Persaingan AS-China ”Mengorbit” hingga Luar Angkasa
Persaingan antara Amerika Serikat dan China merambah ke banyak hal termasuk program luar angkasa. Superioritas AS mendapat tantangan dari Beijing yang akan meluncurkan stasiun luar angkasa tahun 2022 nanti.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Direktur Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau NASA Jim Bridenstine mendesak anggota parlemen untuk mempertahankan kehadiran Amerika Serikat di orbit Bumi setelah Stasiun Antariksa Internasional dinonaktifkan sehingga China tidak mendapat keuntungan strategis dari hal ini.
Bagian pertama dari Stasiun Antariksa Internasional (ISS) diluncurkan tahun 1998 dan telah beroperasi sejak tahun 2000. Stasiun yang berfungsi sebagai laboratorium ilmiah luar angkasa itu merupakan hasil kemitraan AS, Rusia, Jepang, Eropa, dan Kanada dan direncanakan beroperasi sampai tahun 2030.
”Satu hal yang jadi kekhawatiran saya, yaitu berakhirnya ISS,” ujar Bridenstine. ”Untuk mempertahankan kehadiran AS di orbit Bumi, kita harus menyiapkan langkah selanjutnya,” tambahnya.
Untuk itu, NASA telah mengajukan anggaran sebesar 150 dollar AS untuk tahun anggaran 2021 untuk membantu komersialisasi orbit rendah Bumi, yaitu ruang maksimal 2.000 kilometer dari permukaan planet. ISS biasanya mengorbit di ketinggian sekitar 420 kilometer di atas Bumi dengan kecepatan 17.000 mil per jam.
”Kami berharap ada kemitraan pemerintah dan swasta sehingga NASA bisa memanfaatkan penyedia stasiun luar angkasa dan kita bisa mempertahankan kehadiran manusia secara permanen tanpa gangguan di orbit renadh Bumi,” kata Bridenstine.
”Saya pikir bukanlah kepentingan negara untuk membangun stasiun luar angkasa internasional, justru kepentingan negara untuk mendukung komersialisasi industri di mana NASA merupakan konsumen.”
Di luar argumen tersebut, Bridenstine memperingatkan parlemen bahwa penting untuk terus mempertahankan keunggulan AS dalam program antariksa untuk menghadapi stasiun luar angkasa China yang akan Beijing operasionalkan tahun 2022.
Stasiun antariksa China tersebut dinamai Tiangong yang berarti Istana Surgawi. Pada Juni lalu, kantor berita Pemerintah China, Xinhua, mengumumkan bahwa peluncuran stasiun antariksa itu merupakan buah dari kemitraan dengan 23 entitas dari 17 negara. Stasiun ini nantinya akan menjalankan eksperimen ilmiah.
Negara yang dimaksud termasuk negara maju dan berkembang, seperti Perancis, Jerman, dan Jepang, juga Kenya dan Peru.
”China dengan cepat membangun apa yang mereka sebut sebagai \'Stasiun Antariksa Internasional China\' dan mereka dengan cepat memasarkannya kepada mitra internasional,” tutur Bridenstine.
”Akan menjadi tragedi apabila setelah selama ini, dan setelah semua usaha, kita meninggalkan orbit rendah Bumi dan menyerahkan wilayah itu.”
Bridenstine menjelaskan bahwa ISS menawarkan potensi besar pengembangan ilmu pengetahuan mulai dari inovasi farmasi, pencetakan organ manusia 3D, penciptaan retina buatan, hingga perawatan orang dengan gangguan makula degeneratif.
Itulah sebabnya penting mendanai NASA untuk membayar perusahaan mendirikan stasiun antariksa di mana NASA akan menjadi salah satu penggunanya. Itu juga sebabnya, tambah Bridenstine, sangat vital untuk ”tidak meninggalkan wilayah itu kepada negara lain yang tidak sejalan dengan kepentingan kita.” (AFP)