Uni Eropa tidak mengakui hasil pemilu Belarus 9 Agustus dan pemerintahan Alexander Lukashenko. UE juga berniat meninjau kembali hubungannya dengan negara itu.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
BRUSSELS, KAMIS — Uni Eropa menolak hasil pemilihan umum Belarus, 9 Agustus, yang mendapuk presiden petahana Alexander Lukashenko untuk memerintah negara ini untuk masa jabatan keenam kalinya. Uni Eropa juga menyatakan tengah meninjau kembali hubungannya dengan negara itu, termasuk meninjau bantuan keuangan bagi Pemerintah Belarus untuk menanggulangi pandemi Covid-19 di negara tersebut.
Upacara pengambilan sumpah jabatan Lukashenko sebagai presiden, yang dilakukan pada Rabu (23/9/2020), menjadi dasar penolakan Uni Eropa (UE) terhadap hasil pemilu 9 Agustus. Pelantikan itu juga bertentangan dengan keinginan rakyat.
”Apa yang disebut pelantikan dan mandat baru yang diklaim oleh Alexander Lukashenko tidak memiliki legitimasi demokratis,” kata Uni Eropa, yang beranggotakan 27 negara, dalam pernyataannya, Kamis (24/9/2020). Selain UE, AS juga menyatakan menolak hasil pemilu Belarus.
UE menilai, apa yang dianggap oleh Lukashenko dan pendukungnya sebagai sebuah pelantikan dan pemberian mandat itu bertentangan dengan keinginan sebagian besar penduduk Belarus, sebagaimana diekspresikan dalam banyak unjuk rasa damai dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan itu, menurut UE, akan memperdalam krisis politik di Belarus.
Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell menyatakan, UE tidak mengakui hasil pemilu yang memenangkan Lukashenko dan membuatnya menjadi pemimpin terlama di Eropa, bersaing dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
”Uni Eropa tidak mengakui hasil palsu mereka. Atas dasar ini, apa yang disebut pelantikan 23 September 2020 dan mandat baru yang diklaim oleh Alexander Lukashenko tidak memiliki legitimasi demokratis,” kata Borrell.
Keputusan UE untuk menolak hasil pemilu Belarus sekaligus menolak kepemimpinan Lukashenko tersebut diambil setelah pimpinan Uni Eropa bertemu pemimpin oposisi, Svetlana Tsikhanouskaya, Senin (21/9/2020). Dalam pertemuan itu, Tsikhanouskaya mendesak UE agar tidak memberikan dukungan apa pun kepada Lukashenko, termasuk dukungan finansial.
”Semua uang yang bisa didapatkan oleh Lukashenko saat ini tidak akan digunakan untuk mendukung rakyat Belarus, tetapi akan digunakan untuk menindas,” kata Tsikhanouskaya seusai pertemuan.
Ribuan pengunjuk rasa dan juga para pemimpin oposisi kini ditahan otoritas keamanan Belarus dengan alasan ingin meruntuhkan pemerintahan yang sah berdasarkan hasil pemilu 9 Agustus lalu.
Donor besar
Posisi UE sangat penting bagi Belarus karena mereka adalah donor keuangan besar negara ini. Sebelum pemilu, UE telah berkomitmen untuk menggelontorkan dana hingga 135 juta euro untuk pengembangan sejumlah proyek di Belarus. Tidak hanya itu, UE juga menjanjikan dana sekitar 53 juta euro bagi Pemerintah Belarus untuk memerangi pandemi Covid-19.
Namun, keputusan UE untuk menolak Lukashenko membuat Belarus kemungkinan besar akan kehilangan salah satu sumber dana pembangunan terbesarnya. UE kemungkinan besar akan mengalihkan dana tersebut kepada kelompok-kelompok yang membutuhkan bantuan, dokter, dan rumah sakit sebagai gantinya.
Menanggapi penolakan UE, Lukashenko menilai hal itu adalah hak politik negara-negara anggota UE. ”Kami tidak pernah meminta siapa pun untuk mengakui atau tidak mengakui pemilihan umum yang kami lakukan. Atau untuk mengakui legitimasi presiden yang terpilih kembali atau tidak,” kata Lukashenko seusai bertemu dengan Duta Besar China Cui Qiming.
Lukashenko menyatakan, pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan adalah mandat yang harus dilakukan sesuai dengan konstitusi Belarus. ”Kalau ada yang melihat hal itu sebagai sesuatu yang kontradiktif, biarkan mereka membuat pernyataan semaunya,” ujar Lukashenko yang sudah enam kali menjabat Presiden Belarus.
Dia juga mempertahankan argumentasinya soal pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan sebagai presiden yang dinilai banyak pihak sangat tertutup dan cenderung rahasia. Lukashenko mengatakan, keputusan itu diambilnya untuk mencegah terjadinya pengumpulan massa.
Orang kuat Belarus itu mengatakan bahwa iring-iringan mobilnya melewati sejumlah jalan di ibu kota Minsk dan sekitar 2.000 orang diundang ke upacara, termasuk militer, bukanlah sesuatu yang rahasia. (AFP/REUTERS)