Lonjakan Kembali Kasus Covid-19 Kirim Sentimen Negatif di Bursa Asia-Eropa
Bursa-bursa saham di Asia ditutup anjlok, sedangkan bursa-bursa di Eropa dibuka di area negatif akibat sentimen negatif yang ditimbulkan lonjakan kembali kasus Covid-19. Harapan akan pemulihan ekonomi tampaknya tertahan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
TOKYO, KAMIS — Pasar saham Asia ditutup anjlok seiring dengan pembukaan di area negatif pasar saham Eropa, Kamis (24/9/2020). Investor dan pelaku pasar dibombardir sejumlah sentimen yang memberatkan animo beli, mulai dari lonjakan kasus terkonfirmasi Covid-19, penutupan-penutupan wilayah sebagai respons atas pandemi, proyeksi pemulihan ekonomi yang melambat, pembicaraan stimulus di Amerika Serikat yang terhenti, dan ketidakpastian pemilihan presiden di negara itu.
Tren kenaikan ekuitas global mulai terhenti secara mengejutkan pada bulan ini. Ekspektasi pasar memudar seiring kabar-kabar negatif yang datang beriringan ataupun beruntun. ”Pasar mencerna dan bergulat dengan gagasan bahwa ekspektasi pertumbuhan yang dimiliki investor mungkin tidak terwujud,” kata Lauren Goodwin dari New York Life Investments.
”Dorongan fiskal di AS mulai berkurang, beberapa ekspektasi untuk pemulihan yang lambat dan stabil ini terguncang,” tambah Goodwin.
Bursa-bursa saham Asia mayoritas ditutup turun lebih dari satu persen. Mulai dari bursa saham Hong Kong, Tokyo, Shanghai, Singapura, Bangkok, dan Jakarta. Bahkan, pasar saham Taipei merosot lebih dari 2 persen. Bursa saham Seoul juga merosot lebih dari 2 persen setelah Korea Selatan mengatakan pasukan dari Korea Utara telah menembak seorang pejabat Korsel.
Sementara di Eropa, bursa saham London, Paris, dan Frankfurt semuanya turun lebih dari 1 persen di pembukaan perdagangan.
Tibanya musim gugur dan musim dingin yang mengiringinya dikhawatirkan membuat gelombang kedua Covid-19 memuncak di benua Eropa. Penutupan wilayah-wilayah pun diberlakukan kembali, menghancurkan harapan akan pemulihan ekonomi yang sebelumnya sudah mulai terlihat.
Pembatasan baru di Eropa
Perancis menjadi negara yang baru-baru ini mengambil tindakan pembatasan sosial dengan menutup bar dan restoran di Marseilla, kota terbesar kedua. Negara tersebut menetapkan kota itu dalam ”kewaspadaan maksimum”. Sejumlah wilayah lain, termasuk Paris, akan memberlakukan pembatasan baru, termasuk pembatasan pertemuan publik serta jam tutup lebih awal di kawasan bisnis dan restoran ataupun kafe-kafe.
Penutupan wilayah-wilayah diberlakukan kembali di Eropa di tengah kekhawatiran munculnya gelombang kedua Covid-18, menghancurkan harapan akan pemulihan ekonomi yang sebelumnya mulai terlihat.
Pemerintah Inggris juga telah mempersingkat jam buka toko-toko. London memperingatkan untuk mengambil tindakan lainnya yang serupa. Pada saat yang sama, pemerintah kota Madrid telah menetapkan karantina wilayah bagi sekitar 850.000 warga dan berencana untuk memperpanjang tindakan tersebut.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) menemukan bahwa pada pertengahan tahun, jam kerja global telah menurun 17,3 persen dibandingkan dengan Desember tahun lalu. Ini setara dengan hampir 500 juta pekerjaan penuh waktu. Ketua ILO Guy Ryder menyebut kondisi saat ini sebagai bencana.
Para pelaku pasar di AS semakin khawatir bahwa meningkatnya kasus penularan Covid-19 di negeri itu dapat terus berlanjut. Sejumlah pejabat Bank Sentral AS atau Federal Reserve, termasuk Gubernur Jerome Powell, telah menyerukan perlunya stimulus baru untuk mengurangi dampaknya.
Isu stimulus baru di AS
Namun, para politisi di Capitol Hill tampak bergeming terkait seruan tersebut sehingga harapan atas tercapainya kesepakatan pun memudar. ”Federal Reserve AS menyuarakan lebih banyak kekhawatiran tentang kebuntuan yang sedang berlangsung atas stimulus fiskal tambahan,” kata Stephen Innes dari AxiCorp.
Michael Hewson dari CMC Markets menambahkan, ”Masalah utama yang dimiliki Fed adalah bahwa politisi AS tampak lebih tertarik tentang kampanye pemilihan daripada membantu meloloskan rencana stimulus baru yang akan membantu rakyat Amerika.” Tiga indeks utama di New York turun tajam pada perdagangan, Rabu (23/9/2020) waktu setempat.
Kegelisahan pasar meningkat oleh kekhawatiran akan pertarungan yang berkepanjangan atas hasil pemilu AS. Presiden petahana Donald Trump, yang dicalonkan kembali oleh Partai Republik, menolak menjamin peralihan kekuasaan secara damai jika dia kalah dari Joe Biden, calon presiden dari Partai Demokrat. ”Baiklah, kita harus melihat apa yang terjadi,” kata Trump, menjawab pertanyaan seorang wartawan.
Trump, yang sejauh ini, merujuk pada survei-survei, tertinggal dari Biden dalam hal dukungan publik, sering mengklaim bahwa surat suara melalui pos rentan dijadikan sarana penipuan massal. Usulan pemungutan suara melalui pos didukung kubu Demokrat dengan alasan, antara lain, untuk mencegah potensi penularan wabah Covid-19. Trump menuding kubu Partai Demokrat akan curang pada pilpres awal November mendatang.
Namun, sejauh ini tidak ada bukti kecurangan dalam pemungutan suara melalui pos dan tidak ada bukti cara itu pernah menyebabkan kecurangan signifikan dalam pemilu. (AP/REUTERS)