau menjelaskan kebijakan publik sambil memutar lagu-lagu populer.
”Hal yang menakjubkan adalah melihat orang-orang muda atau bahkan kelompok usia saya berbagi ide. Saya belajar dari orang lain,” kata Mirza yang baru berusia tiga puluhan.
Setelah serangkaian liku-liku diplomatik dan meskipun ada negosiasi yang melibatkan beberapa perusahaan, jaringan itu dapat saja menghilang dari AS andai saja Washington dan Beijing, bersama dengan perusahaan terkait, gagal mencapai kesepakatan. Pada 19 September 2020, ByteDance, perusahaan induk Tiktok di China, mengumumkan bekerja sama dengan dua perusahaan AS, Oracle dan Walmart, dengan membuat perusahaan baru AS bernama Tiktok Global. Hari Minggu (28/9/2020), hakim federal AS mengumumkan penghentian larangan yang diterapkan Trump bagi warga AS untuk menggunakan Tiktok.
Banyak pembuat konten dan pemengaruh (influencer) Tiktok mengatakan, mereka akan bermigrasi ke platform saingan, seperti Instagram Reels, Youtube Shorts, dan Triller, jika perlu. Namun, menurut komedian paruh waktu Brittany Tilander, hal itu tidak perlu.
”Saya rasa tidak akan terjadi apa-apa dengan Tiktok. Saya rasa tidak akan berhasil,” kata Tilander. Komedian berusia 29 tahun yang berasal dari Kansas City ini memindahkan panggungnya dari dunia nyata ke Tiktok sejak pandemi dimulai.
Fisher-Tringale dan Mirza mengatakan, mereka berpikir posisi Presiden Trump di Tiktok tidak cukup kuat. Mereka menilai ada lembaga AS lainnya akan melindungi platform tempat mereka merasa paling bebas untuk mengungkapkan pendapat mereka.
Tilander mengatakan, serangan Trump terhadap sebuah platform, aplikasi, sebagai sebuah usaha pengalihan yang bagus untuk menutupi ketidakmampuan dan kegagalannya menangani berbagai masalah di AS. ”Dengan pandemi yang terjadi, kebakaran hutan, pengangguran setinggi itu, gerakan hak-hak sipil di tahun pemilihan, Tiktok seharusnya bukan menjadi prioritasnya,” kata Tilander.
Harapan Mirza, Tilander dan Fischer-Tringale untuk sementara terkabul. Hakim Distrik Carl Nichols, Senin (28/9/2020), mengeluarkan putusan sela penghentian pelarangan unduhan dan operasional Tiktok di AS. (AFP)