Layanan Kesehatan Anak-anak Selama Pandemi Menurun
Pandemi Covid-19 telah mengganggu layanan kesehatan anak di seluruh dunia, misalnya imunisasi. Hal ini berpotensi menimbulkan wabah penyakit di kemudian hari.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Layanan kesehatan anak-anak dari keluarga tidak mampu di masa pandemi Covid-19 menurun drastis, Kamis (24/9/2020). Jika tidak segera diperbaiki, hal ini dapat menimbulkan dampak kesehatan jangka panjang. Situasi ini terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang.
Data dari Pusat Layanan Medicare dan Medicaid (CMS) Amerika Serikat, misalnya, menemukan bahwa vaksinasi, penapisan penyakit pada anak, kunjungan dokter gigi, bahkan layanan kesehatan jiwa pada periode Maret sampai Mei 2020 menurun drastis. Dokter dan rumah sakit lebih selektif menerima pasien untuk meminimalkan risiko penularan Covid-19.
Cakupan vaksinasi dasar turun 22 persen atau ada 1,7 juta anak usia 0-2 tahun yang tidak diimunisasi. Penapisan sensitif gangguan kognitif dan perkembangan turun 44 persen, kunjungan dengan gangguan kesehatan jiwa turun 6,9 juta, dan kunjungan dokter gigi juga anjlok 69 persen.
Data tersebut diolah dari klaim tagihan Medicaid dan Program Asuransi Kesehatan Anak-anak yang keduanya mencakup hampir 40 juta anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah.
”Tidak adanya layanan kesehatan dasar ini kemungkinan akan berdampak panjang pada anak-anak yang rentan ini dan saya menyerukan negara bagian, dokter anak, keluarga, dan sekolah untuk memastikan anak-anak memenuhi kebutuhan dasarnya tersebut,” tutur pengelola CMS, Seema Verma.
Perubahan itu mencerminkan apa yang terjadi pada layanan kesehatan bagi orang dewasa setiap hari. Banyak tindakan kolonoskopi, mamografi, ortopedi, dan kontrol penyakit kronis dibatalkan atau ditunda selama penerapan karantina wilayah.
Akan tetapi, konsekuensi itu semua pada anak-anak bisa lebih besar. Contohnya, vaksinasi yang tidak dilakukan bisa memicu wabah penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, seperti campak dan gondong.
”Potensi wabah penyakit menular akibat menurunnya cakupan imunisasi sangat nyata dan dapat berakibat pada penurunan kehadiran di sekolah, penurunan pembelajaran, dan meningkatnya kesakitan anak-anak secara umum,” kata CMS memperingatkan.
”Penting bagi sekolah dan keluarga untuk mengatasi ketertinggalan kunjungan anak-anak ke fasilitas kesehatan guna memastikan mereka mendapat imunisasi.”
Data CMS itu juga memperlihatkan, relatif lebih sedikit anak yang dicakup oleh program pemerintah dirawat karena Covid-19. Sampai Juni lalu, ada lebih dari 250.000 anak terkonfirmasi positif Covid-19, tapi hanya sekitar 32.000 yang mendapat perawatan dan tidak sampai 1.000 anak dirawat di rumah sakit sampai akhir Mei lalu.
Kondisi di AS itu sebenarnya menjadi tren global. Mei lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Badan PBB untuk Anak-Anak (Unicef), dan aliansi vaksin Gavi menyatakan, sekitar 80 juta anak-anak di seluruh dunia berisiko terjangkit penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, seperti difteri, campak, dan polio, menyusul terganggunya program imunisasi dasar rutin selama pandemi Covid-19.
Dalam pernyataan bersamanya menjelang Global Vaccine Summit 4 Juni, ketiga institusi itu menyampaikan, data menunjukkan bahwa ”penyediaan layanan imunisasi rutin di setidaknya 68 negara secara substansial terganggu dan berdampak pada sekitar 80 juta anak-anak di bawah satu tahun di negara-negara tersebut.”
Pembatasan perjalanan, penundaan distribusi vaksin, keengganan sejumlah orangtua untuk keluar rumah karena takut tertular virus korona, dan minimnya tenaga kesehatan yang melaksanakan program di lapangan menjadi penyebab terganggunya program imunisasi global. Ini menjadi disrupsi paling besar sejak program imunisasi mulai meluas tahun 1970-an.
Contohnya, Pakistan dan Afghanistan yang masih mengalami wabah polio menunda kampanye vaksinasi polio selama pandemi ini.
”Kita tidak bisa membiarkan pertarungan kita melawan satu penyakit mengorbankan perjuangan kita melawan penyakit yang lain,” kata Henrietta Fore, Direktur Eksekutif Unicef.
”Situasi sekarang mungkin mengharuskan kita menunda program imunisasi. Tapi, imunisasi harus segera berjalan kembali secepatnya. Jika tidak, kita akan menukar satu wabah penyakit dengan wabah penyakit yang lain,” ujar Henrietta.
Menurut Unicef, secara global, lebih dari 1,5 juta orang meninggal akibat penyakit menular yang bisa dicegah dengan vaksinasi. (AP/REUTERS)