Yunani dan Turki Akan Bicara Lagi Selesaikan Sengketa
Dalam pertemuan akan dibahas batasan maritim dan hak eksploitasi atas sumber minyak dan gas lepas pantai.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
ANKARA, RABU — Turki dan Yunani sepakat akan kembali duduk bersama untuk menyelesaikan perselisihan maritim di Laut Tengah bagian timur. Keduanya terakhir kali berunding tahun 2016 setelah 60 kali pertemuan tanpa hasil.
Dalam pertemuan yang kemungkinan akan terjadi akhir bulan ini, akan dibahas batasan maritim dan hak eksploitasi atas sumber minyak dan gas lepas pantai.
Kementerian Luar Negeri Yunani dan Kemlu Turki, Selasa (22/9/2020), mengumumkan, pertemuan ke-61 itu akan dilakukan di kota Istanbul, Turki. Ketegangan kedua negara itu kembali muncul setelah Turki mengirimkan kapal survei seismik, Oruc Reis, ke wilayah perairan yang menjadi sengketa, bulan lalu.
Kapal survei yang dikawal kapal perang itu menjalankan misi memetakan wilayah laut untuk peluang pengeboran minyak dan gas.
Tak hanya itu, ketegangan semakin tinggi ketika kapal perang Turki dan Yunani bertabrakan. Sejak itu, Turki menarik pulang Oruc Reis dengan harapan bisa memulai proses diplomasi menjelang KTT Uni Eropa, di mana negara anggota UE, yakni Yunani, Siprus, dan Perancis, mendong UE bertindak tegas kepada Turki. Pertemuan KTT UE akan berlangsung 1-2 Oktober mendatang.
Presiden Turki Tayyip Erdogan, Selasa, berbicara melalui konferensi video dengan Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Dewan UE Charles Michel. Jerman selama ini menjadi mediator dalam perundingan Turki dan Yunani. Juru bicara partai berkuasa Turki, Partai AK, Omer Celik, mengatakan, pihaknya tengah mempersiapkan rencana perundingan itu dan kedua belah pihak sama-sama menyiapkan parameter-parameternya.
”Kami berharap KTT UE bisa mendorong hubungan baik Turki-UE, memperbarui penyatuan pabean kedua belah pihak dan menyepakati perjalanan bebas visa dan migrasi,” kata Erdogan.
Perselisihan
Ketika berbicara di Sidang Umum PBB melalui konferensi video, Erdogan juga menyerukan konferensi regional negara-negara pesisir Mediterania untuk menyelesaikan sengketa maritim.
Turki memiliki dua kapal eksplorasi minyak dan gas di perairan lepas pantai di Siprus yang membuat marah otoritas Nicosia. Turki tidak mengakui pemerintahan Siprus Yunani yang berada di wilayah itu.
Turki telah menandatangani kesepakatan demarkasi maritim dengan Libya yang bertentangan dengan kesepakatan antara Yunani dan Mesir. Erdogan mengatakan, Turki lebih suka menyelesaikan perselisihan dengan adil dan dengan cara yang benar melalui perundingan.
”Upaya-upaya mengesampingkan Turki dari rencana di Mediterania timur itu tidak akan berhasil,” kata Erdogan.
Terkait dengan sengketa Turki dan Yunani, Turki menilai memiliki garis pantai yang terbesar dari semua negara Mediterania timur, tetapi wilayah lautnya tidak proporsional karena letak pulau-pulau Yunani yang berjauhan. Beberapa pulau di antaranya bahkan bisa dilihat dari pantai Turki.
Kapal survei
Sementara Yunani mengklaim wilayah laut itu masuk dalam wilayahnya dan klaim itu berdasarkan hukum internasional dan perjanjian pada masa lalu yang ditandatangani oleh Turki. Yunani jengkel karena Turki masih saja melanjutkan misi survei Oruc Reis.
Dari situs web pelacakan kapal marinetraffic.com terlihat kapal itu sedang bergerak, Selasa sore, tetapi belum jelas arah tujuannya.
Turki juga memperpanjang misi kapal penelitian lain ke wilayah perairan yang juga menjadi sengketa dengan Siprus sampai 18 Oktober mendatang. Bahkan, masih ada kapal pengebor yang akan bertahan di lepas pantai Siprus sampai 12 Oktober mendatang.
Gemas dengan sikap Turki, Yunani dan Perancis sama-sama mendesak agar Turki diberi sanksi tegas. Selama beberapa pekan terakhir, Erdogan dan Presiden Perancis Emmanuel Macron ribut terkait dengan isu itu. Turki menuding Macron arogan dan putus asa setelah Macron meminta UE tegas. Turki juga kesal kepada Perancis karena Perancis mengirimkan pesawat tempur dan kapal perangnya untuk mendukung Yunani.
Namun, Erdogan dan Macron sudah berbicara melalui telepon, Selasa lalu. Ini komunikasi pertama mereka sejak kedua belah pihak tegang. Macron meminta Turki tidak melakukan tindakan yang bisa memancing ketegangan dan mau terlibat dalam perundingan perdamaian dan kerja sama di wilayah regional. Sebaliknya, Erdogan juga berharap Perancis berlaku yang sama. (REUTERS/AFP/AP)