Rusia dan China Hadang Laporan Resmi Panel Ahli Libya PBB
Banyak delegasi yang meminta laporan sementara dari panel ahli dipublikasikan. Langkah yang akan menciptakan transparansi yang dibutuhkan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
NEW YORK, SABTU — Rusia dan China memblokir rilis resmi laporan para ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berisi pelanggaran-pelanggaran para pihak, termasuk Rusia, atas embargo senjata PBB. Jerman menyatakan akan membawa masalah itu ke Dewan Keamanan PBB.
”Banyak delegasi yang meminta laporan sementara dari panel ahli dipublikasikan. Langkah yang akan menciptakan transparansi yang dibutuhkan,” kata Wakil Duta Besar Jerman untuk PBB Gunter Stautter, Jumat (25/9/2020) waktu setempat atau Sabtu (26/9) WIB.
Laporan yang sempat dilihat oleh AP pada awal bulan ini menyebutkan, para pihak bertikai di Libya melanggar embargo senjata yang telah dijatuhkan PBB. Pemerintahan Kesepakatan Nasional (GNA) yang dipimpin Perdana Menteri Fayez al-Sarraj, yang menguasai Libya barat dan didukung PBB, Turki, beserta Qatar; Tentara Nasional Libya (LNA) dipimpin Jenderal Khalifa Haftar yang berkuasa di timur dan negara-negara yang ada di belakang mereka (Rusia, Uni Emirat Arab, Perancis, Jordania) melanggar embargo yang ditetapkan PBB.
Tim panel ahli yang dipimpin Jerman di dalam laporannya menyebutkan, sebanyak 11 perusahaan juga melanggar embargo senjata, termasuk Grup Wagner, sebuah perusahaan keamanan swasta Rusia. Menurut laporan itu, pada bulan Mei, Grup Wagner mengirimkan 800-1.200 tentara bayaran untuk memperkuat pasukan Haftar.
Laporan tim ahli juga menyebutkan pihak bertikai dan pendukung internasional mereka, bersama dengan Mesir dan Suriah, gagal memeriksa pesawat atau kapal. Berdasarkan keyakinan tim ahli, kargo datang berisi senjata dan amunisi militer, seperti yang dipersyaratkan oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB 2015. Panel menyatakan bahwa embargo senjata sama sekali tidak efektif.
Stautter menyatakan, penghadangan yang dilakukan Rusia dan China itu diyakini terkait dengan kemungkinan penamaan salah satu negara yang bisa berdampak negatif.
”(Laporan) Ini akan berkontribusi pada penamaan dan mempermalukan mereka yang secara terang-terangan melanggar embargo senjata meskipun ada kesepakatan yang telah dibuat,” kata Stautter.
Sautter berkata sebelum pertemuan, ketika ditanya apa yang dapat dilakukan Jerman jika Rusia dan China memblokir rilis laporan itu lagi: ”Izinkan saya meyakinkan Anda bahwa saya akan terus menggunakan setiap alat yang ada untuk memastikan bahwa kami memiliki transparansi yang diperlukan.”
Anwar Gargash, menteri negara untuk urusan luar negeri Uni Emirat Arab dalam pertemuan daring dengan sejumlah jurnalis, Jumat (25/9), menyatakan, dirinya tidak akan mengomentari laporan yang belum dilihatnya. Namun, dia menyatakan bahwa ”kami dengan tegas menyangkal” banyak tuduhan liar yang kami dengar melalui media.
Pertengahan September kemarin, DK PBB mengadopsi Resolusi 2542 Tahun 2020 yang berisi tuntutan agar seluruh negara pelanggar embargo senjata PBB di Libya menarik semua kekuatannya dari Libya, termasuk tentara bayaran. Rusia dan China abstain dalam sidang tersebut, sementara 13 negara anggota DK PBB lainnya sepakat melaksanakan isi resolusi itu.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterrres menyatakan kekecewaannya terhadap para pihak yang melanggar embargo senjata. ”Saya terkejut dengan fakta bahwa begitu banyak perusak, begitu banyak negara, telah mencampuri situasi Libya. Mereka membangun kapasitas militer di kedua sisi, sama sekali mengabaikan resolusi Dewan Keamanan terkait embargo senjata atau tentara bayaran,” kata Guterres kala itu.
Resolusi tersebut juga meminta semua pihak untuk berkomitmen, tanpa penundaan waktu, melaksanakan gencatan senjata dan dialog politik di bawah utusan khusus PBB untuk Libya yang baru.
Resolusi tersebut juga memperpanjang misi politik PBB di Libya atau UNSMIL hingga September 2021. UNSMIL diharapkan berperan lebih dalam memfasilitasi proses politik inklusif para pihak bertikai di Libya dan untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata yang langgeng dan terukur.
Untuk memperkuat kerja UNSMIL, beberapa negara anggota DK PBB, yaitu Belgia, Estonia, Perancis, Irlandia, dan Jerman, akan bergabung pada 1 Januari mendatang.
Satu celah mencolok bagi PBB adalah kegagalan untuk menggantikan mantan utusan utamanya, Ghassan Salame, yang mengundurkan diri pada Maret. Namun, menemukan pengganti yang dapat diterima oleh semua diplomat Dewan Keamanan terbukti sangat sulit.
Satu nama kuat pengganti Salame adalah Nikolay Mladenov, mantan Menlu Bulgaria. Akan tetapi, menurut sejumlah diplomat PBB, tiga anggota Dewan Afrika, yaitu Afrika Selatan, Niger dan Tunisia, menolak Mladenov dan menginginkan seorang Afrika dalam pekerjaan itu.
Nama lain yang muncul adalah Hanna Serwa Tetteh, mantan diplomat asal Ghana, yang diusulkan oleh Guterres. Belum ada kata sepakat dari para pihak yang berkepentingan. (AFP/AP)