Perjanjian intra-Afghanistan masih terus terganggu dengan konflik di dalam negeri. Pertarungan antara Taliban dan aparat Afghanistan kembali terjadi. Presiden Ghani minta dukungan internasional untuk perdamaian.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
KABUL, RABU —Situasi Afghanistan semakin tidak menentu. Kelompok Taliban kembali melancarkan serangan di pos-pos pemeriksaan kepolisian sepanjang malam di Afghanistan selatan. Akibatnya, 28 polisi Afghanistan tewas. Padahal, pada saat bersamaan, para pemimpin Taliban dan tim perunding dari Pemerintah Afghanistan tengah membahas rencana perundingan dan peta jalan masyarakat pascaperang.
Perundingan kedua belah pihak yang sudah dimulai sejak awal bulan lalu ini dilakukan di Doha, Qatar, Rabu (23/9/2020). Juru bicara Gubernur Provinsi Uruzgan, Zelgay Ebadi, mengatakan, serangan itu terjadi sejak Selasa.
Juru bicara Taliban, Qari Mohammad Yousuf Ahmadi, mengaku bertanggung jawab atas serangan itu karena aparat kepolisian di wilayah itu tidak mau menyerah pada Taliban. Namun, Ebadi mengatakan polisi-polisi itu dibunuh justru setelah menyerah.
Tidak ada yang bisa memastikan kejadian yang sebenarnya karena lokasi yang terpencil. Kini, semua pos pemeriksaan polisi yang kosong diamankan tentara Afghanistan. Semua persenjataan diambil Taliban.
Pada perundingan di Qatar, kedua belah pihak selama satu pekan lebih menyusun agenda dan apa saja yang akan dibahas. Pemerintah Afghanistan dan Amerika Serikat meminta Taliban menghentikan kekerasan. Namun, Taliban baru mau menghentikan kekerasan sampai semua persyaratan gencatan senjata dibahas dan disepakati.
Sementara itu, berbicara dalam sesi Debat Umum Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-75 yang digelar secara virtual, Presiden Afghanistan mendesak dunia untuk membantu negaranya guna mengakhiri konflik.
Ashraf Ghani mengatakan, Afghanistan menghadapi banyak—secara bersamaan—pemicu kekacauan. Meskipun demikian, Ghani menegaskan, perdamaian tetap menjadi prioritas yang paling mendesak dan penting bagi Afghanistan.
Lebih lanjut, Ghani mengatakan, rakyat Afghanistan memiliki prioritas yang jelas dan mendesak, yaitu gencatan senjata. Kepada negara mitra di PBB, Ghani meminta agar mereka membantu mewujudkan Afghanistan yang berdaulat, bersatu, dan demokratis.
Harapan
Utusan Khusus untuk Afghanistan, Zalmay Khalilzad, menilai gejolak kekerasan di Afghanistan terlalu tinggi. Namun, peluang untuk damai tetap ada meski prosesnya tidak akan mudah, seperti pakta perdamaian antara Taliban dan AS yang disepakati Februari lalu. Salah satu poin dalam pakta itu, pasukan AS menarik pasukan dan Taliban berjanji menghentikan teror. Namun, Taliban belum menyetujui gencatan senjata.
Afghanistan selama bertahun-tahun menuding Pakistan membantu Taliban. Namun, Pakistan membantah hal itu dan berbalik menuding Afghanistan yang justru mendukung kelompok-kelompok militan untuk menyerang Islamabad.
Sebagai bagian dari kesepakatan, AS beberapa bulan ke depan berencana akan mengurangi jumlah pasukan dari 5.000 orang menjadi 4.000 orang. David Helvey —menjalankan tugas wakil menteri pertahanan untuk urusan keamanan Indo-Pasifik kepada Pentagon—mengatakan, ada rencana menarik pasukan AS dari Afghanistan mulai Mei 2021 jika persyaratan sudah terpenuhi. Untuk saat ini, Menteri Pertahanan AS Mark Esper belum mengeluarkan perintah untuk mengurangi pasukan. (REUTERS/AFP/AP)